Ambon (ANTARA) - Ribuan warga Provinsi Maluku dan sekitarnya mengikuti tradisi Mandi Safar di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah yang rutin diadakan setiap Rabu terakhir di bulan Safar.
Ribuan warga baik itu laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun orang muda, serta pendatang dari desa-desa sekitar maupun dari kota Ambon, turut serta dan turun ke Pantai melakukan mandi safar ini, salah satunya di Desa Hitulama, Malteng.
"Ujian itu terjadi di bulan Safar penanggalan Islam. Kita yakin, dengan membersihkan diri di bulan Safar, bisa mendatangkan berkah dan masyarakat serta negeri ini akan terhindar dari bala," kata Raja (Upu) Negeri Hitu, Salhana Pellu, di halaman Rumah Raja Hitulama, Malteng, Rabu (21/9).
Mandi Safar telah menjadi tradisi sejak ratusan tahun silam di sebagian besar daerah di Indonesia yang merupakan negara mayoritas Muslim. Di Maluku, terutama di daerah "jazirah" Leihitu, Mandi Safar tetap digelar setiap tahunnya, bahkan saat pandemi pada puncaknya di tahun 2020 lalu.
“Ini bukan peristiwa yang baru, yang mana mengingatkan kita kepada Rasul saat mendapatkan cobaan atau bala dari Allah SWT berupa wabah hingga kemudian Rasul berhasil dari ujian tersebut. Hal ini membuat kita menyadari bahwa sesungguhnya wabah, ujian, atau malapetaka akan selalu ada,” ujarnya.
Baca juga: Batam catatkan Mandi Safar sebagai warisan budaya tak benda
Baca juga: Ritual mandi safar di Atinggola Gorontalo Utara dipadati pengunjung
Salhana menjelaskan, Mandi Safar di Hitu dilakukan pada setiap hari Rabu minggu terakhir di bulan safar. Sebelum tradisi Husafara digelar, lebih dulu para tokoh agama dan tetua adat melakukan doa syukur di beranda rumah raja.
“Jadi sudah ada air yang disiapkan, mereka akan mendoakan air yang sebelumnya sudah disiapkan di dalam kendi tua. Air ini nantinya digunakan oleh warga untuk membasuh wajah dan anggota tubuh lainnya,” ungkapnya.
Nanti setelah ritual itu dilakukan, barulah raja, tokoh adat serta tokoh agama berjalan menuju pelabuhan Huseka'a Hitulama untuk prosesi doa syukur lebih lanjut.
Ia mengaku, tradisi Mandi Safar di Negeri Hitu dilakukan tanpa ada kegiatan tambahan lainnya, dan tidak akak berubah.
"Jadi tak ada acara meriah. Kita hanya mandi lalu naik. Prinsipnya kita mensucikan diri di bulan Safar," ucapnya.
Mandi safar di Negeri Hitu ini juga turut dimeriahkan dengan membagi-bagi lemet yang dibuat dari singkong, kepada setiap warga pendatang ke Hitulama secara gratis.
Mandi Safar juga berlangsung aman dan damai, meskipun ribuan orang memenuhi ruas jalan dalam Negeri Hitulama dan pelabuhannya.
Ribuan warga baik itu laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun orang muda, serta pendatang dari desa-desa sekitar maupun dari kota Ambon, turut serta dan turun ke Pantai melakukan mandi safar ini, salah satunya di Desa Hitulama, Malteng.
"Ujian itu terjadi di bulan Safar penanggalan Islam. Kita yakin, dengan membersihkan diri di bulan Safar, bisa mendatangkan berkah dan masyarakat serta negeri ini akan terhindar dari bala," kata Raja (Upu) Negeri Hitu, Salhana Pellu, di halaman Rumah Raja Hitulama, Malteng, Rabu (21/9).
Mandi Safar telah menjadi tradisi sejak ratusan tahun silam di sebagian besar daerah di Indonesia yang merupakan negara mayoritas Muslim. Di Maluku, terutama di daerah "jazirah" Leihitu, Mandi Safar tetap digelar setiap tahunnya, bahkan saat pandemi pada puncaknya di tahun 2020 lalu.
“Ini bukan peristiwa yang baru, yang mana mengingatkan kita kepada Rasul saat mendapatkan cobaan atau bala dari Allah SWT berupa wabah hingga kemudian Rasul berhasil dari ujian tersebut. Hal ini membuat kita menyadari bahwa sesungguhnya wabah, ujian, atau malapetaka akan selalu ada,” ujarnya.
Baca juga: Batam catatkan Mandi Safar sebagai warisan budaya tak benda
Baca juga: Ritual mandi safar di Atinggola Gorontalo Utara dipadati pengunjung
Salhana menjelaskan, Mandi Safar di Hitu dilakukan pada setiap hari Rabu minggu terakhir di bulan safar. Sebelum tradisi Husafara digelar, lebih dulu para tokoh agama dan tetua adat melakukan doa syukur di beranda rumah raja.
“Jadi sudah ada air yang disiapkan, mereka akan mendoakan air yang sebelumnya sudah disiapkan di dalam kendi tua. Air ini nantinya digunakan oleh warga untuk membasuh wajah dan anggota tubuh lainnya,” ungkapnya.
Nanti setelah ritual itu dilakukan, barulah raja, tokoh adat serta tokoh agama berjalan menuju pelabuhan Huseka'a Hitulama untuk prosesi doa syukur lebih lanjut.
Ia mengaku, tradisi Mandi Safar di Negeri Hitu dilakukan tanpa ada kegiatan tambahan lainnya, dan tidak akak berubah.
"Jadi tak ada acara meriah. Kita hanya mandi lalu naik. Prinsipnya kita mensucikan diri di bulan Safar," ucapnya.
Mandi safar di Negeri Hitu ini juga turut dimeriahkan dengan membagi-bagi lemet yang dibuat dari singkong, kepada setiap warga pendatang ke Hitulama secara gratis.
Mandi Safar juga berlangsung aman dan damai, meskipun ribuan orang memenuhi ruas jalan dalam Negeri Hitulama dan pelabuhannya.