Jakarta (ANTARA) - Bareskrim Polri menetapkan PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical (SC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan obat sirop tercemar zat kimia berbahaya yang diduga kuat sebagai penyebab kejadian gagal ginjal akut anak di Indonesia.
Penetapan tersangka ini disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
“Yang ditetapkan tersangka itu korporasi (perusahaan),” kata Dedi, dikonfirmasi ANTARA.
Jenderal bintang dua itu menjelaskan kedua perusahaan itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu.
Modus PT Afi Farma yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan "propilen glikol" (PG) yang ternyata mengandung "etilen glikol" (EG) dan "dietilen glikol" (DEG) melebihi ambang batas.
“PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh suplier (pemasok) tanpa dilakukan pengujian dan 'quality control' untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," katanya.
Dari hasil penyidikan, kata Dedi, PT Afi Farma diduga mendapat bahan baku tambahan tersebut dari CV Samudera Chemical (CV SC). Di mana setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM di lokasi CV Samudera Chemical ditemukan sejumlah 42 drum "propilen glicol" yang setelah dilakukan uji laboratorium oleh Puslabfor Polri mengandung EG yang melebihi ambang batas.
Dalam perkara ini penyidik telah mengantongi alat bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka. Penyidik memeriksa 41 orang, di antaranya 31 saksi dan 10 orang saksi ahli.
“Barang bukti yang diamankan, yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi PT A, berbagai dokumen tersebut pesanan pembelian ("purcashing order") dan pengiriman pesanan ("delivery order") PT A, hasil uji laboratorium terhadap sampel obat produksi PT A dan 42 durm PG yang diduga mengandung EG dan DEG yang ditemukan di CV SC,” kata Dedi.
Kedua perusahaan itu, kata Dedi, disangkakan dengan pasal berbeda. PT Afi Farma selaku perusahaan farmasi disangkakan melanggar ketentuan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara untuk CV Samudera Chemical disangkakan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 juncto Pasal 106 juncto Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Adapun rencana tindak lanjut penyidik, yakni melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan pemasok lain PG yang memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT Afi Farma dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan.
"Kemudian melengkapi berkas perkara dan melimpahkan ke JPU," kata Dedi.
Penetapan tersangka ini disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
“Yang ditetapkan tersangka itu korporasi (perusahaan),” kata Dedi, dikonfirmasi ANTARA.
Jenderal bintang dua itu menjelaskan kedua perusahaan itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu.
Modus PT Afi Farma yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan "propilen glikol" (PG) yang ternyata mengandung "etilen glikol" (EG) dan "dietilen glikol" (DEG) melebihi ambang batas.
“PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh suplier (pemasok) tanpa dilakukan pengujian dan 'quality control' untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," katanya.
Dari hasil penyidikan, kata Dedi, PT Afi Farma diduga mendapat bahan baku tambahan tersebut dari CV Samudera Chemical (CV SC). Di mana setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM di lokasi CV Samudera Chemical ditemukan sejumlah 42 drum "propilen glicol" yang setelah dilakukan uji laboratorium oleh Puslabfor Polri mengandung EG yang melebihi ambang batas.
Dalam perkara ini penyidik telah mengantongi alat bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka. Penyidik memeriksa 41 orang, di antaranya 31 saksi dan 10 orang saksi ahli.
“Barang bukti yang diamankan, yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi PT A, berbagai dokumen tersebut pesanan pembelian ("purcashing order") dan pengiriman pesanan ("delivery order") PT A, hasil uji laboratorium terhadap sampel obat produksi PT A dan 42 durm PG yang diduga mengandung EG dan DEG yang ditemukan di CV SC,” kata Dedi.
Kedua perusahaan itu, kata Dedi, disangkakan dengan pasal berbeda. PT Afi Farma selaku perusahaan farmasi disangkakan melanggar ketentuan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara untuk CV Samudera Chemical disangkakan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 juncto Pasal 106 juncto Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Adapun rencana tindak lanjut penyidik, yakni melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan pemasok lain PG yang memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT Afi Farma dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan.
"Kemudian melengkapi berkas perkara dan melimpahkan ke JPU," kata Dedi.