Jakarta (Antaranews Kalteng) – Baru-baru ini ditemukan perilaku kenakalan remaja yang mabuk menggunakan air rebusan pembalut di sejumlah daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Belitung Timur. Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Badan Narkotika Nasional, dimana air rebusan tersebut sebagai pengganti narkotika.
Kepala Biro Humas dan Ventura di Rektorat Universitas Pancasila Maharani Ardi Putri, M.Si, Psi mengatakan bahwa perilaku mabuk atau memilih untuk mabuk itu dalam bentuk apapun itu kurang menggunakan akal sehat.
Putri Langka, panggilan untuk psikolog cantik ini, mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang mendorong perilaku tersebut.
“Kemudahan mendapatkan bahan dan juga kemudahan mendapatkan informasi seperti cara meracik dapat mereka dapatkan dari teman atau internet,” ujarnya saat dihubungi Antara, Jumat.
Selain itu, remaja umumnya masih bergantung kepada orangtua, terutama mengenai finansial. Namun, karena keinginan mereka untuk mencoba mabuk dan memiliki dana terbatas, akhirnya mereka berlari ke bahan alternatif yang lebih murah.
“Remaja juga cenderung memiliki konformitas yang besar dengan peer group-nya. Artinya, dorongan untuk menyerupai kelompoknya sangat penting bagi remaja. Itulah sebabnya, remaja selalu memerhatikan teman sebayanya dan berusaha mengikuti tren yang diterima pada kelompok yang ia inginkan,” ungkap Putri.
Remaja sendiri, sambungnya, tertantang untuk merasakan sensasinya, meraciknya, dan mendapatkan pujian dari peer group-nya.
“Remaja memang memiliki ciri-ciri senang mencoba dan seringkali kurang memiliki pertimbangan resiko, sehingga biarpun bahan adiktif yg dicampurkan tidak jelas tanpa memikirkan efek samping yang ditimbulkannya,” imbuh Psikolog yang berpraktik di Sinergi Daya Insani.
Oleh karena itu, lanjut Putri, orang dewasa agak sulit memahami perilaku mereka dan diperlukan kajian mendalam agar kita dapat memahami cara mereka berpikir dan mengambil keputusan. Termasuk juga dengan orang dewasa yang membuat perencanaan pencegahan maupun intervensi.
“Di rumah, sekolah dan masyarakat tentunya perlu secara terus menerus mengajak remaja untuk terbiasa berpikir kritis dan percaya diri. Remaja yg kritis diharapkan dapat membuat pertimbangan yang logis dalam mengambil keputusan. Dan kepercayaan diri dapat membantu remaja untuk tidak sekAdar ikut-ikutan dengan temannya dan berani mempertahankan pendapat maupun value mereka,” ungkap Psikolog yang berpraktik di Yayasan Pulih.
Kepala Biro Humas dan Ventura di Rektorat Universitas Pancasila Maharani Ardi Putri, M.Si, Psi mengatakan bahwa perilaku mabuk atau memilih untuk mabuk itu dalam bentuk apapun itu kurang menggunakan akal sehat.
Putri Langka, panggilan untuk psikolog cantik ini, mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang mendorong perilaku tersebut.
“Kemudahan mendapatkan bahan dan juga kemudahan mendapatkan informasi seperti cara meracik dapat mereka dapatkan dari teman atau internet,” ujarnya saat dihubungi Antara, Jumat.
Selain itu, remaja umumnya masih bergantung kepada orangtua, terutama mengenai finansial. Namun, karena keinginan mereka untuk mencoba mabuk dan memiliki dana terbatas, akhirnya mereka berlari ke bahan alternatif yang lebih murah.
“Remaja juga cenderung memiliki konformitas yang besar dengan peer group-nya. Artinya, dorongan untuk menyerupai kelompoknya sangat penting bagi remaja. Itulah sebabnya, remaja selalu memerhatikan teman sebayanya dan berusaha mengikuti tren yang diterima pada kelompok yang ia inginkan,” ungkap Putri.
Remaja sendiri, sambungnya, tertantang untuk merasakan sensasinya, meraciknya, dan mendapatkan pujian dari peer group-nya.
“Remaja memang memiliki ciri-ciri senang mencoba dan seringkali kurang memiliki pertimbangan resiko, sehingga biarpun bahan adiktif yg dicampurkan tidak jelas tanpa memikirkan efek samping yang ditimbulkannya,” imbuh Psikolog yang berpraktik di Sinergi Daya Insani.
Oleh karena itu, lanjut Putri, orang dewasa agak sulit memahami perilaku mereka dan diperlukan kajian mendalam agar kita dapat memahami cara mereka berpikir dan mengambil keputusan. Termasuk juga dengan orang dewasa yang membuat perencanaan pencegahan maupun intervensi.
“Di rumah, sekolah dan masyarakat tentunya perlu secara terus menerus mengajak remaja untuk terbiasa berpikir kritis dan percaya diri. Remaja yg kritis diharapkan dapat membuat pertimbangan yang logis dalam mengambil keputusan. Dan kepercayaan diri dapat membantu remaja untuk tidak sekAdar ikut-ikutan dengan temannya dan berani mempertahankan pendapat maupun value mereka,” ungkap Psikolog yang berpraktik di Yayasan Pulih.