Palangka Raya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi(Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) menetapkan lima orang pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes) Barito Selatan (Barsel) sebagai tersangka dalam perkara dugaan kasus korupsi Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada 2020-2021.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng Douglas Pamino Nainggolan di Palangka Raya, Jumat, mengatakan lima orang tersebut yakni Bendahara Pengeluaran 2020-2021 berinisial PMI, kemudian MJR selaku Pengelola BOK Kabupaten dan BOK Puskesmas 2020-2021 dan ICD juga selaku Kepala Bidang Kesmas merangkap Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) 2020-2021.
"Selanjutnya tersangka berinisial DKP yang bersangkutan selaku Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Pengguna Anggaran 2020 dan DS sebagai Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Pengguna Anggaran 2021," katanya.
Dia menuturkan, ditetapkannya lima tersangka usai Tim Penyidik Pidsus Kejati Kalteng melaksanakan serangkaian penyidikan dan menemukan dua alat bukti sehingga membuat terang tindak pidana tersebut dan dapat ditetapkan tersangkanya.
Sedangkan untuk modus operandinya dalam perkara tersebut bermula pada 2020 dan 2021 Dinkes Barsel menerima Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK-NF) sebesar Rp32 miliar lebih yang akan dialokasikan untuk program BOK.
Mengenai rinciannya yaitu pada 2020 DAK-NF yang diterima senilai Rp14 miliar lebih yang dipergunakan untuk BOK Puskesmas, BOK Dinkes, BOK Sistem E-Logistik Obat dan BMHP, BOK Stunting, Dukungan Manajemen, Akreditasi Puskesmas, Jampersal, Pengawasan Obat dan Makanan.
"Di 2021, kembali menerima DAK-NF senilai Rp16 miliar lebih yang dipergunakan untuk BOK kabupaten/kota, BOK Puskesmas, BOK Kefarmasian dan Alkes, BOK Stunting, Jaminan Persalinan, Dukungan Akreditasi Puskesmas, Dukungan Akreditasi Laboratorium Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan," katanya.
Selanjutnya, DAK-NF sebesar Rp32 miliar lebih itu yang ada di rekening kas daerah kemudian ditransfer ke rekening Dinkes Barsel. Tetapi di dalam pencairannya terjadi penyimpangan dan ternyata seluruh dana ditransfer ke rekening pribadi sekurangnya milik empat orang.
"Dari empat rekening pribadi itu dibuat seolah-olah digunakan untuk membiayai kegiatan BOK tanpa melalui mekanisme yang sudah berlaku," ucapnya.
Tidak hanya sampai di situ saja, dari hasil penyidikan Tim Kejati Kalteng bahwa dana tersebut juga ditransfer ke empat rekening pribadi kemudian ditransfer lagi ke rekening pribadi lainnya diantaranya yakni ke nomor rekening anak-anaknya dan beberapa saudaranya.
"Setelah masuk dana DAK-NF ke rekening pribadi, itu sudah dianggap milik pribadi pemilik rekening. Itu artinya juga sudah dalam penguasaan si pemilik rekening," beber Douglas.
Douglas menambahkan, tidak menutup kemungkinan besar dana DAK-NF itu juga ditransfer ke rekening pribadi pejabat pemerintah lainnya seperti salah satunya kepala daerah. Untuk mengetahui kepastian tersebut, tentunya menunggu hasil penyelidikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Terkait potensi kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir Rp10 sampai 20 miliar. Untuk memastikan terkait hal tersebut kami juga masih menunggu hasil dari pemeriksaan Inspektorat Kalteng," tegasnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ke lima tersangka yang disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng Douglas Pamino Nainggolan di Palangka Raya, Jumat, mengatakan lima orang tersebut yakni Bendahara Pengeluaran 2020-2021 berinisial PMI, kemudian MJR selaku Pengelola BOK Kabupaten dan BOK Puskesmas 2020-2021 dan ICD juga selaku Kepala Bidang Kesmas merangkap Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) 2020-2021.
"Selanjutnya tersangka berinisial DKP yang bersangkutan selaku Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Pengguna Anggaran 2020 dan DS sebagai Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Pengguna Anggaran 2021," katanya.
Dia menuturkan, ditetapkannya lima tersangka usai Tim Penyidik Pidsus Kejati Kalteng melaksanakan serangkaian penyidikan dan menemukan dua alat bukti sehingga membuat terang tindak pidana tersebut dan dapat ditetapkan tersangkanya.
Sedangkan untuk modus operandinya dalam perkara tersebut bermula pada 2020 dan 2021 Dinkes Barsel menerima Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK-NF) sebesar Rp32 miliar lebih yang akan dialokasikan untuk program BOK.
Mengenai rinciannya yaitu pada 2020 DAK-NF yang diterima senilai Rp14 miliar lebih yang dipergunakan untuk BOK Puskesmas, BOK Dinkes, BOK Sistem E-Logistik Obat dan BMHP, BOK Stunting, Dukungan Manajemen, Akreditasi Puskesmas, Jampersal, Pengawasan Obat dan Makanan.
"Di 2021, kembali menerima DAK-NF senilai Rp16 miliar lebih yang dipergunakan untuk BOK kabupaten/kota, BOK Puskesmas, BOK Kefarmasian dan Alkes, BOK Stunting, Jaminan Persalinan, Dukungan Akreditasi Puskesmas, Dukungan Akreditasi Laboratorium Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan," katanya.
Selanjutnya, DAK-NF sebesar Rp32 miliar lebih itu yang ada di rekening kas daerah kemudian ditransfer ke rekening Dinkes Barsel. Tetapi di dalam pencairannya terjadi penyimpangan dan ternyata seluruh dana ditransfer ke rekening pribadi sekurangnya milik empat orang.
"Dari empat rekening pribadi itu dibuat seolah-olah digunakan untuk membiayai kegiatan BOK tanpa melalui mekanisme yang sudah berlaku," ucapnya.
Tidak hanya sampai di situ saja, dari hasil penyidikan Tim Kejati Kalteng bahwa dana tersebut juga ditransfer ke empat rekening pribadi kemudian ditransfer lagi ke rekening pribadi lainnya diantaranya yakni ke nomor rekening anak-anaknya dan beberapa saudaranya.
"Setelah masuk dana DAK-NF ke rekening pribadi, itu sudah dianggap milik pribadi pemilik rekening. Itu artinya juga sudah dalam penguasaan si pemilik rekening," beber Douglas.
Douglas menambahkan, tidak menutup kemungkinan besar dana DAK-NF itu juga ditransfer ke rekening pribadi pejabat pemerintah lainnya seperti salah satunya kepala daerah. Untuk mengetahui kepastian tersebut, tentunya menunggu hasil penyelidikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Terkait potensi kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir Rp10 sampai 20 miliar. Untuk memastikan terkait hal tersebut kami juga masih menunggu hasil dari pemeriksaan Inspektorat Kalteng," tegasnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ke lima tersangka yang disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.