Jakarta (ANTARA
News) - Trik sulap dan menjawab pertanyaan dengan benar menjadi bagian
dari cara menjadi Sinterklas di Jepang, setidaknya demikian yang
diajarkan Santa Claus Academy di Tokyo yang melatih para siswa meniru
St. Nicholas.
Akhir pekan ini, sebanyak 88 calon Sinterklas berkumpul di Distrik Roppongi, Tokyo, untuk mengikuti kursus singkat tentang bagaimana berperilaku sebagai "Santa-san," sebutan untuk kakek berjenggot putih dengan kostum merah itu di Jepang.
"Banyak anak yang sudah tidak percaya Sinterklas lagi. Jadi saya berkata kepada diri saya sendiri, 'mari menghadirkan Sinterklas kembali'," kata Masaki Azuma, sang kepala sekolah, kepada Reuters.
Azuma memulai sesi pagi hari dengan menanamkan pola pikir menjadi Sinterklas kepada murid-muridnya, seperti tidak membalas apapun kecuali yang ditujukan kepada "Santa-san".
Dia kemudian mengajarkan trik-trik sulap yang dia sebut sebagai pemecah kebekuan yang bagus untuk murid-murid yang pemalu.
Sisa waktu pelatihan digunakan untuk melatih para siswa menjawab beberapa pertanyaan sulit yang kerap diajukan anak-anak seperti "Aku tidak punya cerobong asap di rumah dan ada alarm pengaman juga, jadi bagaimana kau bisa mengantar kado ke rumahku?"
Jawaban akademi menjawab untuk pertanyaan itu adalah bahwa Sinterklas bekerja mengantar kado jadi ia pasti akan menemukan cara untuk melakukannya, dan tentu saja sistem pengamanan rumah pasti mengenali Sinterklas dan membiarkannya masuk.
Setelah pelatihan, para siswa yang mengenakan kostum Sinterklas berkeliling di jalanan sibuk Distrik Ometesando, melakukan high fives dengan orang-orang yang sedang berbelanja dan sekali-kali berfoto bersama.
"Kami tidak hanya menarik perhatian, kami juga bisa berinteraksi dan bersenang-senang," kata Kazuko Iida, relawan yang mengunjungi taman kanak-kanak dan panti jompo selama musim Natal.
Azuma, yang usianya hampir 70 tahun, bertekad melanjutkan sekolah yang dia anggap punya peran penting itu.
"Bahkan setelah waktu berlalu dan zaman berubah, Sinterklas adalah tokoh yang harus hidup di lubuk hati setiap orang," katanya.
Akhir pekan ini, sebanyak 88 calon Sinterklas berkumpul di Distrik Roppongi, Tokyo, untuk mengikuti kursus singkat tentang bagaimana berperilaku sebagai "Santa-san," sebutan untuk kakek berjenggot putih dengan kostum merah itu di Jepang.
"Banyak anak yang sudah tidak percaya Sinterklas lagi. Jadi saya berkata kepada diri saya sendiri, 'mari menghadirkan Sinterklas kembali'," kata Masaki Azuma, sang kepala sekolah, kepada Reuters.
Azuma memulai sesi pagi hari dengan menanamkan pola pikir menjadi Sinterklas kepada murid-muridnya, seperti tidak membalas apapun kecuali yang ditujukan kepada "Santa-san".
Dia kemudian mengajarkan trik-trik sulap yang dia sebut sebagai pemecah kebekuan yang bagus untuk murid-murid yang pemalu.
Sisa waktu pelatihan digunakan untuk melatih para siswa menjawab beberapa pertanyaan sulit yang kerap diajukan anak-anak seperti "Aku tidak punya cerobong asap di rumah dan ada alarm pengaman juga, jadi bagaimana kau bisa mengantar kado ke rumahku?"
Jawaban akademi menjawab untuk pertanyaan itu adalah bahwa Sinterklas bekerja mengantar kado jadi ia pasti akan menemukan cara untuk melakukannya, dan tentu saja sistem pengamanan rumah pasti mengenali Sinterklas dan membiarkannya masuk.
Setelah pelatihan, para siswa yang mengenakan kostum Sinterklas berkeliling di jalanan sibuk Distrik Ometesando, melakukan high fives dengan orang-orang yang sedang berbelanja dan sekali-kali berfoto bersama.
"Kami tidak hanya menarik perhatian, kami juga bisa berinteraksi dan bersenang-senang," kata Kazuko Iida, relawan yang mengunjungi taman kanak-kanak dan panti jompo selama musim Natal.
Azuma, yang usianya hampir 70 tahun, bertekad melanjutkan sekolah yang dia anggap punya peran penting itu.
"Bahkan setelah waktu berlalu dan zaman berubah, Sinterklas adalah tokoh yang harus hidup di lubuk hati setiap orang," katanya.