Sampit (ANTARA) - Sekitar 200 eks tenaga kontrak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menggelar aksi damai ke kantor DPRD setempat menyampaikan sikap mereka yang menolak seleksi dan mendesak pemerintah mengembalikan status mereka menjadi tenaga kontrak.
"Kami menolak hasil rekomendasi. Kalau menunggu keputusan 11 Juli, kami tidak tahu itu apakah baik buat kami atau tidak. Kami persatuan tenaga kontrak Kotim meminta kepastian hari ini juga bahwa 1.041 tetap bisa bekerja. Kami tetap bertahan sampai mendapatkan jawaban," ujar Rully, salah seorang peserta aksi di ruang rapat DPRD di Sampit, Senin.
Eks tenaga kontrak yang merupakan gabungan dari tenaga bidang kesehatan, guru dan tenaga teknis menggelar aksi sejak pagi sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka mengklaim mewakili 1.041 orang tenaga kontrak yang tidak lulus seleksi ulang sehingga kontrak kerja mereka berakhir pada 30 Juni 2022 lalu.
Mereka datang membawa berbagai poster berisi sorotan terhadap seleksi dan pemutusan kontrak mereka. Sekitar 50 orang perwakilan kemudian diterima di ruang rapat paripurna.
Pertemuan dipimpin Ketua DPRD Rinie didampingi Wakil Ketua II Hairis Salamad dan Sekretaris Daerah Fajrurrahman. Hadir sejumlah anggota dewan serta kepala satuan organisasi perangkat daerah.
Kesempatan ini digunakan para eks tenaga kontrak menumpahkan rasa kecewa mereka terhadap pemerintah daerah. Beberapa dari mereka bahkan tidak kuasa menahan tangis saat menyampaikan keresahan yang mereka rasakan.
Mereka merasa tidak dihargai karena pengabdian mereka yang bahkan ada yang hampir 20 tahun, langsung sirna hanya karena tidak lulus seleksi dengan sistem "passing grade" atau ambang batas nilai.
Mereka mengaku lebih kecewa karena menuding ada peserta yang bukan tenaga kontrak, malah ikut seleksi dan lulus. Selain mengkhawatirkan nasib mereka, para eks tenaga kontrak ini juga sangat prihatin karena banyak sekolah dan puskesmas pembantu di perdesaan yang terancam tutup lantaran pegawainya merupakan tenaga kontrak dan tidak lulus seleksi.
Menanggapi seleksi tahap kedua yang akan digelar pemerintah daerah terhadap 1.041 tenaga kontrak yang tidak lulus pada seleksi pertama, para tenaga kontrak kompak menyatakan tidak setuju. Mereka mendesak pemerintah membuat keputusan mengangkat kembali mereka sebagai tenaga kontrak seperti sebelumnya.
Puluhan perwakilan tenaga kontrak tetap bertahan di ruang rapat paripurna DPRD karena tidak puas dengan hasil rapat dengan para wakil rakyat dan eksekutif, Senin (4/7/2022). ANTARA/Norjani
"Kami menolak hasil tes yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan. Kembalikan kami seperti semula. Kami tidak punya waktu menunggu, utang menumpuk untuk membiayai orang tua dan anak istri," teriak Rully disambut riuh dukungan eks tenaga kontrak lainnya.
Sekretaris Daerah Fajrurrahman menjelaskan panjang lebar alasan yang mengharuskan pemerintah daerah menggelar evaluasi tenaga kontrak. Dia juga meminta eks tenaga kontrak tidak risau karena masih ada kesempatan pada seleksi tahap kedua, tetapi kuotanya didasarkan kebutuhan riil di lapangan.
"Kita masih menyusun kebutuhan riil di bidang pendidikan, kesehatan dan tenaga lainnya. Bupati sudah mengamanatkan kepada BKPSDM agar paling lambat Rabu untuk menyelesaikan penyusunan sehingga Jumat sudah bisa menggambarkan kebutuhan tenaga kontrak, termasuk distribusinya," ujar Fajrurrahman.
Sementara itu, sejumlah anggota dewan mendorong pemerintah kabupaten kembali mengangkat para eks tenaga kontrak agar bisa bekerja seperti semula. Alasannya, masih ada waktu karena perintah penghapusan tenaga honorer yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja memberi tenggat waktu hingga 28 November 2023.
"Kami menyarankan, lanjutkan kontrak sampai Desember karena anggarannya juga sudah disediakan. Jangan sampai ini mengganggu proses belajar mengajar, kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Harap ada kebijaksanaan. Kita masih punya waktu," ujar Ketua Komisi III, Mariani.
Sementara itu, rapat sempat diskors, kemudian dilanjutkan pada pukul 15.30 WIB. Rapat dilanjutkan dengan pembacaan kesimpulan dan rekomendasi oleh Ketua DPRD Rinie.
"DPRD mendorong pemerintah daerah segera mengambil sikap dan keputusan yang seadil-adilnya. Sikap dan keputusan yang seadil-adilnya itu disampaikan paling lambat pada Senin tanggal 11 Juli 2022," ujar Rinie membacakan rekomendasi DPRD.
Rekomendasi tersebut disambut kekecewaan para eks tenaga kontrak karena menilai belum ada kepastian terhadap keputusan mereka. Menyikapi itu, para tenaga kontrak sedang mempertimbangkan untuk menggelar aksi lebih besar untuk mendesak pemerintah memenuhi tuntutan mereka.
Baca juga: Pemkab Kotim beri kesempatan kedua bagi tenaga kontrak tidak lulus tes
Baca juga: Pemkab Kotim survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik
Baca juga: Legislator Kotim: Eks tenaga kontrak layak diberi pesangon
Baca juga: DPRD dukung penuh atlet panahan Kotim raih juara di Kejurnas Senior
"Kami menolak hasil rekomendasi. Kalau menunggu keputusan 11 Juli, kami tidak tahu itu apakah baik buat kami atau tidak. Kami persatuan tenaga kontrak Kotim meminta kepastian hari ini juga bahwa 1.041 tetap bisa bekerja. Kami tetap bertahan sampai mendapatkan jawaban," ujar Rully, salah seorang peserta aksi di ruang rapat DPRD di Sampit, Senin.
Eks tenaga kontrak yang merupakan gabungan dari tenaga bidang kesehatan, guru dan tenaga teknis menggelar aksi sejak pagi sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka mengklaim mewakili 1.041 orang tenaga kontrak yang tidak lulus seleksi ulang sehingga kontrak kerja mereka berakhir pada 30 Juni 2022 lalu.
Mereka datang membawa berbagai poster berisi sorotan terhadap seleksi dan pemutusan kontrak mereka. Sekitar 50 orang perwakilan kemudian diterima di ruang rapat paripurna.
Pertemuan dipimpin Ketua DPRD Rinie didampingi Wakil Ketua II Hairis Salamad dan Sekretaris Daerah Fajrurrahman. Hadir sejumlah anggota dewan serta kepala satuan organisasi perangkat daerah.
Kesempatan ini digunakan para eks tenaga kontrak menumpahkan rasa kecewa mereka terhadap pemerintah daerah. Beberapa dari mereka bahkan tidak kuasa menahan tangis saat menyampaikan keresahan yang mereka rasakan.
Mereka merasa tidak dihargai karena pengabdian mereka yang bahkan ada yang hampir 20 tahun, langsung sirna hanya karena tidak lulus seleksi dengan sistem "passing grade" atau ambang batas nilai.
Mereka mengaku lebih kecewa karena menuding ada peserta yang bukan tenaga kontrak, malah ikut seleksi dan lulus. Selain mengkhawatirkan nasib mereka, para eks tenaga kontrak ini juga sangat prihatin karena banyak sekolah dan puskesmas pembantu di perdesaan yang terancam tutup lantaran pegawainya merupakan tenaga kontrak dan tidak lulus seleksi.
Menanggapi seleksi tahap kedua yang akan digelar pemerintah daerah terhadap 1.041 tenaga kontrak yang tidak lulus pada seleksi pertama, para tenaga kontrak kompak menyatakan tidak setuju. Mereka mendesak pemerintah membuat keputusan mengangkat kembali mereka sebagai tenaga kontrak seperti sebelumnya.
"Kami menolak hasil tes yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan. Kembalikan kami seperti semula. Kami tidak punya waktu menunggu, utang menumpuk untuk membiayai orang tua dan anak istri," teriak Rully disambut riuh dukungan eks tenaga kontrak lainnya.
Sekretaris Daerah Fajrurrahman menjelaskan panjang lebar alasan yang mengharuskan pemerintah daerah menggelar evaluasi tenaga kontrak. Dia juga meminta eks tenaga kontrak tidak risau karena masih ada kesempatan pada seleksi tahap kedua, tetapi kuotanya didasarkan kebutuhan riil di lapangan.
"Kita masih menyusun kebutuhan riil di bidang pendidikan, kesehatan dan tenaga lainnya. Bupati sudah mengamanatkan kepada BKPSDM agar paling lambat Rabu untuk menyelesaikan penyusunan sehingga Jumat sudah bisa menggambarkan kebutuhan tenaga kontrak, termasuk distribusinya," ujar Fajrurrahman.
Sementara itu, sejumlah anggota dewan mendorong pemerintah kabupaten kembali mengangkat para eks tenaga kontrak agar bisa bekerja seperti semula. Alasannya, masih ada waktu karena perintah penghapusan tenaga honorer yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja memberi tenggat waktu hingga 28 November 2023.
"Kami menyarankan, lanjutkan kontrak sampai Desember karena anggarannya juga sudah disediakan. Jangan sampai ini mengganggu proses belajar mengajar, kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Harap ada kebijaksanaan. Kita masih punya waktu," ujar Ketua Komisi III, Mariani.
Sementara itu, rapat sempat diskors, kemudian dilanjutkan pada pukul 15.30 WIB. Rapat dilanjutkan dengan pembacaan kesimpulan dan rekomendasi oleh Ketua DPRD Rinie.
"DPRD mendorong pemerintah daerah segera mengambil sikap dan keputusan yang seadil-adilnya. Sikap dan keputusan yang seadil-adilnya itu disampaikan paling lambat pada Senin tanggal 11 Juli 2022," ujar Rinie membacakan rekomendasi DPRD.
Rekomendasi tersebut disambut kekecewaan para eks tenaga kontrak karena menilai belum ada kepastian terhadap keputusan mereka. Menyikapi itu, para tenaga kontrak sedang mempertimbangkan untuk menggelar aksi lebih besar untuk mendesak pemerintah memenuhi tuntutan mereka.
Baca juga: Pemkab Kotim beri kesempatan kedua bagi tenaga kontrak tidak lulus tes
Baca juga: Pemkab Kotim survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik
Baca juga: Legislator Kotim: Eks tenaga kontrak layak diberi pesangon
Baca juga: DPRD dukung penuh atlet panahan Kotim raih juara di Kejurnas Senior