Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Peningkatan Kuota Penerimaan Program Sarjana Kedokteran, Program Dokter Spesialis dan Penambahan Program Studi Dokter Spesialis melalui Sistem Kesehatan Akademik.
“Perubahan transformasional pendidikan kedokteran dan kesehatan telah diantisipasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan kedokteran yang mendorong peningkatan kualitas Tridharma perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,” ujar Nadiem dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan implementasi kurikulum dengan pendekatan interprofessional education untuk menyiapkan collaborative practice di pelayanan menjadi salah satu kekhususan yang diatur pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
“Untuk mengakselerasi peningkatan kapasitas FK dan menghasilkan dokter dan dokter spesialis yang memperkuat layanan primer, sekunder dan tersier diperlukan inisiatif transformasi yang lebih besar lagi. Komite Bersama telah mengimplementasikan konsep Sistem Kesehatan Akademik yang merupakan kolaborasi fungsional untuk menyinergikan pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan dengan melibatkan perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, pemerintah daerah dan masyarakat, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah,” ujar dia.
Salah satu strategi yang disepakati dalam implementasi sistem itu, diantaranya peningkatan kuota penerimaan mahasiswa program sarjana kedokteran dan dokter spesialis dan penambahan prodi dokter spesialis, sesuai prioritas kebutuhan dari Kemkes. Ini adalah prinsip dasar perubahan transformasi.
Sejalan dengan disahkannya SKB, Kemendibudristek berkomitmen dalam mempercepat kebutuhan dosen dari rumah sakit pendidikan melalui beberapa inisiatif diantaranya meliputi percepatan pengusulan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) bidang Kedokteran, pemberian penugasan dan bimbingan teknis untuk PT yang mendapat penugasan, alokasi beasiswa LPDP, penguatan sistem seleksi mahasiswa dan penjaminan mutu lulusan melalui uji kompetensi.
Selain itu, Kemendikbudristek bersama Kemenkes melalui Komite Bersama juga akan menyusun kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak mahasiswa kedokteran, khusus perlindungan dari segala bentuk perundungan dan kekerasan seksual, pengaturan beban kerja dan pemberian insentif untuk mahasiswa program dokter spesialis yang mendukung pelayanan di rumah sakit pendidikan, serta percepatan untuk program adaptasi bagi para diaspora yang bersedia mengabdi untuk memberikan pelayanan di Indonesia.
“Saya yakin SKB ini dan gerakan kolaborasi nasional yang dijalankan melalui sistem ini akan mengakselerasi transformasi pendidikan kedokteran dan kesehatan sekaligus meningkatkan kualitas penelitian dan pelayanan kesehatan secara berkelanjutan. Sehingga berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” terang dia lagi.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan setidaknya ada enam transformasi layanan kesehatan yang dilakukan Kemenkes, diantaranya transformasi layanan primer, layanan rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
“Transformasi ditujukan untuk meningkatkan jumlah populasi dokter di Indonesia yang masih kekurangan sebanyak 160 ribu dokter. Sementara di Indonesia sendiri, menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) hanya ada sekitar 110 ribu dokter, sehingga kita masih membutuhkan 160 ribu lulusan kedokteran dari 92 Fakultas Kedokteran. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan kurun waktu 14 tahun,” kata Budi.
Menkes optimistis melalui penerbitan SKB itu dapat memenuhi kebutuhan SDM kesehatan.
“Tugas kami ialah dengan mendorong ide dari dekan - dekan Fakultas Kedokteran. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada para Komite Bersama yang telah membentuk ide mengenai sistem yang sudah dijalankan mulai tahun 2015. Diperlukan tidak hanya program, tetapi gerakan kolaborasi untuk menjalankan sistem ini. Mudah-mudahan ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk kita, tetapi untuk generasi muda,” kata Budi.
“Perubahan transformasional pendidikan kedokteran dan kesehatan telah diantisipasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan kedokteran yang mendorong peningkatan kualitas Tridharma perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,” ujar Nadiem dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan implementasi kurikulum dengan pendekatan interprofessional education untuk menyiapkan collaborative practice di pelayanan menjadi salah satu kekhususan yang diatur pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
“Untuk mengakselerasi peningkatan kapasitas FK dan menghasilkan dokter dan dokter spesialis yang memperkuat layanan primer, sekunder dan tersier diperlukan inisiatif transformasi yang lebih besar lagi. Komite Bersama telah mengimplementasikan konsep Sistem Kesehatan Akademik yang merupakan kolaborasi fungsional untuk menyinergikan pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan dengan melibatkan perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, pemerintah daerah dan masyarakat, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah,” ujar dia.
Salah satu strategi yang disepakati dalam implementasi sistem itu, diantaranya peningkatan kuota penerimaan mahasiswa program sarjana kedokteran dan dokter spesialis dan penambahan prodi dokter spesialis, sesuai prioritas kebutuhan dari Kemkes. Ini adalah prinsip dasar perubahan transformasi.
Sejalan dengan disahkannya SKB, Kemendibudristek berkomitmen dalam mempercepat kebutuhan dosen dari rumah sakit pendidikan melalui beberapa inisiatif diantaranya meliputi percepatan pengusulan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) bidang Kedokteran, pemberian penugasan dan bimbingan teknis untuk PT yang mendapat penugasan, alokasi beasiswa LPDP, penguatan sistem seleksi mahasiswa dan penjaminan mutu lulusan melalui uji kompetensi.
Selain itu, Kemendikbudristek bersama Kemenkes melalui Komite Bersama juga akan menyusun kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak mahasiswa kedokteran, khusus perlindungan dari segala bentuk perundungan dan kekerasan seksual, pengaturan beban kerja dan pemberian insentif untuk mahasiswa program dokter spesialis yang mendukung pelayanan di rumah sakit pendidikan, serta percepatan untuk program adaptasi bagi para diaspora yang bersedia mengabdi untuk memberikan pelayanan di Indonesia.
“Saya yakin SKB ini dan gerakan kolaborasi nasional yang dijalankan melalui sistem ini akan mengakselerasi transformasi pendidikan kedokteran dan kesehatan sekaligus meningkatkan kualitas penelitian dan pelayanan kesehatan secara berkelanjutan. Sehingga berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” terang dia lagi.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan setidaknya ada enam transformasi layanan kesehatan yang dilakukan Kemenkes, diantaranya transformasi layanan primer, layanan rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
“Transformasi ditujukan untuk meningkatkan jumlah populasi dokter di Indonesia yang masih kekurangan sebanyak 160 ribu dokter. Sementara di Indonesia sendiri, menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) hanya ada sekitar 110 ribu dokter, sehingga kita masih membutuhkan 160 ribu lulusan kedokteran dari 92 Fakultas Kedokteran. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan kurun waktu 14 tahun,” kata Budi.
Menkes optimistis melalui penerbitan SKB itu dapat memenuhi kebutuhan SDM kesehatan.
“Tugas kami ialah dengan mendorong ide dari dekan - dekan Fakultas Kedokteran. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada para Komite Bersama yang telah membentuk ide mengenai sistem yang sudah dijalankan mulai tahun 2015. Diperlukan tidak hanya program, tetapi gerakan kolaborasi untuk menjalankan sistem ini. Mudah-mudahan ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk kita, tetapi untuk generasi muda,” kata Budi.