Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid mengungkapkan lima langkah bangsa Indonesia untuk memutus pendanaan terorisme yang mengatasnamakan atau berkedok lembaga amal.
"Ada lima hal yang penting dilakukan. Pertama, mendorong dan memfasilitasi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai lembaga amal yang diduga terkait dengan kelompok teror atau kelompok radikal," kata Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia memandang perlu Pemerintah memperketat regulasi tentang pendanaan publik oleh lembaga-lembaga amal dan memunculkan kerja sama antara Kementerian Sosial RI dan kementerian terkait untuk menutup celah modus penggalangan dana melalui donasi serta filantropi.
Selain itu, perlu pula sosialisasi mengenai lembaga-lembaga amal atau donasi yang terkait dengan kelompok teror kepada para pemangku kepentingan yang memantau berbagai lembaga amal tersebut dan edukasi terhadap masyarakat agar mereka lebih jeli serta selektif dalam memilih lembaga amal dan berdonasi.
Lebih lanjut, Nurwakhid menjelaskan bahwa Pemerintah perlu memperketat regulasi terkait dengan pendanaan publik oleh lembaga-lembaga amal karena selama ini pengumpulan dana umat hanya oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Dua peraturan tersebut, kata dia, hanya mengatur soal sistem birokrasi perizinan. Sementara itu, aturan soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan atau penyelewengan dan penyalahgunaan dana belum diatur.
Berkenaan dengan kerja sama antara Kementerian Sosial dan kementerian terkait, menurut Nurwakhid, hal tersebut diperlukan karena pemantauan lembaga amal ini berada di bawah Kementerian Sosial.
Dengan demikian, kata dia, perlu melibatkan Kementerian Sosial dalam membuat peraturan baru yang dapat menutup celah modus penggalangan dana melalui donasi dan filantropi.
Nurwakhid pun menilai partisipasi pengawasan dan pemantauan dari masyarakat juga berperan penting dalam memutus pendanaan kelompok teror.
Menurut dia, masyarakat dapat berperan memastikan dana umat dan dana kemanusiaan lainnya yang bertujuan mulia itu tidak diselewengkan dan disalahgunakan untuk kepentingan aktivitas yang melanggar hukum.
Oleh karena itu, Nurwakhid mengimbau masyarakat berdonasi melalui lembaga-lembaga resmi dan kredibel serta Pemerintah merekomendasinya.
"Masyarakat sepatutnya berdonasi melalui lembaga resmi, kredibel, dan direkomendasikan pemerintah, termasuk juga saluran donasi ke luar negeri melalui Kementerian Luar Negeri atau lembaga yang direkomendasi Kementerian Luar Negeri," katanya.
Nurwakhid menilai lima langkah tersebut perlu karena berdasarkan data World Giving Index pada tahun 2021 Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang memiliki tingkat kedermawanan paling tinggi.
Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi celah yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan teror untuk galang dana melalui modus donasi dan amal.
Di samping itu, langkah antisipatif ini penting disebarluaskan kepada masyarakat menyusul adanya dugaan penyelewengan dana dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi yang ada dugaan berkaitan dengan aktivitas terlarang, dan kepentingan pribadi oleh lembaga pengelola dana umat.
Bahkan, PPATK menemukan pula adanya indikasi ACT mengirimkan dana cukup besar kepada seorang terduga anggota kelompok teroris Al Qaeda di Turki.
"Ada lima hal yang penting dilakukan. Pertama, mendorong dan memfasilitasi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai lembaga amal yang diduga terkait dengan kelompok teror atau kelompok radikal," kata Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia memandang perlu Pemerintah memperketat regulasi tentang pendanaan publik oleh lembaga-lembaga amal dan memunculkan kerja sama antara Kementerian Sosial RI dan kementerian terkait untuk menutup celah modus penggalangan dana melalui donasi serta filantropi.
Selain itu, perlu pula sosialisasi mengenai lembaga-lembaga amal atau donasi yang terkait dengan kelompok teror kepada para pemangku kepentingan yang memantau berbagai lembaga amal tersebut dan edukasi terhadap masyarakat agar mereka lebih jeli serta selektif dalam memilih lembaga amal dan berdonasi.
Lebih lanjut, Nurwakhid menjelaskan bahwa Pemerintah perlu memperketat regulasi terkait dengan pendanaan publik oleh lembaga-lembaga amal karena selama ini pengumpulan dana umat hanya oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Dua peraturan tersebut, kata dia, hanya mengatur soal sistem birokrasi perizinan. Sementara itu, aturan soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan atau penyelewengan dan penyalahgunaan dana belum diatur.
Berkenaan dengan kerja sama antara Kementerian Sosial dan kementerian terkait, menurut Nurwakhid, hal tersebut diperlukan karena pemantauan lembaga amal ini berada di bawah Kementerian Sosial.
Dengan demikian, kata dia, perlu melibatkan Kementerian Sosial dalam membuat peraturan baru yang dapat menutup celah modus penggalangan dana melalui donasi dan filantropi.
Nurwakhid pun menilai partisipasi pengawasan dan pemantauan dari masyarakat juga berperan penting dalam memutus pendanaan kelompok teror.
Menurut dia, masyarakat dapat berperan memastikan dana umat dan dana kemanusiaan lainnya yang bertujuan mulia itu tidak diselewengkan dan disalahgunakan untuk kepentingan aktivitas yang melanggar hukum.
Oleh karena itu, Nurwakhid mengimbau masyarakat berdonasi melalui lembaga-lembaga resmi dan kredibel serta Pemerintah merekomendasinya.
"Masyarakat sepatutnya berdonasi melalui lembaga resmi, kredibel, dan direkomendasikan pemerintah, termasuk juga saluran donasi ke luar negeri melalui Kementerian Luar Negeri atau lembaga yang direkomendasi Kementerian Luar Negeri," katanya.
Nurwakhid menilai lima langkah tersebut perlu karena berdasarkan data World Giving Index pada tahun 2021 Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang memiliki tingkat kedermawanan paling tinggi.
Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi celah yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan teror untuk galang dana melalui modus donasi dan amal.
Di samping itu, langkah antisipatif ini penting disebarluaskan kepada masyarakat menyusul adanya dugaan penyelewengan dana dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi yang ada dugaan berkaitan dengan aktivitas terlarang, dan kepentingan pribadi oleh lembaga pengelola dana umat.
Bahkan, PPATK menemukan pula adanya indikasi ACT mengirimkan dana cukup besar kepada seorang terduga anggota kelompok teroris Al Qaeda di Turki.