Palangka Raya (Antara Kalteng) - Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Siun Jarias mengaku pihaknya telah menerima sekitar 500 surat pengaduan dari masyarakat terkait sengketa lahan di daerah itu.
Surat pengaduan diterima Pemprov itu ada sengketa lahan masyarakat dengan masyarakat maupun antara masyarakat dan perusahaan besar swasta (PBS) dari seluruh kabupaten/kota se-Kalteng, kata Siun di Palangka Raya, Kamis.
"Banyaknya pengaduan ini karena tata ruang Kalteng yang sampai sekarang belum jelas. Ini membuktikan kejelasan tata ruang sangat dibutuhkan tidak hanya bagi percepatan pembangunan tapi kenyamanan terhadap masyarakat," tambahnya.
Pelaksanaan pembangunan di provinsi itu tidak akan pernah berjalan lebih maksimal apabila RTRW tidak tuntas dibuatkan. Dampak di lapangan, seperti konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang yang terjadi karena tumpang tindihnya lahan menjadi kendala pemerintah melaksanakan pembangunan.
Siun mengatakan, surat aduan yang diterima Pemprov sampai saat ini masih tidak tahu ujung penyelesaiannya. Hal itu dikarenakan semua berkaitan dengan tata ruang tadi, sehingga tidak bisa berbuat dan melakukan langkah tegas berlandaskan hukum.
"Ketidakjelasan penyelesaian tata ruang itu berakibat besar, karena 80 persen desa di seluruh Kalteng masuk kawasan hutan. Akibatnya, masyarakat yang tinggal didesa-desa itu tidak bisa mengurus hak atas tanah menurut hukum," bebernya.
Kondisi ini pun semakin diperparah lagi dengan kedatangan investor yang telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atau belum ada. Alhasil tidak terdeteksi bahwa dikawasan hutan itu ada hak masyarakat dan menimbulkan tumpang tindih.
Dia berharap masalah tata ruang ini merupakan poin yang menjadi perhatian. Tak hanya untuk memuluskan pemerintah dalam leaksanakan pembangunan, melainkan juga untuk menhentikan sengketa yang kerap terjadi ditengah masyarakat.
"Presiden telah menandaskan bahwa penyelesaian tata ruang ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi dengan DPRRI serta Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkait. Semoga bisa segera ditetapkan RTRWP Kalteng," demikian Siun.
Surat pengaduan diterima Pemprov itu ada sengketa lahan masyarakat dengan masyarakat maupun antara masyarakat dan perusahaan besar swasta (PBS) dari seluruh kabupaten/kota se-Kalteng, kata Siun di Palangka Raya, Kamis.
"Banyaknya pengaduan ini karena tata ruang Kalteng yang sampai sekarang belum jelas. Ini membuktikan kejelasan tata ruang sangat dibutuhkan tidak hanya bagi percepatan pembangunan tapi kenyamanan terhadap masyarakat," tambahnya.
Pelaksanaan pembangunan di provinsi itu tidak akan pernah berjalan lebih maksimal apabila RTRW tidak tuntas dibuatkan. Dampak di lapangan, seperti konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang yang terjadi karena tumpang tindihnya lahan menjadi kendala pemerintah melaksanakan pembangunan.
Siun mengatakan, surat aduan yang diterima Pemprov sampai saat ini masih tidak tahu ujung penyelesaiannya. Hal itu dikarenakan semua berkaitan dengan tata ruang tadi, sehingga tidak bisa berbuat dan melakukan langkah tegas berlandaskan hukum.
"Ketidakjelasan penyelesaian tata ruang itu berakibat besar, karena 80 persen desa di seluruh Kalteng masuk kawasan hutan. Akibatnya, masyarakat yang tinggal didesa-desa itu tidak bisa mengurus hak atas tanah menurut hukum," bebernya.
Kondisi ini pun semakin diperparah lagi dengan kedatangan investor yang telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atau belum ada. Alhasil tidak terdeteksi bahwa dikawasan hutan itu ada hak masyarakat dan menimbulkan tumpang tindih.
Dia berharap masalah tata ruang ini merupakan poin yang menjadi perhatian. Tak hanya untuk memuluskan pemerintah dalam leaksanakan pembangunan, melainkan juga untuk menhentikan sengketa yang kerap terjadi ditengah masyarakat.
"Presiden telah menandaskan bahwa penyelesaian tata ruang ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi dengan DPRRI serta Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkait. Semoga bisa segera ditetapkan RTRWP Kalteng," demikian Siun.