Sampit (Antara Kalteng) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen melaksanakan dan mengembangkan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya hutan dengan baik untuk jangka panjang.
"KPH intinya pengelola di tingkat tapak, tapi tidak seperti kewenangan Dinas Kehutanan di tingkat provinsi maupun kabupaten. KPH pelaksana kebijakan di lapangan. Kalteng sangat berpotensi," kata Kepala Seksi Pembangunan Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Domingos Neves saat Konsultasi Publik Kesatuan Pengelolaan Hutan Model Kotim di Sampit, Jumat.
Pembentukan KPH dinilai menjadi jalan untuk penataan pengelolaan kehutanan di daerah. KPH menjadi alat bagi negara hadir di kabupaten dalam hal pengelolaan hutan, namun tidak mengambil alih kewenangan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan hutan.
Selama ini, lemahnya kepastian hak atas kawasan hutan menyebabkan konflik pemanfaatan lahan antara negara dengan masyarakat. Masalah juga muncul akibat lemahnya kelembagaan pengembangan kehutanan yang menangani masalah di lapangan seperti pencegahan dan penanggulangan kegiatan illegal logging maupun kebakaran hutan.
Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.2/Menhut-II/2012 tanggal 9 Januari 2012, luas wilayah KPHL dan KPHP Kalteng sebesar 8.510.524 hektare, terdiri dari 4 unit KPHL seluas 454.443 hektare dan 29 unit KPHP seluas 8.056.081 hektare. KPH terdiri dari wilayah hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Rancang bangun KPH di Kalteng sebanyak 31 unit, terdiri 2 unit KPHL dan 29 unit KPHP. Arahan pencadangan KPH sebanyak 34 unit terdiri 4 unit KPHL dan 30 unit KPHP.
Usulan penetapan KPH sebanyak 33 unit terdiri 4 unit KPHL dan 29 unit KPHP. Penetapan wilayah KPH sebanyak 33 unit terdiri 4 unit KPHL dan 29 unit KPHP.
KPH Model yang sudah terbentuk di Kalteng yaitu KPHL Model unit XXXIII Kabupaten Kapuas, KPHP Model unit XXI Kabupaten Seruyan, KPHP Model unit XXIII Kabupaten Lamandau, KPHP Model unit XXII dan XXVI Kabupaten Kotawaringin Barat, KPHP Model unit XVI Kabupaten Gunung Mas, KPHP Model unit II Kabupaten Murung Raya dan KPHL Model unit IX Kabupaten Barito Selatan.
Manfaat KPH bagi masyarakat yakni memungkinkan identifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya hutan lebih jelas dan cermat.
Proses-proses pengakuan hak, izin maupun kolaborasi lebih mungkin dilakukan. Penyelesaian konflik maupun pencegahan terjadinya konflik lebih dapat dikendalikan.
KPH dapat memfasilitasi komunikasi dengan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menata hak dan akses terhadap sumberdaya hutan
Sementara itu, manfaat KPH bagi usaha kehutanan di antaranya adanya informasi sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh para pemegang izin semakin akurat, memudahkan penetapan sistem manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi wilayah.
Kinerja pengelolaan hutan oleh pemegang izin dapat dimonitor dan dievaluasi di tingkat lapangan. Efektivitas kegiatan pengelolaan hutan dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.
Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotim, Fuad Sidiq mengatakan, Kotim siap melaksanakan KPH. KPH akan menjadi kebijakan yang tepat dalam mengatasi laju degradasi hutan serta menjadi acuan dalam pengelolaan kehutanan.
"KPH juga untuk pengelolaan hutan yang lestari dan berkeadilan. Unit KPH yang terbentuk merupakan tindak lanjut atas usulan yang disampaikan pemprov kepada pemerintah pusat. Kalteng ditetapkan sebanyak 33 unit KPH, di Kotim ada 3 yaitu unit IX, unit XXVII dan unit XXV," jelas Fuad.
Akademisi Universitas Palangka Raya, Bismart Ferry Ibie mengatakan, KPH sangat bagus untuk pengelolaan hutan lebih baik. Selain kepentingan pelestarian, sistem ini juga berpotensi besar untuk tujuan ekonomi bagi daerah dan masyarakat.
"Kalau kita gagal mengelola KPH, jangan mimpi pengelolaan hutan kita akan bangkit. Kawasan hutan kita banyak yang tidak bertuan karena kita tidak punya desain. Jangan bingung kalau ada yang masuk dan mengelola sesuai keinginan mereka karena faktanya kita tidak melakukan apa-apa di sana. Kalau kita sudah punya model untuk blok dan peta hutan, maka kita sudah tahu di kawasan itu sudah ditetapkan akan dibuat apa," jelas Ferry.
"KPH intinya pengelola di tingkat tapak, tapi tidak seperti kewenangan Dinas Kehutanan di tingkat provinsi maupun kabupaten. KPH pelaksana kebijakan di lapangan. Kalteng sangat berpotensi," kata Kepala Seksi Pembangunan Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Domingos Neves saat Konsultasi Publik Kesatuan Pengelolaan Hutan Model Kotim di Sampit, Jumat.
Pembentukan KPH dinilai menjadi jalan untuk penataan pengelolaan kehutanan di daerah. KPH menjadi alat bagi negara hadir di kabupaten dalam hal pengelolaan hutan, namun tidak mengambil alih kewenangan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan hutan.
Selama ini, lemahnya kepastian hak atas kawasan hutan menyebabkan konflik pemanfaatan lahan antara negara dengan masyarakat. Masalah juga muncul akibat lemahnya kelembagaan pengembangan kehutanan yang menangani masalah di lapangan seperti pencegahan dan penanggulangan kegiatan illegal logging maupun kebakaran hutan.
Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.2/Menhut-II/2012 tanggal 9 Januari 2012, luas wilayah KPHL dan KPHP Kalteng sebesar 8.510.524 hektare, terdiri dari 4 unit KPHL seluas 454.443 hektare dan 29 unit KPHP seluas 8.056.081 hektare. KPH terdiri dari wilayah hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Rancang bangun KPH di Kalteng sebanyak 31 unit, terdiri 2 unit KPHL dan 29 unit KPHP. Arahan pencadangan KPH sebanyak 34 unit terdiri 4 unit KPHL dan 30 unit KPHP.
Usulan penetapan KPH sebanyak 33 unit terdiri 4 unit KPHL dan 29 unit KPHP. Penetapan wilayah KPH sebanyak 33 unit terdiri 4 unit KPHL dan 29 unit KPHP.
KPH Model yang sudah terbentuk di Kalteng yaitu KPHL Model unit XXXIII Kabupaten Kapuas, KPHP Model unit XXI Kabupaten Seruyan, KPHP Model unit XXIII Kabupaten Lamandau, KPHP Model unit XXII dan XXVI Kabupaten Kotawaringin Barat, KPHP Model unit XVI Kabupaten Gunung Mas, KPHP Model unit II Kabupaten Murung Raya dan KPHL Model unit IX Kabupaten Barito Selatan.
Manfaat KPH bagi masyarakat yakni memungkinkan identifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya hutan lebih jelas dan cermat.
Proses-proses pengakuan hak, izin maupun kolaborasi lebih mungkin dilakukan. Penyelesaian konflik maupun pencegahan terjadinya konflik lebih dapat dikendalikan.
KPH dapat memfasilitasi komunikasi dengan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menata hak dan akses terhadap sumberdaya hutan
Sementara itu, manfaat KPH bagi usaha kehutanan di antaranya adanya informasi sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh para pemegang izin semakin akurat, memudahkan penetapan sistem manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi wilayah.
Kinerja pengelolaan hutan oleh pemegang izin dapat dimonitor dan dievaluasi di tingkat lapangan. Efektivitas kegiatan pengelolaan hutan dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.
Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotim, Fuad Sidiq mengatakan, Kotim siap melaksanakan KPH. KPH akan menjadi kebijakan yang tepat dalam mengatasi laju degradasi hutan serta menjadi acuan dalam pengelolaan kehutanan.
"KPH juga untuk pengelolaan hutan yang lestari dan berkeadilan. Unit KPH yang terbentuk merupakan tindak lanjut atas usulan yang disampaikan pemprov kepada pemerintah pusat. Kalteng ditetapkan sebanyak 33 unit KPH, di Kotim ada 3 yaitu unit IX, unit XXVII dan unit XXV," jelas Fuad.
Akademisi Universitas Palangka Raya, Bismart Ferry Ibie mengatakan, KPH sangat bagus untuk pengelolaan hutan lebih baik. Selain kepentingan pelestarian, sistem ini juga berpotensi besar untuk tujuan ekonomi bagi daerah dan masyarakat.
"Kalau kita gagal mengelola KPH, jangan mimpi pengelolaan hutan kita akan bangkit. Kawasan hutan kita banyak yang tidak bertuan karena kita tidak punya desain. Jangan bingung kalau ada yang masuk dan mengelola sesuai keinginan mereka karena faktanya kita tidak melakukan apa-apa di sana. Kalau kita sudah punya model untuk blok dan peta hutan, maka kita sudah tahu di kawasan itu sudah ditetapkan akan dibuat apa," jelas Ferry.