Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XI Kalimantan Dr Muhammad Akbar, mengingatkan sekaligus meminta kepada seluruh Perguruan Tinggi (PT) di wilayah kerjanya dapat membentuk tim Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
"Kami minta seluruh perguruan tinggi membentuk Satgas. Ini kami haruskan untuk semakin meminimalkan potensi tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Terutama, yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Dr Muhammad Akbar saat dikonfirmasi dari Palangka Raya, Minggu.
Pembentukan Satgas PPKS tersebut menjadi bentuk komitmen bersama seluruh civitas akademika di perguruan tinggi. Selain itu, juga untuk memastikan pelaksanaan pendidikan di lingkungan setempat terbebas dari berbagai bentuk praktik kekerasan seksual.
Tindak kekerasan seksual saat ini menjadi salah satu ancaman yang nyata di dunia pendidikan, bahkan di lingkungan perguruan tinggi. Adanya rasa malu dari korban dan berbagai bentuk intimidasi oleh pelaku, membuat banyak tindak kekerasan seksual tidak dilaporkan.
Intimidasi tersebut bisa berbentuk ancaman tidak memberikan nilai akhir, tidak meluluskan pada mata kuliah hingga dikeluarkan dari perguruan tinggi. Jika kasus terungkap ke masyarakat, maka pelapor bisa dianggap mencemarkan nama baik.
Akhirnya, keadaan tersebut berdampak pada masih sedikitnya korban kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi yang melaporkan kejadian yang dialami.
Terkait kondisi itu, Dr Muhammad Akbar pun mengakui bahwa di wilayah Kalimantan juga pernah terjadi tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun, khusus untuk wilayah Kalimantan Tengah, pihaknya belum menerima laporan serupa.
"Untuk itu, dibentuknya Satgas ini akan mempersempit oknum-oknum itu untuk melakukan tindak kekerasan seksual, sehingga perilaku tercela yang sangat mencoreng nama baik pendidikan dan institusi dapat dicegah," kata Dr Muhammad Akbar.
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XI Kalimantan Dr Muhammad Akbar. ANTARA/Rendhik Andika.
Dalam melaksanakan tugas, lanjut dia, Satgas harus fokus pada upaya pencegahan atau antisipasi serta melakukan deteksi ini terhadap potensi tindak kekerasan seksual.
"Maka, anggota satgas juga harus mampu menjalin komunikasi yang baik dan komitmen tinggi serta dapat menyusun program yang efektif untuk memastikan lingkungan kampus terbebas dari kekerasan seksual," katanya.
Bahkan, jika telah terjadi tindakan kekerasan seksual, Satgas juga harus melakukan penanganan secara transparan, adil dan memberikan perlindungan serta jaminan keamanan kepada korban.
"Ini harus dilakukan demi menjaga marwah dan kualitas pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi. Jangan sampai karena ulah satu oknum, nama baik pendidikan kita tercoreng dan rusak," kata Dr Muhammad Akbar.
Tindak kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi menjadi perhatian serius dari pemerintah. Bahkan, juga telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Pada permen tersebut, pada Bab II tenang upaya pencegahan, pada Pasal 6 ayat satu menyebut upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pembelajaran, penguatan tata kelola dan penguatan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Kemudian di pasal yang sama, pada ayat 3 salah satu poin dalam upaya pencegahan melalui penguatan tata kelola salah satunya dilakukan dengan membentuk satuan tugas.
"Kami minta seluruh perguruan tinggi membentuk Satgas. Ini kami haruskan untuk semakin meminimalkan potensi tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Terutama, yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Dr Muhammad Akbar saat dikonfirmasi dari Palangka Raya, Minggu.
Pembentukan Satgas PPKS tersebut menjadi bentuk komitmen bersama seluruh civitas akademika di perguruan tinggi. Selain itu, juga untuk memastikan pelaksanaan pendidikan di lingkungan setempat terbebas dari berbagai bentuk praktik kekerasan seksual.
Tindak kekerasan seksual saat ini menjadi salah satu ancaman yang nyata di dunia pendidikan, bahkan di lingkungan perguruan tinggi. Adanya rasa malu dari korban dan berbagai bentuk intimidasi oleh pelaku, membuat banyak tindak kekerasan seksual tidak dilaporkan.
Intimidasi tersebut bisa berbentuk ancaman tidak memberikan nilai akhir, tidak meluluskan pada mata kuliah hingga dikeluarkan dari perguruan tinggi. Jika kasus terungkap ke masyarakat, maka pelapor bisa dianggap mencemarkan nama baik.
Akhirnya, keadaan tersebut berdampak pada masih sedikitnya korban kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi yang melaporkan kejadian yang dialami.
Terkait kondisi itu, Dr Muhammad Akbar pun mengakui bahwa di wilayah Kalimantan juga pernah terjadi tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun, khusus untuk wilayah Kalimantan Tengah, pihaknya belum menerima laporan serupa.
"Untuk itu, dibentuknya Satgas ini akan mempersempit oknum-oknum itu untuk melakukan tindak kekerasan seksual, sehingga perilaku tercela yang sangat mencoreng nama baik pendidikan dan institusi dapat dicegah," kata Dr Muhammad Akbar.
Dalam melaksanakan tugas, lanjut dia, Satgas harus fokus pada upaya pencegahan atau antisipasi serta melakukan deteksi ini terhadap potensi tindak kekerasan seksual.
"Maka, anggota satgas juga harus mampu menjalin komunikasi yang baik dan komitmen tinggi serta dapat menyusun program yang efektif untuk memastikan lingkungan kampus terbebas dari kekerasan seksual," katanya.
Bahkan, jika telah terjadi tindakan kekerasan seksual, Satgas juga harus melakukan penanganan secara transparan, adil dan memberikan perlindungan serta jaminan keamanan kepada korban.
"Ini harus dilakukan demi menjaga marwah dan kualitas pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi. Jangan sampai karena ulah satu oknum, nama baik pendidikan kita tercoreng dan rusak," kata Dr Muhammad Akbar.
Tindak kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi menjadi perhatian serius dari pemerintah. Bahkan, juga telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Pada permen tersebut, pada Bab II tenang upaya pencegahan, pada Pasal 6 ayat satu menyebut upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pembelajaran, penguatan tata kelola dan penguatan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Kemudian di pasal yang sama, pada ayat 3 salah satu poin dalam upaya pencegahan melalui penguatan tata kelola salah satunya dilakukan dengan membentuk satuan tugas.