Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Mantan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang menyesalkan wilayahnya tidak diikutsertakan dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Hutan Adat yang akan dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, padahal luas hutan provinsi ini 1,5 juta hektare atau 82 persen dari luas wilayahnya,
Saat dihubungi di Palangka Raya, Rabu, Teras Narang menyesalkan tindakan tersebut karena provinsi ini bukan sekedar memiliki hutan yang luas tapi juga telah membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Adat.
"Semestinya Provinsi Kalteng yang paling utama hadir dalam Rakornas tersebut. Saya sebagai bagian dari masyarakat Adat Dayak sangat prihatin atas ketidakperdulian yang dilakukan Pemerintah Pusat seperti ini," ucapnya.
Pria yang pernah menjabat Ketua Komisi II dan III DPR RI di periode 1999 - 2004 dan 2004 - 2005 ini menilai Masyarakat Adat di Kalteng harus bicara dan menggugat atas ketidakperdulian Pemerintah Pusat tersebut.
Dia mengatakan Masyarakat Adat yang ada di Kalteng bahkan berhak menuntut Pemerintah Pusat agar melakukan moratorium terhadap pembabatan hutan maupun eksploitasi sumber daya alam (SDA), baik itu batubara, emas, sirkon, biji besi dan lainnya.
"Kalteng jangan hanya diperhatikan pada saat ada bencana kabut asap saja. Ingat,Kalteng bukan hanya sebagai pelengkap penderita. Lahan Sejuta hektare yang terjadi dimasa lampau, jangan lagi menjadi Lahan Sejuta Sengsara di masa mendatang," tegas Teras.
Pemerintah Pusat juga memberikan perhatian terhadap infrastruktur di provinsi nomor dua terluas di Indonesia ini, terutama Trans Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalteng dengan Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Barat.
"Pemerataan dan Keadilan perlu mendapat perhatian Pemerintah Pusat. Kalteng itu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang juga perlu diperhatikan," demikian Teras Narang.
Sebelumnya ada beredar undangan rakornas Percepatan Hutan Adat yang akan dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 23 dan 24 Januari di DKI Jakarta.
Dalam undangan tersebut tertera daftar yang diundang, namun dari seluruh Provinsi yang ada di Pulau Kalimantan, hanya Provinsi Kalteng tidak diundang.
Saat dihubungi di Palangka Raya, Rabu, Teras Narang menyesalkan tindakan tersebut karena provinsi ini bukan sekedar memiliki hutan yang luas tapi juga telah membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Adat.
"Semestinya Provinsi Kalteng yang paling utama hadir dalam Rakornas tersebut. Saya sebagai bagian dari masyarakat Adat Dayak sangat prihatin atas ketidakperdulian yang dilakukan Pemerintah Pusat seperti ini," ucapnya.
Pria yang pernah menjabat Ketua Komisi II dan III DPR RI di periode 1999 - 2004 dan 2004 - 2005 ini menilai Masyarakat Adat di Kalteng harus bicara dan menggugat atas ketidakperdulian Pemerintah Pusat tersebut.
Dia mengatakan Masyarakat Adat yang ada di Kalteng bahkan berhak menuntut Pemerintah Pusat agar melakukan moratorium terhadap pembabatan hutan maupun eksploitasi sumber daya alam (SDA), baik itu batubara, emas, sirkon, biji besi dan lainnya.
"Kalteng jangan hanya diperhatikan pada saat ada bencana kabut asap saja. Ingat,Kalteng bukan hanya sebagai pelengkap penderita. Lahan Sejuta hektare yang terjadi dimasa lampau, jangan lagi menjadi Lahan Sejuta Sengsara di masa mendatang," tegas Teras.
Pemerintah Pusat juga memberikan perhatian terhadap infrastruktur di provinsi nomor dua terluas di Indonesia ini, terutama Trans Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalteng dengan Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Barat.
"Pemerataan dan Keadilan perlu mendapat perhatian Pemerintah Pusat. Kalteng itu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang juga perlu diperhatikan," demikian Teras Narang.
Sebelumnya ada beredar undangan rakornas Percepatan Hutan Adat yang akan dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 23 dan 24 Januari di DKI Jakarta.
Dalam undangan tersebut tertera daftar yang diundang, namun dari seluruh Provinsi yang ada di Pulau Kalimantan, hanya Provinsi Kalteng tidak diundang.