Tripoli (ANTARA
News) - Seorang prajurit dan seorang warga sipil tewas selama bentrokan
antara kelompok-kelompok Sunni dan Alawite di kota Tripoli, Lebanon
utara, sehingga jumlah kematian dalam kekerasan empat hari menjadi 12,
kata beberapa sumber medis dan keamanan, Minggu.
Warga sipil itu tewas dalam serangan penembak gelap, sementara prajurit tersebut tewas ketika militan menembakkan granat roket ke arah dua kendaraan lapis baja pengangkut personel yang dikirim untuk mengatasi kekerasan pada Sabtu malam, lapor Reuters.
Sedikitnya 70 orang, termasuk 17 prajurit Lebanon, cedera dalam bentrokan-bentrokan yang meletus Kamis setelah orang-orang bersenjata menembak mati seorang pria Sunni yang memiliki keluarga Alawite dan tinggal di daerah Alawite di kota itu.
Kekerasan itu mereda pada Minggu, namun penembak gelap masih beroperasi di sekitar Jalan Suriah, yang memisahkan wilayah kantung Alawite, Jabal Mohsen, dari daerah Sunni, Bab al-Tabbaneh.
Ketegangan meningkat di Lebanon terkait konflik Suriah, setelah kelompok Hizbullah mengumumkan dukungannya dan mengirim pasukan untuk membantu Presiden Bashar al-Assad menumpas pemberontak Suriah.
Meski Lebanon secara resmi netral dalam perang di Suriah, negara itu terpecah antara pendukung Assad dan pendukung pemberontak Suriah.
Damaskus mendominasi Lebanon secara militer dan politik selama hampir 30 tahun hingga 2005.
Pada 18 Agustus 2013 lima roket mendarat di dan sekitar kota Hermel, sebuah pangkalan Hizbullah di Lebanon timur.
Hermel dan daerah-daerah lain di Lebanon timur, yang menjadi pangkalan kelompok Syiah Lebanon Hizbullah, diserang sejumlah roket dari Suriah dalam beberapa bulan ini.
Serangan roket terakhir itu terjadi tiga hari setelah ledakan bom mobil di pangkalan Hizbullah di Beirut selatan menewaskan 27 orang.
Menurut laporan Reuters, sebuah kelompok Sunni yang menamakan diri Brigade Aisha mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom pada 15 Agustus itu dan berjanji melancarkan operasi lebih lanjut terhadap Hizbullah.
Penduduk di Beirut selatan mengatakan bahwa Hizbullah, kelompok pejuang yang didukung Iran dan Suriah, siaga tinggi dan meningkatkan pengamanan di daerah itu setelah peringatan dari pemberontak Suriah mengenai kemungkinan pembalasan karena dukungan mereka bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kekerasan sektarian yang disulut oleh konflik Suriah juga terjadi di Lembah Bekaa dan kota-kota Laut Tengah, Tripoli dan Sidon, yang mencerminkan bahwa ketegangan sektarian baru menyebar di Timur Tengah.
Muslim Sunni di Lebanon mendukung pemberontak di Suriah, sementara penduduk Syiah mendukung Assad, bagian dari minoritas Alawite, cabang dari Syiah.
Pemimpin Hizbullah Nasrallah telah berjanji, kelompoknya akan terus berperang membela Assad setelah mereka memelopori perebutan kembali kota strategis Qusair pada Juni.
Pada Oktober 2012, bom mobil di bagian timur Beirut menewaskan seorang pejabat intelijen senior Wissam al-Hassan, yang memiliki kedekatan dengan partai oposisi utama Sunni Lebanon yang mendukung pemberontak di Suriah.
Warga sipil itu tewas dalam serangan penembak gelap, sementara prajurit tersebut tewas ketika militan menembakkan granat roket ke arah dua kendaraan lapis baja pengangkut personel yang dikirim untuk mengatasi kekerasan pada Sabtu malam, lapor Reuters.
Sedikitnya 70 orang, termasuk 17 prajurit Lebanon, cedera dalam bentrokan-bentrokan yang meletus Kamis setelah orang-orang bersenjata menembak mati seorang pria Sunni yang memiliki keluarga Alawite dan tinggal di daerah Alawite di kota itu.
Kekerasan itu mereda pada Minggu, namun penembak gelap masih beroperasi di sekitar Jalan Suriah, yang memisahkan wilayah kantung Alawite, Jabal Mohsen, dari daerah Sunni, Bab al-Tabbaneh.
Ketegangan meningkat di Lebanon terkait konflik Suriah, setelah kelompok Hizbullah mengumumkan dukungannya dan mengirim pasukan untuk membantu Presiden Bashar al-Assad menumpas pemberontak Suriah.
Meski Lebanon secara resmi netral dalam perang di Suriah, negara itu terpecah antara pendukung Assad dan pendukung pemberontak Suriah.
Damaskus mendominasi Lebanon secara militer dan politik selama hampir 30 tahun hingga 2005.
Pada 18 Agustus 2013 lima roket mendarat di dan sekitar kota Hermel, sebuah pangkalan Hizbullah di Lebanon timur.
Hermel dan daerah-daerah lain di Lebanon timur, yang menjadi pangkalan kelompok Syiah Lebanon Hizbullah, diserang sejumlah roket dari Suriah dalam beberapa bulan ini.
Serangan roket terakhir itu terjadi tiga hari setelah ledakan bom mobil di pangkalan Hizbullah di Beirut selatan menewaskan 27 orang.
Menurut laporan Reuters, sebuah kelompok Sunni yang menamakan diri Brigade Aisha mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom pada 15 Agustus itu dan berjanji melancarkan operasi lebih lanjut terhadap Hizbullah.
Penduduk di Beirut selatan mengatakan bahwa Hizbullah, kelompok pejuang yang didukung Iran dan Suriah, siaga tinggi dan meningkatkan pengamanan di daerah itu setelah peringatan dari pemberontak Suriah mengenai kemungkinan pembalasan karena dukungan mereka bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kekerasan sektarian yang disulut oleh konflik Suriah juga terjadi di Lembah Bekaa dan kota-kota Laut Tengah, Tripoli dan Sidon, yang mencerminkan bahwa ketegangan sektarian baru menyebar di Timur Tengah.
Muslim Sunni di Lebanon mendukung pemberontak di Suriah, sementara penduduk Syiah mendukung Assad, bagian dari minoritas Alawite, cabang dari Syiah.
Pemimpin Hizbullah Nasrallah telah berjanji, kelompoknya akan terus berperang membela Assad setelah mereka memelopori perebutan kembali kota strategis Qusair pada Juni.
Pada Oktober 2012, bom mobil di bagian timur Beirut menewaskan seorang pejabat intelijen senior Wissam al-Hassan, yang memiliki kedekatan dengan partai oposisi utama Sunni Lebanon yang mendukung pemberontak di Suriah.