Jakarta (ANTARA) - Anak berusia nol sampai delapan tahun rentan terkena gangguan penglihatan seperti mata juling atau mata malam, karena usia di bawah delapan tahun merupakan waktu kritis bagi perkembangan mata anak.
“Fase kritis itu nol hingga delapan tahun, di mana tiga tahun pertama itu adalah fase yang paling kritis. Ketika anak-anak tersebut ada gangguan penglihatan di fase itu, kemudian tidak ditangani dengan baik maka akan mengalami mata malas,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Anak dan Strabismus Indonesia (INAPOSS) DR. dr. Feti Karfiati Memed, SpM(K), MKes dalam sebuah sesi media yang digelar di Jakarta, Sabtu.
Ambliopia atau mata malas adalah suatu kondisi dimana penglihatan anak tidak jelas atau kurang fokus karena adanya gangguan pada perkembangan fungsi penglihatan pada masa pertumbuhan anak.
Feti menuturkan usia nol hingga tiga tahun adalah fase kritis pertumbuhan terutama untuk penglihatan anak, oleh sebab jika mata malas pada anak tidak segera ditangani dengan tepat maka akan menimbulkan gejala yang semakin parah hingga anak mengalami gangguan penglihatan.
Baca juga: Orangtua sebaiknya periksakan mata anak meski tanpa keluhan
Baca juga: Dokter ingatkan orang tua waspadai kebutaan pada anak
Sayangnya tidak semua orang tua memperhatikan kondisi mata anak yang sudah terkena gangguan, seperti besarnya ukuran plus, minum ataupun silindris yang dialami anak, sehingga hal ini memicu terjadinya mata malas dan mata juling pada anak di kemudian hari. Masalahnya kondisi ini tidak memiliki gejala yang terlihat dan biasanya anak tidak akan menceritakan kondisi matanya.
“Penyebab mata juling itu karena adanya kekeruhan pada media, jadi media refraksinya ada keruh dan kalau tidak segera ditangani walaupun dia operasi, pasti tidak akan maksimal hasilnya,” kata dia.
Padahal, bila anak segera mendapatkan penanganan yang tepat, dokter dapat memberikan terapi yaitu dengan menutup satu mata yang dinilai tidak bekerja maksimal, atau menyarankan pemakaian kacamata supaya perlahan juling dapat disembuhkan.
“Jadi mata malas terapinya harus pada masa anak-anak. Ketika tumbuh, kalau telat, itu tidak bisa. Mata malas bisa menyebabkan juling dan juling bisa menyebabkan mata malas. Ini yang perlu diperhatikan,” kata dia.
Sementara itu, Dokter Spesialis Mata Konsultan Strabismus JEC Eyes Hospitals and Clinic Gusti G. Suardana, SpM(K) menyatakan, semakin cepat skrining mata pada anak dilakukan ketika kecil, tata laksana medis dapat segera dijalankan.
Oleh sebab itulah, Gusti mengimbau orang tua untuk tetap memeriksakan anak-anaknya meski tidak menunjukkan adanya keluhan apapun, sehingga ahli medis dapat melihat lebih jelas kalau ada gejala-gejala yang menyimpang.
“Orang yang matanya lurus-lurus saja, bukan berarti matanya normal, bisa jadi ada mata malas. Oleh karena itu, khususnya pada anak, skrining menjadi penting,” katanya.
“Fase kritis itu nol hingga delapan tahun, di mana tiga tahun pertama itu adalah fase yang paling kritis. Ketika anak-anak tersebut ada gangguan penglihatan di fase itu, kemudian tidak ditangani dengan baik maka akan mengalami mata malas,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Anak dan Strabismus Indonesia (INAPOSS) DR. dr. Feti Karfiati Memed, SpM(K), MKes dalam sebuah sesi media yang digelar di Jakarta, Sabtu.
Ambliopia atau mata malas adalah suatu kondisi dimana penglihatan anak tidak jelas atau kurang fokus karena adanya gangguan pada perkembangan fungsi penglihatan pada masa pertumbuhan anak.
Feti menuturkan usia nol hingga tiga tahun adalah fase kritis pertumbuhan terutama untuk penglihatan anak, oleh sebab jika mata malas pada anak tidak segera ditangani dengan tepat maka akan menimbulkan gejala yang semakin parah hingga anak mengalami gangguan penglihatan.
Baca juga: Orangtua sebaiknya periksakan mata anak meski tanpa keluhan
Baca juga: Dokter ingatkan orang tua waspadai kebutaan pada anak
Sayangnya tidak semua orang tua memperhatikan kondisi mata anak yang sudah terkena gangguan, seperti besarnya ukuran plus, minum ataupun silindris yang dialami anak, sehingga hal ini memicu terjadinya mata malas dan mata juling pada anak di kemudian hari. Masalahnya kondisi ini tidak memiliki gejala yang terlihat dan biasanya anak tidak akan menceritakan kondisi matanya.
“Penyebab mata juling itu karena adanya kekeruhan pada media, jadi media refraksinya ada keruh dan kalau tidak segera ditangani walaupun dia operasi, pasti tidak akan maksimal hasilnya,” kata dia.
Padahal, bila anak segera mendapatkan penanganan yang tepat, dokter dapat memberikan terapi yaitu dengan menutup satu mata yang dinilai tidak bekerja maksimal, atau menyarankan pemakaian kacamata supaya perlahan juling dapat disembuhkan.
“Jadi mata malas terapinya harus pada masa anak-anak. Ketika tumbuh, kalau telat, itu tidak bisa. Mata malas bisa menyebabkan juling dan juling bisa menyebabkan mata malas. Ini yang perlu diperhatikan,” kata dia.
Sementara itu, Dokter Spesialis Mata Konsultan Strabismus JEC Eyes Hospitals and Clinic Gusti G. Suardana, SpM(K) menyatakan, semakin cepat skrining mata pada anak dilakukan ketika kecil, tata laksana medis dapat segera dijalankan.
Oleh sebab itulah, Gusti mengimbau orang tua untuk tetap memeriksakan anak-anaknya meski tidak menunjukkan adanya keluhan apapun, sehingga ahli medis dapat melihat lebih jelas kalau ada gejala-gejala yang menyimpang.
“Orang yang matanya lurus-lurus saja, bukan berarti matanya normal, bisa jadi ada mata malas. Oleh karena itu, khususnya pada anak, skrining menjadi penting,” katanya.