Washington (ANTARA News) - Media sosial telah memberi kelompok fanatik
seperti Negara Islam (IS) kemampuan untuk merekrut warga Amerika dan
negara lain lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Dan ancaman dari warga negara Amerika dan orang lain yang pulang ke negara asal mereka dari Suriah untuk melancarkan serangan teror telah menjadi masalah utama, kata Sekretaris Keamanan Dalam Negeri AS Jeh Johnson pada Rabu (17/9).
"Ada kemampuan organisasi teror untuk merekrut orang dan mengilhami mereka tanpa mereka harus pergi ke kamp teror atau menerima instruksi langsung dari seseorang di dalam jajaran komando dalam satu organisasi teror di dalam negeri mereka," kata Johnson dalam Konferensi Antariksa dan Udara Asosiasi Angkatan Udara di Maryland.
IS sangat ahli dalam penggunaan media sosial untuk menyebarkan propaganda dan mendorong rekrutman, ia menambahkan sebagaimana diberitakan Xinhua.
Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel telah mengatakan sedikitnya 100 orang Amerika termasuk di antara orang asing yang telah bergabung dengan gerilyawan di Suriah sejak awal perang saudara di negara Arab tersebut.
"Kami prihatin bahwa orang ini mungkin bergabung dengan kaum fanatik dan menjadi terindoktrinasi oleh ideologi mereka dan pulang ke negara asal mereka dengan termotivasi untuk melakukan aksi teror," kata Johnson.
Ia memberi contoh pemboman Boston Marathon tahun lalu sebagai jenis ancaman yang membuat AS harus terus memusatkan perhatian.
Kemampuan orang Amerika dan yang lain yang tak memerlukan visa untuk memasuki Amerika Serikat membuat Departemen Keamanan Dalam Negeri mengkaji betapa mudahnya buat para pelancong itu untuk memperoleh izin imigrasi.
"Kami sekarang mengkaji informasi tamabahan apa yang akan kami peroleh dari negara bebas visa," kata Johnson. Ia menambahkan IS dari sudut pandang apa pun adalah "organisasi teror yang berbahaya".
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS "memusatkan perhatian sangat besar" pada ancaman yang ditimbulkan oleh IS, kata Johnson. Namun masyarakat intelijen saat ini tak memiliki keterangan khusus yang bisa dipercaya bahwa IS sedang merencanakan serangan di dalam negeri AS.
(Uu.C003)
Dan ancaman dari warga negara Amerika dan orang lain yang pulang ke negara asal mereka dari Suriah untuk melancarkan serangan teror telah menjadi masalah utama, kata Sekretaris Keamanan Dalam Negeri AS Jeh Johnson pada Rabu (17/9).
"Ada kemampuan organisasi teror untuk merekrut orang dan mengilhami mereka tanpa mereka harus pergi ke kamp teror atau menerima instruksi langsung dari seseorang di dalam jajaran komando dalam satu organisasi teror di dalam negeri mereka," kata Johnson dalam Konferensi Antariksa dan Udara Asosiasi Angkatan Udara di Maryland.
IS sangat ahli dalam penggunaan media sosial untuk menyebarkan propaganda dan mendorong rekrutman, ia menambahkan sebagaimana diberitakan Xinhua.
Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel telah mengatakan sedikitnya 100 orang Amerika termasuk di antara orang asing yang telah bergabung dengan gerilyawan di Suriah sejak awal perang saudara di negara Arab tersebut.
"Kami prihatin bahwa orang ini mungkin bergabung dengan kaum fanatik dan menjadi terindoktrinasi oleh ideologi mereka dan pulang ke negara asal mereka dengan termotivasi untuk melakukan aksi teror," kata Johnson.
Ia memberi contoh pemboman Boston Marathon tahun lalu sebagai jenis ancaman yang membuat AS harus terus memusatkan perhatian.
Kemampuan orang Amerika dan yang lain yang tak memerlukan visa untuk memasuki Amerika Serikat membuat Departemen Keamanan Dalam Negeri mengkaji betapa mudahnya buat para pelancong itu untuk memperoleh izin imigrasi.
"Kami sekarang mengkaji informasi tamabahan apa yang akan kami peroleh dari negara bebas visa," kata Johnson. Ia menambahkan IS dari sudut pandang apa pun adalah "organisasi teror yang berbahaya".
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS "memusatkan perhatian sangat besar" pada ancaman yang ditimbulkan oleh IS, kata Johnson. Namun masyarakat intelijen saat ini tak memiliki keterangan khusus yang bisa dipercaya bahwa IS sedang merencanakan serangan di dalam negeri AS.
(Uu.C003)