Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mendukung penghentian uji emisi karena dianggap tidak memberikan dampak signifikan dalam mengurangi polusi udara.
“Penghentian tilang uji emisi patut dilakukan karena tidak didukung dengan fasilitas atau ruang penyediaan terhadap uji emisi,” kata Warsono yang dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurutnya tilang uji emisi hanya untuk membentuk kepatuhan masyarakat agar menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan. Namun, hal itu perlu didukung dengan fasilitas yang memadai.
Dia menyampaikan bahwa seharusnya ketika Pemda mensyaratkan sesuatu, maka harus menyediakan ruang penyediaan terhadap uji emisi sebanyak mungkin sehingga tingkat kepatuhan masyarakat jadi lebih tinggi dalam menekan polusi udara.
“Dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pengendalian polusi udara, hal tersebut hanya untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat,” katanya.
Baca juga: Pengamat kritisi wacana uji emisi syarat perpanjangan STNK dan denda
Dia juga menyarankan agar adanya migrasi perilaku dari penggunaan kendaraan transportasi pribadi ke umum. Hal ini dapat mencapai dua sasaran yakni meningkatkan kualitas udara serta menjaga kesehatan warga itu sendiri.
Selain itu, dia menyarankan Pj Gubernur DKI Jakarta agar melakukan terobosan permanen dalam menghadapi persoalan polusi udara seperti pembatasan usia maksimal penggunaan kendaraan.
Menurutnya terobosan ini hal biasa namun akan memberikan dampak signifikan dalam mengurai kemacetan dan perbaikan polusi udara di Jakarta
“Karena daya tampung jalan kita udah melebihi kapasitas, antara ruas jalan dan jumlah kendaraan sudah tidak seimbang,” kata Warsono.
Sebelumnya tilang uji emisi untuk kendaraan roda dua maupun roda empat yang tidak lulus uji emisi Jakarta diberlakukan mulai 1 September 2023 namun, pemerintah mengambil kebijakan untuk menghentikan aturan tersebut pada 11 September.
Sependapat dengan Warsono, pemerhati masalah transportasi Budiyanto menilai penghentian tilang pelanggaran uji emisi oleh Polri sudah tepat karena tidak efektif terhadap pengendalian polusi udara.
Baca juga: Tilang uji emisi dinilai jadi solusi jangka pendek atasi polusi udara
“Penyelesaian pencemaran udara harus simultan dari semua sumber-sumber polutan tersebut, jika hanya terfokus pada emisi gas buang kendaraan bermotor semata tidak akan efektif,” kata Budiyanto, yang juga pernah menjabat sebagai Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Budiyanto mengatakan penyebab pencemaran udara bukan saja dari polutan gas kendaraan bermotor tapi dari sumber lain seperti PLTU batubara, konsumsi di rumah tangga, pembakaran limbah dan sebagainya.
Dia menjelaskan alasan kurang efektifnya tilang pelanggaran uji emisi dilihat dari Aspek Yuridis, yakni pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan dengan baik dengan cara represif justice dengan tilang atau represif non justice dengan melakukan teguran kepada pengendara.
Budiyanto menambahkan pengendara diberhentikan untuk tilang emisi gas buang kendaraan bermotor tidak menyalahi aturan, namun tilang masih bisa menggunakan blanko teguran.
Ia juga mengatakan bahwa persyaratan uji emisi untuk persyaratan perpanjangan STNK perlu penyelarasan aturan dan koordinasi teknis antar instansi dan perlu adanya kajian lebih lanjut.
Selain itu ia juga mengatakan polusi udara di Jakarta harus ditangani secara komprehensif dengan dengan mencari sumber-sumber polusi selain kendaraan bermotor.
Menurutnya semua pemangku kepentingan harus ikut bertanggung jawab untuk dapat berkontribusi untuk menurunkan polusi udara.
Sebelumnya tilang uji emisi untuk kendaraan roda dua maupun roda empat yang tidak lulus uji emisi Jakarta diberlakukan mulai 1 September 2023 namun, Polri mengambil kebijakan untuk menghentikan aturan tersebut pada 11 September.
Baca juga: MPM Rent adakan uji emisi gratis di Tangerang
Baca juga: Pemprov DKI perbanyak bengkel uji emisi kendaraan bermotor
Baca juga: Mobil lulus uji emisi dapat potongan biaya parkir di daerah ini
“Penghentian tilang uji emisi patut dilakukan karena tidak didukung dengan fasilitas atau ruang penyediaan terhadap uji emisi,” kata Warsono yang dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurutnya tilang uji emisi hanya untuk membentuk kepatuhan masyarakat agar menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan. Namun, hal itu perlu didukung dengan fasilitas yang memadai.
Dia menyampaikan bahwa seharusnya ketika Pemda mensyaratkan sesuatu, maka harus menyediakan ruang penyediaan terhadap uji emisi sebanyak mungkin sehingga tingkat kepatuhan masyarakat jadi lebih tinggi dalam menekan polusi udara.
“Dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pengendalian polusi udara, hal tersebut hanya untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat,” katanya.
Baca juga: Pengamat kritisi wacana uji emisi syarat perpanjangan STNK dan denda
Dia juga menyarankan agar adanya migrasi perilaku dari penggunaan kendaraan transportasi pribadi ke umum. Hal ini dapat mencapai dua sasaran yakni meningkatkan kualitas udara serta menjaga kesehatan warga itu sendiri.
Selain itu, dia menyarankan Pj Gubernur DKI Jakarta agar melakukan terobosan permanen dalam menghadapi persoalan polusi udara seperti pembatasan usia maksimal penggunaan kendaraan.
Menurutnya terobosan ini hal biasa namun akan memberikan dampak signifikan dalam mengurai kemacetan dan perbaikan polusi udara di Jakarta
“Karena daya tampung jalan kita udah melebihi kapasitas, antara ruas jalan dan jumlah kendaraan sudah tidak seimbang,” kata Warsono.
Sebelumnya tilang uji emisi untuk kendaraan roda dua maupun roda empat yang tidak lulus uji emisi Jakarta diberlakukan mulai 1 September 2023 namun, pemerintah mengambil kebijakan untuk menghentikan aturan tersebut pada 11 September.
Sependapat dengan Warsono, pemerhati masalah transportasi Budiyanto menilai penghentian tilang pelanggaran uji emisi oleh Polri sudah tepat karena tidak efektif terhadap pengendalian polusi udara.
Baca juga: Tilang uji emisi dinilai jadi solusi jangka pendek atasi polusi udara
“Penyelesaian pencemaran udara harus simultan dari semua sumber-sumber polutan tersebut, jika hanya terfokus pada emisi gas buang kendaraan bermotor semata tidak akan efektif,” kata Budiyanto, yang juga pernah menjabat sebagai Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Budiyanto mengatakan penyebab pencemaran udara bukan saja dari polutan gas kendaraan bermotor tapi dari sumber lain seperti PLTU batubara, konsumsi di rumah tangga, pembakaran limbah dan sebagainya.
Dia menjelaskan alasan kurang efektifnya tilang pelanggaran uji emisi dilihat dari Aspek Yuridis, yakni pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan dengan baik dengan cara represif justice dengan tilang atau represif non justice dengan melakukan teguran kepada pengendara.
Budiyanto menambahkan pengendara diberhentikan untuk tilang emisi gas buang kendaraan bermotor tidak menyalahi aturan, namun tilang masih bisa menggunakan blanko teguran.
Ia juga mengatakan bahwa persyaratan uji emisi untuk persyaratan perpanjangan STNK perlu penyelarasan aturan dan koordinasi teknis antar instansi dan perlu adanya kajian lebih lanjut.
Selain itu ia juga mengatakan polusi udara di Jakarta harus ditangani secara komprehensif dengan dengan mencari sumber-sumber polusi selain kendaraan bermotor.
Menurutnya semua pemangku kepentingan harus ikut bertanggung jawab untuk dapat berkontribusi untuk menurunkan polusi udara.
Sebelumnya tilang uji emisi untuk kendaraan roda dua maupun roda empat yang tidak lulus uji emisi Jakarta diberlakukan mulai 1 September 2023 namun, Polri mengambil kebijakan untuk menghentikan aturan tersebut pada 11 September.
Baca juga: MPM Rent adakan uji emisi gratis di Tangerang
Baca juga: Pemprov DKI perbanyak bengkel uji emisi kendaraan bermotor
Baca juga: Mobil lulus uji emisi dapat potongan biaya parkir di daerah ini