Islamabad (ANTARA
News) - Polisi Pakistan hari Kamis menyatakan telah menangkap seorang
tersangka dalang serangan yang menewaskan 10 warga asing pada Juni di
sebuah kamp wisata di kawasan Pegunungan Hilamalaya.
Serangan pada 22 Juni itu merupakan yang paling mematikan terhadap warga asing di negara berkekuatan nuklir itu selama satu dasawarsa dan diklaim oleh sebuah kelompok baru dari gerakan Taliban Pakistan, lapor AFP.
Polisi di daerah utara, Diamer, di wilyah Gilgit-Baltistan mengatakan, mereka menangkap seorang tersangka atas tuduhan merencanakan serangan itu dan seorang kaki-tangannya yang membantunya membunuh tiga aparat penyelidik.
"Para tersangka itu membunuh kepala kepolisian Diamer dan dua perwira militer yang menyelidiki insiden Nanga Parbat," kata Mohammad Naveed, seorang pejabat kepolisian senior di Diamer, kepada AFP melalui telepon.
Ketiga perwira itu ditembak mati bulan lalu.
"Salah satu tersangka, Qareeb Ullah, adalah seorang anggota gerakan Taliban Pakistan dan ia terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembunuhan para wisatawan di kamp Nanga Parbat," katanya.
Para penyerang yang memakai seragam polisi menyerbu kamp itu di kaki puncak tertinggi kedua Pakistan, Nanga Parbat.
Korban-korban serangan itu diidentifikasi sebagai satu orang AS yang juga memiliki kewarganegaraan China, tiga orang Ukraina, dua warga China, dua orang Slovakia, satu orang Lithuania dan satu warga Nepal. Seorang pemandu wisata Pakistan juga tewas.
Taliban menyatakan, mereka membentuk sebuah kelompok baru, Junood ul-Hifsa, untuk membunuh warga asing guna membalas serangan pesawat tak berawak AS terhadap gerilyawan Taliban dan Al Qaida di Pakistan baratlaut.
Pakistan dilanda serangan-serangan bom bunuh diri dan penembakan yang menewaskan lebih dari 5.200 orang sejak pasukan pemerintah menyerbu sebuah masjid yang menjadi tempat persembunyian militan di Islamabad pada Juli 2007.
Kekerasan sektarian meningkat sejak gerilyawan Sunni memperdalam hubungan dengan militan Al Qaida dan Taliban setelah Pakistan bergabung dalam operasi pimpinan AS untuk menumpas militansi setelah serangan-serangan 11 September 2001 di AS.
Pakistan juga mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.
Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaida di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.
Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.
Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.
Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.
Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Serangan pada 22 Juni itu merupakan yang paling mematikan terhadap warga asing di negara berkekuatan nuklir itu selama satu dasawarsa dan diklaim oleh sebuah kelompok baru dari gerakan Taliban Pakistan, lapor AFP.
Polisi di daerah utara, Diamer, di wilyah Gilgit-Baltistan mengatakan, mereka menangkap seorang tersangka atas tuduhan merencanakan serangan itu dan seorang kaki-tangannya yang membantunya membunuh tiga aparat penyelidik.
"Para tersangka itu membunuh kepala kepolisian Diamer dan dua perwira militer yang menyelidiki insiden Nanga Parbat," kata Mohammad Naveed, seorang pejabat kepolisian senior di Diamer, kepada AFP melalui telepon.
Ketiga perwira itu ditembak mati bulan lalu.
"Salah satu tersangka, Qareeb Ullah, adalah seorang anggota gerakan Taliban Pakistan dan ia terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembunuhan para wisatawan di kamp Nanga Parbat," katanya.
Para penyerang yang memakai seragam polisi menyerbu kamp itu di kaki puncak tertinggi kedua Pakistan, Nanga Parbat.
Korban-korban serangan itu diidentifikasi sebagai satu orang AS yang juga memiliki kewarganegaraan China, tiga orang Ukraina, dua warga China, dua orang Slovakia, satu orang Lithuania dan satu warga Nepal. Seorang pemandu wisata Pakistan juga tewas.
Taliban menyatakan, mereka membentuk sebuah kelompok baru, Junood ul-Hifsa, untuk membunuh warga asing guna membalas serangan pesawat tak berawak AS terhadap gerilyawan Taliban dan Al Qaida di Pakistan baratlaut.
Pakistan dilanda serangan-serangan bom bunuh diri dan penembakan yang menewaskan lebih dari 5.200 orang sejak pasukan pemerintah menyerbu sebuah masjid yang menjadi tempat persembunyian militan di Islamabad pada Juli 2007.
Kekerasan sektarian meningkat sejak gerilyawan Sunni memperdalam hubungan dengan militan Al Qaida dan Taliban setelah Pakistan bergabung dalam operasi pimpinan AS untuk menumpas militansi setelah serangan-serangan 11 September 2001 di AS.
Pakistan juga mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.
Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaida di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.
Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.
Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.
Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.
Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011.
Penerjemah: Memet Suratmadi