Palangka Raya (ANTARA) - Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR) melalui tim penelitinya yang diketuai  M Fatchurahman bersama anggota A’am Rifaldi Khunaifi, Arif Supriyadi, dan Ilham, serta melibatkan tim mahasiswa Nadila Juni Yantiy, Rafli Gustommy Pratama, Yosef Agang, dan Arbayanti, melaksanakan penelitian berbasis teknologi Virtual Reality (VR) yang berfokus pada pencegahan bullying verbal Code Mixing dengan pendekatan kultural Dayak.

*Penelitian ini memperoleh dukungan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi," kata Fatchurahman di Palangka Raya, Senin.

Melalui skema Hibah Penelitian Fundamental Reguler, serta didampingi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dalam aspek administratif dan koordinasi penelitian.

Dia menerangkan, kegiatan penelitian diawali dengan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan guru Bimbingan dan Konseling tingkat SMP dan SMA di Kota Palangka Raya.

"Diskusi ini menggali pengalaman lapangan para pendidik mengenai fenomena perundungan verbal yang sering kali diwujudkan dalam bentuk campur kode bahasa (Code Mixing)," katanya 

Para guru menekankan bahwa perundungan verbal bukan hanya berdampak pada aspek psikologis siswa, tetapi juga berpotensi mengikis identitas budaya lokal.

"Oleh karena itu, integrasi nilai-nilai budaya Dayak dalam desain intervensi menjadi penting agar pencegahan tidak sekadar teknis, tetapi juga memiliki relevansi kontekstual," katanya.

Sebagai langkah lanjutan, tim peneliti melakukan uji keterbacaan Skala perundungan (Bullying) Verbal Code Mixing (SBVCM) di SMP Muhammadiyah Palangkaraya.

Instrumen ini dikembangkan untuk mengidentifikasi variasi ekspresi perundungan verbal yang khas di lingkungan sekolah, khususnya yang mengandung unsur campur kode bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Fatchurahman mengatakan, validasi instrumen ini menjadi fondasi penting dalam merancang intervensi VR yang akurat, karena pemetaan bentuk perundungan harus mencerminkan realitas sosial-budaya siswa.

"Inovasi penggunaan Virtual Reality dalam konteks ini dipandang sebagai pendekatan pedagogis yang transformatif. Dengan memanfaatkan teknologi imersif, siswa dapat masuk ke dalam simulasi interaktif yang menggambarkan situasi perundungan secara nyata," katanya.

Menurut dia, seluruh pihak tidak hanya berperan sebagai pengamat, tetapi juga mengalami secara langsung konsekuensi psikososial dari tindakan perundungan, baik sebagai korban maupun pelaku. Model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) ini diharapkan lebih efektif dibandingkan metode konvensional, karena mampu menumbuhkan kesadaran kritis, empati, dan refleksi diri pada remaja.

Dia menambahkan, lebih jauh lagi, penelitian ini tidak hanya bertujuan mengurangi kasus perundungan verbal, tetapi juga berperan dalam melestarikan identitas kultural remaja Dayak.

*Dengan memasukkan elemen lokal ke dalam skenario VR, siswa diajak memahami bahwa bahasa dan budaya bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan bagian dari identitas yang harus dihargai dan dijaga," katanya.

Menurut dia, pendekatan ini sejalan dengan misi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang menekankan integrasi teknologi modern dengan nilai budaya.

*Pada akhirnya, penelitian ini menegaskan bahwa teknologi VR dapat menjadi sarana intervensi yang holistik tidak hanya menangani aspek psikologis terkait bullying, tetapi juga memperkuat daya tahan budaya di tengah arus globalisasi," katanya.

Hasil penelitian diharapkan menjadi kontribusi akademik sekaligus praktis bagi pengembangan strategi pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia, khususnya dalam konteks multikultural.


Pewarta : Rendhik Andika
Uploader : Admin 1
Copyright © ANTARA 2025