Jakarta (Antaranews Kalteng) - KPK menilai pencabutan hak politik Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola merupakan hal yang penting.
"Poin yang juga penting saya kira adalah selain jangka waktu pidana penjaranya tetapi tentang pidana pencabutan hak politik," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Gubernur Jambi 2016-2021, Zumi Zola Zulkifli, divonis enam penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Majelis hakim juga menjatuhkan tambahan pidana untuk Zumi berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: Terbukti terima gratifikasi, Zumi Zola divonis 6 tahun penjara
Menurut Diansyah, pencabutan hak politik itu penting bahkan KPK mengharapkan hal itu bisa menjadi standar di seluruh kasus korupsi yang melibatkan aktor politik.
"Karena hal itu berangkat dari pemahaman ketika yang dipilih oleh rakyat melakukan korupsi itu sama saja artinya mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat tersebut sehingga wajar kalau hak politiknya dicabut hingga waktu batasan tertentu," ucap dia.
Zumi terbukti melanggar pasal 12 B dan pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Poin yang juga penting saya kira adalah selain jangka waktu pidana penjaranya tetapi tentang pidana pencabutan hak politik," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Gubernur Jambi 2016-2021, Zumi Zola Zulkifli, divonis enam penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Majelis hakim juga menjatuhkan tambahan pidana untuk Zumi berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: Terbukti terima gratifikasi, Zumi Zola divonis 6 tahun penjara
Menurut Diansyah, pencabutan hak politik itu penting bahkan KPK mengharapkan hal itu bisa menjadi standar di seluruh kasus korupsi yang melibatkan aktor politik.
"Karena hal itu berangkat dari pemahaman ketika yang dipilih oleh rakyat melakukan korupsi itu sama saja artinya mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat tersebut sehingga wajar kalau hak politiknya dicabut hingga waktu batasan tertentu," ucap dia.
Zumi terbukti melanggar pasal 12 B dan pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.