Jakarta (ANTARA
News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka
terkait kasus dugaan penerimaan hadiah pembangunan Pusat Pendidikan,
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) dan proyek lainnya.
"Berdasarkan hasil gelar perkara, termasuk hari ini mengenai penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang serta proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU sebagai tersangka," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Proyek-proyek lain yang pernah disangkutkan dengan Anas Urbaningrum berdasarkan keterangan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin adalah dua proyek pembangkit listrik senilai Rp2,2 triliun di Kalimantan dan di Riau.
Proyek di Kalimantan dimenangkan oleh PT Adhi Karya, sementara yang di Riau akan dikerjakan PT Rekayasa Industri.
Proyek lain adalah pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibiayai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008 dengan tersangka Neneng Sri Wahyuni yang mengaku bahwa Anas Urbaningrum sebagai orang yang lebih tahu tentang proyek itu.
"Pemegang saham mayoritas pada PT Anugerah Nusantara yang benar adalah Anas Urbaningrum," kata Neneng yang merupakan istri M. Nazaruddin.
Pemilik PT Anugerah Nusantara, menurut Neneng adalah Anas, Saan Mustopa, dan Nazaruddin sedangkan pengurus yang terlibat proyek PLTS adalah Anas, Saan, Mindo Rosalina Manulang, Yulianis, dan Marisi Matondang.
Namun Johan Budi menolak untuk menjelaskan proyek apa saja yang terkait Anas.
Johan hanya mengungkapkan bahwa Anas disangkakan pasal mengenai penerimaan atau janji kepada penyelenggara negara berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 huruf a adalah mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; sedangkan pasal 12 huruf b menyebutkan hadiah tersebut sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
Sedangkan pasal 11 adalah penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50 juta sampai Rp250 juta, katanya. (D017/Z002)
"Berdasarkan hasil gelar perkara, termasuk hari ini mengenai penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang serta proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU sebagai tersangka," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Proyek-proyek lain yang pernah disangkutkan dengan Anas Urbaningrum berdasarkan keterangan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin adalah dua proyek pembangkit listrik senilai Rp2,2 triliun di Kalimantan dan di Riau.
Proyek di Kalimantan dimenangkan oleh PT Adhi Karya, sementara yang di Riau akan dikerjakan PT Rekayasa Industri.
Proyek lain adalah pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibiayai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008 dengan tersangka Neneng Sri Wahyuni yang mengaku bahwa Anas Urbaningrum sebagai orang yang lebih tahu tentang proyek itu.
"Pemegang saham mayoritas pada PT Anugerah Nusantara yang benar adalah Anas Urbaningrum," kata Neneng yang merupakan istri M. Nazaruddin.
Pemilik PT Anugerah Nusantara, menurut Neneng adalah Anas, Saan Mustopa, dan Nazaruddin sedangkan pengurus yang terlibat proyek PLTS adalah Anas, Saan, Mindo Rosalina Manulang, Yulianis, dan Marisi Matondang.
Namun Johan Budi menolak untuk menjelaskan proyek apa saja yang terkait Anas.
Johan hanya mengungkapkan bahwa Anas disangkakan pasal mengenai penerimaan atau janji kepada penyelenggara negara berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 huruf a adalah mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; sedangkan pasal 12 huruf b menyebutkan hadiah tersebut sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
Sedangkan pasal 11 adalah penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50 juta sampai Rp250 juta, katanya. (D017/Z002)