Palangka Raya (ANTARA) - Senator asal Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang menyarankan kepada pemerintah provinsi bersama kabupaten dan masyarakat di wilayah setempat, perlu terlebih dahulu melakukan survei terhadap Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sebelum memproses dan menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Saran tersebut disampaikan Teras Narang menyikapi adanya pertemuan sejumlah masyarakat dengan Pemerintah Provinsi Kalteng, Ketua DAD Kalteng sekaligus anggota DPR RI Agustiar Sabran, dan Wakil Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Rahmat Nasution Hamka di Palangka Raya, Rabu.
"Jika sudah diketahui betul mana lokasi-lokasi yang mempunyai potensi WPR, baru diproses IPR yang diajukan oleh masyarakat Kalteng," kata Teras Narang.
Menurut Gubernur Kalteng periode 2005-2015 itu, selain mengetahui lokasi mana saja potensi yang memiliki potensi, survei juga memperjelas apakah WPR tersebut berada di alokasi penggunaan lain (APL) atau kawasan hutan. Apabila WPR berada di kawasan hutan, maka langkah yang harus terlebih dahulu dilakukan adalah pengajuan izin pinjam pakai Kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dia mengatakan, pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut pun harus didahului adanya rekomendasi dari pemerintah provinsi maupun kabupaten setempat. Dengan begitu, IPR yang telah diterbitkan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten di Kalteng, tidak menjadi bermasalah dan aman melakukan aktivitas di lokasi WPR.
Baca juga: Pusat diminta isi kekosongan aturan terkait pengelolaan plasma sawit
"Saya juga menyarankan kepada masyarakat Kalteng, sebelum mengajukan IPR, alangkah baiknya membentuk Badan Hukum. Jadi, IPR semakin mudah diproses dan cepat diterbitkan," kata Teras Narang.
Meski menyampaikan sejumlah saran, Anggota DPD RI itu tetap mengingatkan perlunya ada kepastian terkait berapa lama waktu yang diperlukan dalam memproses dan menerbitkan IPR, termasuk bagaimana kehidupan masyarakat sebelum perijinan selesai sampai boleh menambang.
"Pertanyaan penting lainnya, bagaimana segala biaya yang dikeluarkan untuk proses perijinan tersebut. Jadi, banyak hal yang harus dicermati dan dipahami terlebih dahulu. Bagaimanapun, perjalanan perijinan tersebut masih cukup panjang," demikian Teras Narang.
Baca juga: Pusat diminta evaluasi penyederhanaan birokrasi dan penghapusan tenaga kontrak
Baca juga: Teras Narang ingatkan penunjukan Pj kepala daerah tidak transaksional
Saran tersebut disampaikan Teras Narang menyikapi adanya pertemuan sejumlah masyarakat dengan Pemerintah Provinsi Kalteng, Ketua DAD Kalteng sekaligus anggota DPR RI Agustiar Sabran, dan Wakil Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Rahmat Nasution Hamka di Palangka Raya, Rabu.
"Jika sudah diketahui betul mana lokasi-lokasi yang mempunyai potensi WPR, baru diproses IPR yang diajukan oleh masyarakat Kalteng," kata Teras Narang.
Menurut Gubernur Kalteng periode 2005-2015 itu, selain mengetahui lokasi mana saja potensi yang memiliki potensi, survei juga memperjelas apakah WPR tersebut berada di alokasi penggunaan lain (APL) atau kawasan hutan. Apabila WPR berada di kawasan hutan, maka langkah yang harus terlebih dahulu dilakukan adalah pengajuan izin pinjam pakai Kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dia mengatakan, pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut pun harus didahului adanya rekomendasi dari pemerintah provinsi maupun kabupaten setempat. Dengan begitu, IPR yang telah diterbitkan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten di Kalteng, tidak menjadi bermasalah dan aman melakukan aktivitas di lokasi WPR.
Baca juga: Pusat diminta isi kekosongan aturan terkait pengelolaan plasma sawit
"Saya juga menyarankan kepada masyarakat Kalteng, sebelum mengajukan IPR, alangkah baiknya membentuk Badan Hukum. Jadi, IPR semakin mudah diproses dan cepat diterbitkan," kata Teras Narang.
Meski menyampaikan sejumlah saran, Anggota DPD RI itu tetap mengingatkan perlunya ada kepastian terkait berapa lama waktu yang diperlukan dalam memproses dan menerbitkan IPR, termasuk bagaimana kehidupan masyarakat sebelum perijinan selesai sampai boleh menambang.
"Pertanyaan penting lainnya, bagaimana segala biaya yang dikeluarkan untuk proses perijinan tersebut. Jadi, banyak hal yang harus dicermati dan dipahami terlebih dahulu. Bagaimanapun, perjalanan perijinan tersebut masih cukup panjang," demikian Teras Narang.
Baca juga: Pusat diminta evaluasi penyederhanaan birokrasi dan penghapusan tenaga kontrak
Baca juga: Teras Narang ingatkan penunjukan Pj kepala daerah tidak transaksional