Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan lebih dari 57 persen satuan pendidikan di Indonesia berisiko terpapar lebih dari satu ancaman bencana.
“Dari data-data yang kita punya setiap terjadi bencana juga berdampak pada dunia pendidikan kita,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Praptono di Jakarta, Selasa.
Di Indonesia sendiri terdapat lebih dari 500 ribu sekolah dengan jumlah peserta didik mencapai lebih dari 60 juta serta pendidik dan tenaga kependidikan sebanyak lebih dari 5 juta yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar di lebih dari 2,5 juta ruang kelas.
Praptono menjelaskan sebanyak 78 persen satuan pendidikan atau atau 413 ribu satuan pendidikan berisiko terkena gempa bumi, 38 persen atau 202 ribu sekolah berisiko banjir, dan 9 persen atau 49 ribu sekolah berisiko tanah longsor.
Tak hanya bencana tersebut, bencana seperti tsunami turut mengancam 1,5 persen atau 8 ribu satuan pendidikan, letusan gunung berapi berisiko mengancam 1,5 persen atau 8 ribu satuan pendidikan, dan banjir bandang berisiko mengancam 3,5 persen atau 17 ribu satuan pendidikan.
Bahkan Praptono menuturkan selama 15 tahun terakhir terdapat 15.356 sekolah rusak akibat bencana serta 49.997 satuan pendidikan terdampak bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan walaupun tidak merusak sarana dan prasarana.
Sementara itu, dampak bencana terhadap satuan pendidikan meliputi banyak aspek mulai dari sarana prasarana sekolah rusak, akses transportasi terputus, warga sekolah mengungsi, perlengkapan penunjang pembelajaran rusak, serta siswa dan orang tua takut kembali belajar di sekolah.
Oleh sebab itu, Praptono mengatakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 berupaya membangun budaya sadar bencana kepada para warga sekolah.
“Fokus kita yaitu bagaimana membangun budaya sadar bencana yang membutuhkan berbagai kolaborasi dengan mitra,” ujarnya.
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pangarso Suryo Utomo menambahkan, penanggulangan dalam konteks satuan pendidikan dapat berbentuk kegiatan berupa analisis risiko bencana, menyusun perencanaan sekolah, serta pendidikan, pelatihan dan gladi.
“Diharapkan sekolah mampu mengenali ancaman dan memprediksi sebelum terjadinya bencana,” kata Pangarso.
“Dari data-data yang kita punya setiap terjadi bencana juga berdampak pada dunia pendidikan kita,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Praptono di Jakarta, Selasa.
Di Indonesia sendiri terdapat lebih dari 500 ribu sekolah dengan jumlah peserta didik mencapai lebih dari 60 juta serta pendidik dan tenaga kependidikan sebanyak lebih dari 5 juta yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar di lebih dari 2,5 juta ruang kelas.
Praptono menjelaskan sebanyak 78 persen satuan pendidikan atau atau 413 ribu satuan pendidikan berisiko terkena gempa bumi, 38 persen atau 202 ribu sekolah berisiko banjir, dan 9 persen atau 49 ribu sekolah berisiko tanah longsor.
Tak hanya bencana tersebut, bencana seperti tsunami turut mengancam 1,5 persen atau 8 ribu satuan pendidikan, letusan gunung berapi berisiko mengancam 1,5 persen atau 8 ribu satuan pendidikan, dan banjir bandang berisiko mengancam 3,5 persen atau 17 ribu satuan pendidikan.
Bahkan Praptono menuturkan selama 15 tahun terakhir terdapat 15.356 sekolah rusak akibat bencana serta 49.997 satuan pendidikan terdampak bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan walaupun tidak merusak sarana dan prasarana.
Sementara itu, dampak bencana terhadap satuan pendidikan meliputi banyak aspek mulai dari sarana prasarana sekolah rusak, akses transportasi terputus, warga sekolah mengungsi, perlengkapan penunjang pembelajaran rusak, serta siswa dan orang tua takut kembali belajar di sekolah.
Oleh sebab itu, Praptono mengatakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 berupaya membangun budaya sadar bencana kepada para warga sekolah.
“Fokus kita yaitu bagaimana membangun budaya sadar bencana yang membutuhkan berbagai kolaborasi dengan mitra,” ujarnya.
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pangarso Suryo Utomo menambahkan, penanggulangan dalam konteks satuan pendidikan dapat berbentuk kegiatan berupa analisis risiko bencana, menyusun perencanaan sekolah, serta pendidikan, pelatihan dan gladi.
“Diharapkan sekolah mampu mengenali ancaman dan memprediksi sebelum terjadinya bencana,” kata Pangarso.