Jakarta (ANTARA) - Ahli infeksi dan penyakit tropis anak Dr. dr. Novie H. Rampengan, Sp.A(K), DTM&H, MCTM(TP) mengimbau agar orang tua melakukan sejumlah langkah berikut apabila anak tergigit hewan penular rabies.
“Bila anak Anda sudah digigit, jangan panik. Lakukan 3 hal utama yaitu cuci dengan air mengalir, cuci selama 15 menit, dan cuci pakai sabun. Kemudian bawa anak ke dokter untuk mendapatkan perawatan selanjutnya,” kata dokter dari Universitas Sam Ratulangi itu dalam bincang bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara virtual, Jakarta, Selasa.
Novie juga mengimbau agar orang tua memeriksa besaran gigitan dan lokasi gigitan, apakah terletak di bagian tubuh yang memiliki banyak saraf contohnya seperti ujung jari. Ia mengatakan penularan virus rabies di lokasi gigitan pada persarafan menjalar lebih cepat dibandingkan lokasi lain.
Tak berhenti pada langkah tersebut, orang tua juga harus memperhatikan tempat saat anak mendapatkan gigitan, apakah wilayah tersebut masuk dalam endemi rabies seperti Bali dan Sulawesi Utara atau justru bukan wilayah endemi rabies seperti Jakarta.
Jika hewan penular rabies merupakan hewan peliharaan, pastikan status vaksinasinya. Kemudian pastikan pula, apakah hewan tersebut menggigit dengan provokasi atau tanpa provokasi.
“Bila tanpa provokasi, misalnya anjing yang memiliki anak, otomatis dia menggigit kemungkinan bukan agresivitas karena terinfeksi virus rabies, namun dia agresif karena melindungi anaknya,” kata Novie.
Selanjutnya, Bila anak berisiko tinggi terinfeksi rabies, maka anak akan diberikan vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) yang bisa didapat di rumah sakit.
VAR diberikan sebanyak empat kali, yaitu pada hari ke-0 sebanyak dua dosis masing-masing pada lengan kiri dan kanan atau pada paha kiri dan paha kanan khusus untuk anak di bawah satu tahun. Kemudian vaksin diberikan kembali pada hari ketujuh sebanyak satu dosis dan hari ke-21 atau ke-28 sebanyak satu dosis.
Novie mengatakan vaksin akan bekerja secara efektif apabila anak belum bergejala. Namun, jika anak sudah bergejala, kemungkinan 99 persen sudah tidak dapat tertolong. Oleh sebab itu, ia menekankan agar penanganan pasca-gigitan ditangani sesegera mungkin agar tidak terlambat.
Sementara itu untuk SAR disarankan diberikan pada anak secepat mungkin setelah gigitan, paling tidak kurang dari 72 jam. Novie mengatakan anak dengan luka risiko tinggi atau berat memerlukan pemberian SAR.
“Namun jangan khawatir bila SAR agak susah didapatkan. Perbedaannya, serum antirabies (SAR) tambah VAR itu hanya sekitar 80 persen perlindungan, sedangkan dengan VAR saja bisa sampai 70 persen,” kata Novie.
Ia juga menganjurkan agar orang tua memantau dan mengobservasi kondisi hewan yang menggigit jika hewan tersebut merupakan peliharaan rumah selama 7 hingga 10 hari. Apabila masih hidup dalam waktu lebih dari 10 hari, kemungkinan besar hewan tersebut tidak terinfeksi rabies dan seharusnya anak yang digigit akan baik-baik saja.
“Kalau hewan meninggal, tentu mesti ambil kepalanya dan periksa di laboratorium kesehatan untuk cek apakah hewan itu mengandung virus rabies atau tidak, sambil kita melakukan vaksinasi pada anak,” katanya.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, Novie mengimbau agar orang tua tetap memantau kondisi anak-anak, terutama mencegah anak untuk bermain di tempat kotor karena dikhawatirkan dapat menyebabkan infeksi dari bakteri yang lain pada bekas gigitan sehingga memperparah penyakit.
“Tapi kalau perawatan luka yang baik harusnya tidak akan ada masalah yang timbul,” kata Novie.
“Bila anak Anda sudah digigit, jangan panik. Lakukan 3 hal utama yaitu cuci dengan air mengalir, cuci selama 15 menit, dan cuci pakai sabun. Kemudian bawa anak ke dokter untuk mendapatkan perawatan selanjutnya,” kata dokter dari Universitas Sam Ratulangi itu dalam bincang bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara virtual, Jakarta, Selasa.
Novie juga mengimbau agar orang tua memeriksa besaran gigitan dan lokasi gigitan, apakah terletak di bagian tubuh yang memiliki banyak saraf contohnya seperti ujung jari. Ia mengatakan penularan virus rabies di lokasi gigitan pada persarafan menjalar lebih cepat dibandingkan lokasi lain.
Tak berhenti pada langkah tersebut, orang tua juga harus memperhatikan tempat saat anak mendapatkan gigitan, apakah wilayah tersebut masuk dalam endemi rabies seperti Bali dan Sulawesi Utara atau justru bukan wilayah endemi rabies seperti Jakarta.
Jika hewan penular rabies merupakan hewan peliharaan, pastikan status vaksinasinya. Kemudian pastikan pula, apakah hewan tersebut menggigit dengan provokasi atau tanpa provokasi.
“Bila tanpa provokasi, misalnya anjing yang memiliki anak, otomatis dia menggigit kemungkinan bukan agresivitas karena terinfeksi virus rabies, namun dia agresif karena melindungi anaknya,” kata Novie.
Selanjutnya, Bila anak berisiko tinggi terinfeksi rabies, maka anak akan diberikan vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) yang bisa didapat di rumah sakit.
VAR diberikan sebanyak empat kali, yaitu pada hari ke-0 sebanyak dua dosis masing-masing pada lengan kiri dan kanan atau pada paha kiri dan paha kanan khusus untuk anak di bawah satu tahun. Kemudian vaksin diberikan kembali pada hari ketujuh sebanyak satu dosis dan hari ke-21 atau ke-28 sebanyak satu dosis.
Novie mengatakan vaksin akan bekerja secara efektif apabila anak belum bergejala. Namun, jika anak sudah bergejala, kemungkinan 99 persen sudah tidak dapat tertolong. Oleh sebab itu, ia menekankan agar penanganan pasca-gigitan ditangani sesegera mungkin agar tidak terlambat.
Sementara itu untuk SAR disarankan diberikan pada anak secepat mungkin setelah gigitan, paling tidak kurang dari 72 jam. Novie mengatakan anak dengan luka risiko tinggi atau berat memerlukan pemberian SAR.
“Namun jangan khawatir bila SAR agak susah didapatkan. Perbedaannya, serum antirabies (SAR) tambah VAR itu hanya sekitar 80 persen perlindungan, sedangkan dengan VAR saja bisa sampai 70 persen,” kata Novie.
Ia juga menganjurkan agar orang tua memantau dan mengobservasi kondisi hewan yang menggigit jika hewan tersebut merupakan peliharaan rumah selama 7 hingga 10 hari. Apabila masih hidup dalam waktu lebih dari 10 hari, kemungkinan besar hewan tersebut tidak terinfeksi rabies dan seharusnya anak yang digigit akan baik-baik saja.
“Kalau hewan meninggal, tentu mesti ambil kepalanya dan periksa di laboratorium kesehatan untuk cek apakah hewan itu mengandung virus rabies atau tidak, sambil kita melakukan vaksinasi pada anak,” katanya.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, Novie mengimbau agar orang tua tetap memantau kondisi anak-anak, terutama mencegah anak untuk bermain di tempat kotor karena dikhawatirkan dapat menyebabkan infeksi dari bakteri yang lain pada bekas gigitan sehingga memperparah penyakit.
“Tapi kalau perawatan luka yang baik harusnya tidak akan ada masalah yang timbul,” kata Novie.