Mayoritas Warga Jepang Tidak Merasakan Manfaat "Abenomics"

Senin, 27 Januari 2014 17:19 WIB

Tokyo (ANTARA News) - Hampir tiga perempat warga Jepang mengaku tidak merasakan manfaat dari kebijakan ekonomi yang diterapkan Perdana Menteri Shinzo Abe yang disebut "Abenomics", meskipun ada pengakuan global terhadap proyek ekonomi yang dijalankan Abe, kata laporan hasil survei di Jepang pada Senin.

Sebuah survei yang dilakukan pada akhir pekan oleh Kyodo News menunjukkan bahwa 73 persen responden tidak merasa mendapatkan manfaat dari paket kebijakan ekonomi Abe, yang telah membuat nilai tukar yen "jatuh terjun" dan pasar saham melonjak.

Hanya 25 persen responden dalam survei tersebut mengatakan mereka merasakan manfaat dari program ekonomi PM Abe yang melibatkan pengeluaran stimulus dan pelonggaran moneter besar-besaran, yang dirancang untuk mengakhiri stagnasi selama lebih dari 15 tahun dalam perekonomian Jepang, dan itu merupakan stagnasi ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Hasil survei itu tampaknya membuktikan bahwa pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintahan PM Abe sejauh ini "agak timpang", dan hanya berdampak kecil bagi mayoritas penduduk Jepang, yang pada umumnya tidak memiliki saham.

Hasil temuan survei tersebut akan menjadi suatu pukulan bagi Abe, yang pekan lalu menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos dan mengatakan bahwa kondisi ekonomi Jepang yang sudah lama terpuruk sedang diperbaiki di bawah pengawasannya.

"Ekonomi Jepang sekarang ini sedang dalam tahap membebaskan diri dari deflasi kronis. Musim semi ini, upah di Jepang akan meningkat. Pemberian upah lebih tinggi, yang sempat lama tertunda, akan menyebabkan konsumsi yang lebih besar," kata Abe dalam pidatonya pada Forum Ekonomi Dunia.

Namun, temuan survei Kyodo News itu menunjukkan bahwa 66 persen responden tidak yakin gaji mereka akan "membengkak" (naik), sedangkan 28 persen responden lainnya meyakini akan ada peningkatan pendapatan yang cukup besar.

Berita buruk dari hasil survei itu adalah, hampir 70 persen responden mengatakan mereka sedang mempertimbangkan untuk membatasi pengeluaran, khususnya saat terjadi kenaikan pajak penjualan dari lima persen menjadi delapan persen pada bulan April.

Sementara itu, dua pertiga dari responden mengatakan mereka menentang kenaikan pajak penjualan lebih lanjut yang diusulkan menjadi 10 persen, di mana pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan kenaikan itu pada Oktober 2015.

Para pengamat ekonomi mengatakan kemajuan ekonomi yang muncul kembali di Jepang, di mana harga mulai naik pada tingkat tercepat selama bertahun-tahun, bisa padam dengan kenaikan pajak penjualan. Apalagi, bila kenaikan pajak penjualan itu dibebankan pada belanja konsumen.

Survei oleh Kyodo News itu dilakukan melalui telepon terhadap 1.421 rumah tangga yang dianggap memenuhi syarat, dan 1.016 responden dari jumlah tersebut merespon, demikian seperti dilaporkan AFP.

(Y012)


Pewarta :
Editor : Ronny
Copyright © ANTARA 2024

Terkait

Prabowo bertemu PM Luxon bahas perdagangan hingga inovasi

20 jam lalu

Menteri Hukum lantik 11 pimpinan baru dukung Asta Cita

15 November 2024 17:22 Wib

Hunian tetap korban bencana Lewotobi gunakan teknologi tahan gempa

13 November 2024 16:34 Wib

Meutya Hafid: Prabowo pesan institusi tidak boleh "backing" oknum judi online

06 November 2024 21:04 Wib

Penghapusan utang hanya bagi UMKM yang tak mampu bayar

06 November 2024 15:13 Wib
Terpopuler

Hendra-Budiman perkuat tim kemenangan hadapi Pilkada 2024

Kabar Daerah - 10 November 2024 16:37 Wib

Liverpool perlebar jarak dengan City di klasemen Liga Inggris

Olahraga - 11 November 2024 19:55 Wib

Pemkab Bartim bantu atasi masalah pelaku UMKM di Kecamatan Awang

Kabar Daerah - 12 November 2024 15:04 Wib

Timnas MLBB putra Indonesia menang atas Guam di IESF WEC 2024

Olahraga - 13 November 2024 8:39 Wib

Rodri mulai membaik, ingin tetap tampil musim ini

Olahraga - 13 November 2024 20:41 Wib