Muara Teweh (Antara Kalteng) - Realisasi penerimaan dana perimbangan dari royalti dan penyewaan lahan tambang batu bara (landrent) di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah pada 2013 sebesar Rp55,1 miliar atau naik dibanding 2012 sebesar Rp41,4 miliar.

"Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat," kata Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barito Utara (Barut), Rini Hastuti di Muara Teweh, Rabu.

Penerimaan tersebut merupakan hasil pembayaran kewajiban sejumlah investor tambang batu bara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan kuasa pertambangan (KP) atau izin usaha pertambangan (IUP) di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini.

Penerimaan periode Januari-Desember 2013 untuk royalti (iuran hasil penjualan batu bara), dengan realisasi sebesar Rp47,8 miliar atau 108,07 persen dari target setelah perubahan Rp44,3 miliar.

Sedangkan landrent (iuran tetap bagi investor yang memasuki tahap eksplorasi dan ekspolitasi) Rp7,2 miliar atau 173,18 persen dari rencana Rp4,1 miliar.

"Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu untuk kabupaten sekitar 32 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu," katanya.

Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara, Suriawan Prihandi, mengatakan saat ini jumlah investor tambang batu bara yang sudah memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi di daerah ini masing-masing puluhan perusahaan.

Penjualan tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten pedalaman Sungai Barito itu pada tahun 2013 mencapai 5.053.298,98 metrik ton meningkat dibanding tahun lalu sekitar 3.919.385,99 ton

"Lebih dari lima juta ton batu bara ini merupakan produksi sekitar sepuluh investor pemegang izin IUP," katanya.

Suriawan menyebutkan produksi batu bara di kabupaten pedalaman Kalteng itu masih mengalami kendala angkutan karena selama ini masih mengandalkan transportasi Sungai Barito.

Angkutan tambang batu bara sering terhenti akibat kedalaman Sungai Barito yang menurun hingga tidak bisa dilayari tongkang dan kapal besar.

Selain itu kalau debit air naik atau di atas normal, kapal tidak bisa melewati jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh karena bisa tersangkut.

"Kendala alam ini membuat angkutan tambang batu bara melalui Sungai Barito tidak maksimal. Selain kendala alam, belum maksimalnya produksi batu bara sejumlah investor juga terjadi akibat perizinan," jelas dia.



(T.K009/B/B008/B008)

Pewarta :
Editor : Ronny
Copyright © ANTARA 2024