Jakarta (ANTARA) - Crypto Analyst Reku Fahmi Almuttaqin menilai lesunya harga Bitcoin disebabkan beberapa faktor termasuk perubahan outlook suku bunga AS yang semakin memperkuat nilai dolar AS di tengah penurunan suku bunga beberapa bank sentral di kawasan lain seperti Eropa.
Berdasarkan CoinMarketCap pada Jumat pukul 12.00 WIB, harga Bitcoin menyentuh level 64.588 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar (asumsi kurs Rp16.445 per dolar AS). Bitcoin mengalami penurunan harga 3,62 persen dalam sepekan terakhir.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Fahmi mengatakan bahwa sikap The Fed yang tetap konsisten agar perekonomian dapat mencapai target inflasi di level 2 persen membuat situasi suku bunga tinggi saat ini berpotensi terjadi hingga beberapa bulan ke depan.
"Kondisi tersebut membuat dolar AS menjadi instrumen yang relatif menarik untuk menyimpan nilai aset para investor, sehingga investor cenderung memilih instrumen yang relatif lebih aman dan menghasilkan return yang cukup tinggi, dibandingkan aset kripto," kata Fahmi.
Dampak perubahan outlook suku bunga The Fed, pascapertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 12 Juni lalu juga tergambar pada ETF Bitcoin spot yang kemudian membukukan arus keluar (netflow) negatif selama empat hari berturut-turut mulai 13 Juni hingga 18 Juni 2024, setelah sebelumnya sempat membukukan rekor netflow positif beruntun selama 19 hari.
Mengacu data Coinglass, ETF Bitcoin spot mengalami arus keluar relatif signifikan dengan total arus keluar mencapai 878,9 juta dolar AS dalam tujuh hari perdagangan terakhir.
Meski begitu, Fahmi mengatakan bahwa meningkatnya jumlah likuiditas di Amerika Serikat (AS) mengindikasikan potensi aliran dana yang signifikan ke pasar kripto apabila situasi dovish atau tren penurunan suku bunga mulai terjadi.
Di sisi lain, sejumlah aset kripto lainnya atau Altcoin justru mengalami kenaikan di tengah melemahnya Bitcoin. Berdasarkan CoinMarketCap, XRP menghijau 2 persen dalam 24 jam. Selain itu, koin meme Brett (Based) menghijau 4 persen. Kemudian Lido DAO (LDO) juga mengalami kenaikan hingga 3,36 persen.
Adapun menurut indikator CryptoQuant, saat ini di antara Ethereum dan Bitcoin dapat dikatakan sebagai fase awal altseason, di mana Altcoin biasanya akan cenderung menorehkan performa harga yang lebih baik dari Bitcoin.
Fahmi mengatakan, situasi ini menarik untuk dimanfaatkan oleh para investor yang berminat dengan Altcoin untuk berinvestasi di aset kripto potensial selain Bitcoin.
Namun sebelum memilih Altcoin, imbuh dia, investor juga perlu melihat dari kekuatan inovasi dan teknologinya, apakah Altcoin tersebut membawa nilai baru yang unik yang mungkin akan diapresiasi oleh para investor aset kripto.
"Selain itu, perlu juga diperhatikan nilai merk atau popularitas serta seberapa besar komunitas dari aset kripto tersebut. Hal ini penting karena akan memengaruhi kekuatan pasar baik dari token maupun produk yang dikembangkan," kata Fahmi.
Berdasarkan CoinMarketCap pada Jumat pukul 12.00 WIB, harga Bitcoin menyentuh level 64.588 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar (asumsi kurs Rp16.445 per dolar AS). Bitcoin mengalami penurunan harga 3,62 persen dalam sepekan terakhir.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Fahmi mengatakan bahwa sikap The Fed yang tetap konsisten agar perekonomian dapat mencapai target inflasi di level 2 persen membuat situasi suku bunga tinggi saat ini berpotensi terjadi hingga beberapa bulan ke depan.
"Kondisi tersebut membuat dolar AS menjadi instrumen yang relatif menarik untuk menyimpan nilai aset para investor, sehingga investor cenderung memilih instrumen yang relatif lebih aman dan menghasilkan return yang cukup tinggi, dibandingkan aset kripto," kata Fahmi.
Dampak perubahan outlook suku bunga The Fed, pascapertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 12 Juni lalu juga tergambar pada ETF Bitcoin spot yang kemudian membukukan arus keluar (netflow) negatif selama empat hari berturut-turut mulai 13 Juni hingga 18 Juni 2024, setelah sebelumnya sempat membukukan rekor netflow positif beruntun selama 19 hari.
Mengacu data Coinglass, ETF Bitcoin spot mengalami arus keluar relatif signifikan dengan total arus keluar mencapai 878,9 juta dolar AS dalam tujuh hari perdagangan terakhir.
Meski begitu, Fahmi mengatakan bahwa meningkatnya jumlah likuiditas di Amerika Serikat (AS) mengindikasikan potensi aliran dana yang signifikan ke pasar kripto apabila situasi dovish atau tren penurunan suku bunga mulai terjadi.
Di sisi lain, sejumlah aset kripto lainnya atau Altcoin justru mengalami kenaikan di tengah melemahnya Bitcoin. Berdasarkan CoinMarketCap, XRP menghijau 2 persen dalam 24 jam. Selain itu, koin meme Brett (Based) menghijau 4 persen. Kemudian Lido DAO (LDO) juga mengalami kenaikan hingga 3,36 persen.
Adapun menurut indikator CryptoQuant, saat ini di antara Ethereum dan Bitcoin dapat dikatakan sebagai fase awal altseason, di mana Altcoin biasanya akan cenderung menorehkan performa harga yang lebih baik dari Bitcoin.
Fahmi mengatakan, situasi ini menarik untuk dimanfaatkan oleh para investor yang berminat dengan Altcoin untuk berinvestasi di aset kripto potensial selain Bitcoin.
Namun sebelum memilih Altcoin, imbuh dia, investor juga perlu melihat dari kekuatan inovasi dan teknologinya, apakah Altcoin tersebut membawa nilai baru yang unik yang mungkin akan diapresiasi oleh para investor aset kripto.
"Selain itu, perlu juga diperhatikan nilai merk atau popularitas serta seberapa besar komunitas dari aset kripto tersebut. Hal ini penting karena akan memengaruhi kekuatan pasar baik dari token maupun produk yang dikembangkan," kata Fahmi.