Denpasar (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Bali menyita uang tunai sebanyak Rp100 juta hingga CCTV dalam kasus dugaan pungutan liar layanan cepat oleh pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai di Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Jumat, mengatakan selain menyita uang dan Network Video Recorder/NVR-Digital Video Recorder (DVR) Closed Circuit Television (CCTV), penyidik juga menyita satu bundel dokumen terkait standar operasional prosedur, SK Menteri, nota dinas terkait layanan jalur cepat atau fast track di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk mencari fakta lain kasus itu.
Namun demikian, Eka belum dapat menyampaikan apa saja isi dari rekaman CCTV karena harus meminta keterangan dari ahli untuk menjelaskannya.
"Mengenai hasil decoder CCTV yang disita, belum diperiksa oleh ahli. Tentunya hasil pemeriksaan CCTV akan diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahli," katanya.
Sejumlah dokumen lain seperti dokumen proses bisnis visa kunjungan saat kedatangan elektronik atau Visa On Arrival (e- VOA), lima buah handphone, satu buah buku saku pemeriksaan keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai serta dokumen dari tim bagian Program dan Pelaporan Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi (SESDIJENIM) juga telah disita penyidik.
"Semua barang bukti tersebut telah dimintakan penetapan penyitaan kepada Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar," kata Eka.
Eka mengatakan hingga Jumat (17/11) penyidik Pidana Khusus Kejati Bali masih bekerja mengumpulkan alat bukti lain setelah sebelumnya melakukan penahanan terhadap satu orang pejabat imigrasi.
Selain itu, penyidik merampungkan pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya diperiksa dan telah mengirimkan permohonan penetapan penyitaan barang bukti yang telah disita sebelumnya.
"Tidak menutup kemungkinan terdapat barang bukti lain yang akan dilakukan penyitaan dalam perkara ini," ungkap dia.
Eka menjelaskan empat dari lima orang yang telah diamankan Kejati Bali hingga kini masih berstatus sebagai saksi.
Penyidik juga telah membuat surat panggilan kepada beberapa pihak yang terkait dengan layanan fast track tersebut sebagai saksi dan dijadwalkan pemeriksaan pada pekan depan.
"Mengenai siapa saja yang sudah dimintai keterangan akan kami sampaikan belakangan supaya tidak mengganggu jalannya penyidikan," katanya.
Sebelumnya (14/11), Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali menangkap lima orang terkait penyalahgunaan layanan fast track atau jalur cepat keimigrasian. Satu dari lima orang tersebut yakni Haryo Seto yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung.
Menurut keterangan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali Dedy Kurniawan pungutan liar pada layanan fast track itu mencapai Rp100-Rp200 juta per bulannya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Jumat, mengatakan selain menyita uang dan Network Video Recorder/NVR-Digital Video Recorder (DVR) Closed Circuit Television (CCTV), penyidik juga menyita satu bundel dokumen terkait standar operasional prosedur, SK Menteri, nota dinas terkait layanan jalur cepat atau fast track di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk mencari fakta lain kasus itu.
Namun demikian, Eka belum dapat menyampaikan apa saja isi dari rekaman CCTV karena harus meminta keterangan dari ahli untuk menjelaskannya.
"Mengenai hasil decoder CCTV yang disita, belum diperiksa oleh ahli. Tentunya hasil pemeriksaan CCTV akan diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahli," katanya.
Sejumlah dokumen lain seperti dokumen proses bisnis visa kunjungan saat kedatangan elektronik atau Visa On Arrival (e- VOA), lima buah handphone, satu buah buku saku pemeriksaan keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai serta dokumen dari tim bagian Program dan Pelaporan Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi (SESDIJENIM) juga telah disita penyidik.
"Semua barang bukti tersebut telah dimintakan penetapan penyitaan kepada Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar," kata Eka.
Eka mengatakan hingga Jumat (17/11) penyidik Pidana Khusus Kejati Bali masih bekerja mengumpulkan alat bukti lain setelah sebelumnya melakukan penahanan terhadap satu orang pejabat imigrasi.
Selain itu, penyidik merampungkan pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya diperiksa dan telah mengirimkan permohonan penetapan penyitaan barang bukti yang telah disita sebelumnya.
"Tidak menutup kemungkinan terdapat barang bukti lain yang akan dilakukan penyitaan dalam perkara ini," ungkap dia.
Eka menjelaskan empat dari lima orang yang telah diamankan Kejati Bali hingga kini masih berstatus sebagai saksi.
Penyidik juga telah membuat surat panggilan kepada beberapa pihak yang terkait dengan layanan fast track tersebut sebagai saksi dan dijadwalkan pemeriksaan pada pekan depan.
"Mengenai siapa saja yang sudah dimintai keterangan akan kami sampaikan belakangan supaya tidak mengganggu jalannya penyidikan," katanya.
Sebelumnya (14/11), Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali menangkap lima orang terkait penyalahgunaan layanan fast track atau jalur cepat keimigrasian. Satu dari lima orang tersebut yakni Haryo Seto yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung.
Menurut keterangan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali Dedy Kurniawan pungutan liar pada layanan fast track itu mencapai Rp100-Rp200 juta per bulannya.