Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil kembali Direktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Ghotama Airlangga (GTM) setelah terakhir kali dipanggil pada 5 November 2025.
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama GTM selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Jumat.
Selain Direktur Kemenkes itu, Budi mengatakan KPK juga memanggil tiga saksi lainnya, yakni RMD selaku Ketua Tim Kerja Fasyankes Rujukan Kemenkes, BBN selaku Direktur PT Pilar Cadas Putra, dan CYD selaku Komisaris Pt Rancang Bangun Mandiri.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Lima tersangka tersebut adalah Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029 Abdul Azis (ABZ), penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim (ALH), pejabat pembuat komitmen proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur Ageng Dermanto (AGD), serta dua pegawai PT Pilar Cadas Putra atas nama Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).
Pada 6 November 2025, KPK mengumumkan tiga tersangka baru dalam kasus tersebut. Namun, identitasnya belum dapat diumumkan kepada publik.
Pada 24 November 2025, KPK mengumumkan identitas tiga tersangka tersebut, dan langsung menahannya. Mereka adalah aparatur sipil negara di Badan Pendapatan Daerah Sultra Yasin (YSN), Ketua Tim Kerja Sarana Prasarana Alat Laboratorium Kesehatan Masyarakat Kemenkes Hendrik Permana (HP), serta Direktur Utama PT Griksa Cipta Aswin Griksa (AGR).
Adapun kasus dugaan korupsi terkait pembangunan RSUD di Kolaka Timur merupakan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D menjadi Kelas C dengan sumber anggaran berasal dari dana alokasi khusus (DAK).
Proyek tersebut menjadi bagian dari program Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kualitas 32 RSUD.
Untuk program tersebut, Kemenkes pada tahun 2025 mengalokasikan dana sebanyak Rp4,5 triliun.