Palangka Raya (Antara Kalteng) - Manajemen RSUD Doris Sylvanus milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengakui menyimpan limbah atau sampah medis jenis B3 (bahan berbahaya dan beracun) jumlahnya mencapai 10 ton pada satu gudang di rumah sakit itu.
"Sebenarnya limbah medis tersebut dapat dibuang secara diam-diam tapi dari pada melanggar aturan maka lebih baik disimpan di dalam sebuah gedung," kata Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan RSUD Doris Sylvanus Yuna Kornelis di Palangka Raya, Senin.
"Penyimpanan limbah medis itu pun telah diketahui dan mendapat surat izin dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palangka Raya yang diterbitkan pada tahun 2015 dan berlaku selama lima tahun. Izin itu dikeluarkan sembari menunggu ada kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola sampah medis," tambahnya.
RSUD Doris Sylvanus sampai sekarang ini mengelola sendiri limbah medisnya. Hal itu disebabkan dari berbagai pihak ketiga yang ingin mengelola hampir semuanya tidak memenuhi kriteria. Mulai dari belum lengkapnya perizinan pihak ketiga tersebut hingga mahalnya biaya yang diusulkan untuk mengelola sampah medis.
Yuna mengatakan pihak ketiga di bidang pengelolaan sampah medis di Provinsi Kalimantan Tengah ini relatif tidak ada dan kecenderungan lebih banyak di Pulau Jawa. Hanya, pihak ketiga dari Pulau Jawa apabila ingin kerja sama di provinsi ini membutuhkan biaya yang relatif besar.
"Kita setiap tahun menyediakan anggaran untuk menjalin kerja sama kepada pihak ketiga dalam mengelola sampah medis. Tapi kondisinya selalu tidak memungkinkan. Ada perusahaan yang mau mengelolanya, tapi izinnya tidak ada. Ya kita tidak mau," bebernya.
Meski begitu, saat ini RSUD Doris Sylvanus sedang berkomunikasi dan memproses nota kesepakatan dengan PT Artama Sentosa. Perusahaan tersebut telah lengkap perizinan, peralatannya dan biayanya relatif efisien.
Dia menyebut banyaknya sampah medis yang tersimpan tersebut mempersulit pihaknya. Apalagi sekarang ini Tim Akreditasi sedang melakukan pemeriksaan terhadap RSUD Doris Sylvanus, sehingga kemungkinan besar akan menjadi pertanyaan.
"Kadang saya berpikir, gara-gara sampah saja harus mengeluarkan miliaran rupiah untuk mengelolanya. Ke sana ke mari juga kami mencari perusahaan yang mau dan menenuhi kriteria untuk mengelola sampah medis itu," kata Yuna.
Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus ini pun menjamin bahwa penyimpanan sampah medis tersebut tidak akan mengganggu pelayanan terhadap para pasien.
"Kalau yang lain, kami sudah memenuhi aturan Kementerian Lingkungan Hidup. Kami sudah punya IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Kami selalu cek air limbah ke dalam laboratorium. Hanya masalah limbah sampah medis saja yang sedang dilakukan penanganan," demikian Yuna.
"Sebenarnya limbah medis tersebut dapat dibuang secara diam-diam tapi dari pada melanggar aturan maka lebih baik disimpan di dalam sebuah gedung," kata Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan RSUD Doris Sylvanus Yuna Kornelis di Palangka Raya, Senin.
"Penyimpanan limbah medis itu pun telah diketahui dan mendapat surat izin dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palangka Raya yang diterbitkan pada tahun 2015 dan berlaku selama lima tahun. Izin itu dikeluarkan sembari menunggu ada kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola sampah medis," tambahnya.
RSUD Doris Sylvanus sampai sekarang ini mengelola sendiri limbah medisnya. Hal itu disebabkan dari berbagai pihak ketiga yang ingin mengelola hampir semuanya tidak memenuhi kriteria. Mulai dari belum lengkapnya perizinan pihak ketiga tersebut hingga mahalnya biaya yang diusulkan untuk mengelola sampah medis.
Yuna mengatakan pihak ketiga di bidang pengelolaan sampah medis di Provinsi Kalimantan Tengah ini relatif tidak ada dan kecenderungan lebih banyak di Pulau Jawa. Hanya, pihak ketiga dari Pulau Jawa apabila ingin kerja sama di provinsi ini membutuhkan biaya yang relatif besar.
"Kita setiap tahun menyediakan anggaran untuk menjalin kerja sama kepada pihak ketiga dalam mengelola sampah medis. Tapi kondisinya selalu tidak memungkinkan. Ada perusahaan yang mau mengelolanya, tapi izinnya tidak ada. Ya kita tidak mau," bebernya.
Meski begitu, saat ini RSUD Doris Sylvanus sedang berkomunikasi dan memproses nota kesepakatan dengan PT Artama Sentosa. Perusahaan tersebut telah lengkap perizinan, peralatannya dan biayanya relatif efisien.
Dia menyebut banyaknya sampah medis yang tersimpan tersebut mempersulit pihaknya. Apalagi sekarang ini Tim Akreditasi sedang melakukan pemeriksaan terhadap RSUD Doris Sylvanus, sehingga kemungkinan besar akan menjadi pertanyaan.
"Kadang saya berpikir, gara-gara sampah saja harus mengeluarkan miliaran rupiah untuk mengelolanya. Ke sana ke mari juga kami mencari perusahaan yang mau dan menenuhi kriteria untuk mengelola sampah medis itu," kata Yuna.
Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus ini pun menjamin bahwa penyimpanan sampah medis tersebut tidak akan mengganggu pelayanan terhadap para pasien.
"Kalau yang lain, kami sudah memenuhi aturan Kementerian Lingkungan Hidup. Kami sudah punya IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Kami selalu cek air limbah ke dalam laboratorium. Hanya masalah limbah sampah medis saja yang sedang dilakukan penanganan," demikian Yuna.