Palangka Raya (ANTARA) - Senator asal Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang mengaku, telah melihat dan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi terkait keputusan bahwa sistem Pemilihan Umum (Pemilu)  2024 tetap terbuka.

Terlihat MK memutuskan bukan semata-mata dari sisi kewenangan namun juga tepat dan arif serta bijaksana mempertimbangkan proses pemilu yang sudah berjalan, kata Teras Narang melalui pesan singkat diterima di Palangka Raya, Jumat.

"Saya juga melihat keputusan itu menunjukkan MK tidak ingin adanya kekisruhan bagi penyelenggara, peserta dan pemilih pemilu pada tahun 2024. Jadi, keputusan MK itu patut kita apresiasi dan hormati," ucapnya.

Anggota Komite II DPD RI itu pun berharap kepada penyelenggara, peserta hingga pemilih di Pemilu 2024, bisa mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Dengan begitu, asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat terwujud secara baik, benar dan adil.

Teras Narang mengatakan bahwa dalam mensukseskan penyelenggaraan  Pemilu 2024, memerlukan dukungan dan keterlibatan semua pihak, baik itu penyelenggara, peserta, pemilih hingga aparat keamanan. Untuk itu, sangat tepat bila semua pihak mengambil porsinya masing-masing dan tidak saling meniadakan.

"Bagaimanapun kesuksesan Pemilu 2024 merupakan bukti penting sekaligus menunjukkan bahwa pesta demokrasi di Indonesia terus membaik, dan diapresiasi oleh dunia," demikian mantan Gubernur Kalteng periode 2005-2015 ini.

Sebelumnya seperti yang diberitakan Antara, Pada Kamis (15/6/2023), Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Para Pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.

Dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.

Menurut Mahkamah, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.

"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," kata Saldi Isra.

Pewarta : Jaya Wirawana Manurung
Editor : Muhammad Arif Hidayat
Copyright © ANTARA 2024