Bulungan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan menyerahkan Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kepada Suku Punan Batu yang bermukim di Gunung Batu Benau di Desa Metun Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.


"Surat Keputusan Pengakuan dan Pelindungan Masyarakat Hukum Adat ini menjadi bagian yang sangat penting," ujar Bupati Bulungan Syarwani di Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltar), Sabtu.

Ia mengingatkan identitas lokal jangan sampai punah meski kemajuan dan peradaban kian berkembang di Bulungan.

Masyarakat Punan Batu bermukim secara nomaden di kawasan hutan Gunung Batu Benau. Mereka mampu berjalan menjelajahi hutan untuk mencari makan sekitar 4-5 kilometer setiap hari. Durasi mereka menetap dari satu tempat ke tempat lain selama rentang waktu satu sampai dua pekan.

Berdasarkan hasil riset Institut Mochtar Riady yang dilakukan mulai tahun 2018, masyarakat Punan Batu memiliki genetik yang berbeda dengan masyarakat lainnya di Pulau Kalimantan. Mereka tercatat sebagai suku pemburu dan peramu terakhir yang masih aktif di Kalimantan.

"Kami ingin merawat dan menjaga kearifan lokal dari suku-suku asli di Kabupaten Bulungan, sehingga lahirlah Surat Keputusan Pengakuan dan Pelindungan Masyarakat Hukum Adat tersebut," kata Syarwani.

Masyarakat Suku Punan Batu menggantungkan hidup mereka dari hutan sebagai tempat bernaung, mencari makan, dan melestarikan tradisi. Kini hanya tersisa sekitar 103 individu saja. Mereka hidup pada kawasan hutan yang semakin terhimpit oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan ladang.

Ruang hidup utama mereka saat ini berada di areal konsesi PT Inhutani I Sambarata, PT ITCI Kiani Hutani (IKANI), dan sebagian area penggunaan lain yang sudah ada izin usaha perkebunan PT Dharma Inti Sawit Lestari.

"Bicara masyarakat hukum adat, tidak hanya bicara tentang hutan, tetapi bicara tentang budaya. Saya berharap Surat Pengakuan dan Pelindungan Masyarakat Hukum Adat ini tidak hanya sekedar menjaga supaya tidak ada perambahan hutan di Bulungan," kata Syarwani.

"Keberadaan hutan sangat berdekatan dengan masyarakat adat yang berada di Suku Punan Batu. Budaya mereka harus kita jaga sebagai bagian dari itu (masyarakat hukum adat)," imbuhnya.

Sejak tahun 2021 Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mulai mendampingi masyarakat Punan Batu. YKAN memfasilitasi masyarakat untuk mendapat pengakuan dan perlindungan sebagai masyarakat hukum adat oleh Pemkab Bulungan.

YKAN memasukkan usulan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kepada Pemkab Bulungan pada Maret 2022. Dua bulan berselang tepatnya pada 25 Mei 2022, pemerintah setempat melakukan validasi dan verifikasi lapangan, serta menggelar lokakarya dalam rangka uji publik terhadap usulan tersebut.


Baca juga: Masyarakat adat Punan Batu dijamin kelangsungan hidupnya

Setahun kemudian pada 13 April 2023 pemerintah menandatangani Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat terhadap Suku Punan Batu.

Surat keputusan itu diserahkan langsung oleh Bupati Bulungan Syarwani kepada masyarakat Suku Punan Batu di Liang Meriam yang berlokasi di kawasan Gunung Gunung Batu Benau, Bulungan, Kalimantan Utara, pada 2 Juni 2023.

Senior Manajer YKAN Niel Makinudin mengatakan pengakuan Masyarakat Hukum Adat menjadi langkah awal untuk kemudian mendorong pengusulan Hutan Batu Benau sebagai hutan adat.

"Legalitas Masyarakat Hukum Adat ini menjadi penting karena menyangkut eksistensi dan masa depan mereka," ujar Niel.

Gunung Batu Benau merupakan gugusan bentuk lahan bebatuan karst yang membentang dari utara ke selatan dengan panjang sekitar 15 kilometer memiliki lebar rata-rata 4 kilometer dengan luas 36 kilometer persegi.

Sebagian besar kawasan karst Gunung Batu Benau terletak di wilayah administratif Kabupaten Bulungan, Kaltara. Sementara sisanya berada di wilayah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Pewarta : Sugiharto Purnama
Uploader : Admin 1
Copyright © ANTARA 2024