Jakarta (Antaranews Kalteng) - Anggota DPR Komisi IX nonaktif dari Fraksi Demokrat Amin Santono divonis 8 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp1,6 miliar karena terbukti menerima suap Rp3,3 miliar untuk mengupayakan Kabupaten Lampung Tengah dan Sumedang mendapat alokasi tambahan anggaran.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Amin Santono telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim M Arifin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Majelis hakim yang terdiri atas M Arifin, Rustiono, Bambang Hermanto, Sofialdi dan Agus Salim itu juga mencabut hak politik Amin Santono.

"Mencabut hak terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa Amin Santono menjalani pidana pokok," ungkap hakim M Arifin.

Hakim juga memerintahkan Amin membayar uang pengganti sebesar Rp1,6 miliar, lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta uang pengganti sebesar Rp2,8 miliar.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp1,6 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 1 tahun kurungan," tambah hakim M Arifin.

Uang pengganti Rp1,6 miliar itu adalah potongan dari total suap Rp3,3 miliar, tapi KPK sudah menyita Rp400 juta dari penggeledahan yang dilakukan di rumah Amin, dikurangi Rp1 miliar yang diserahkan ke seseorang bernama Rasta Wiguna untuk pencalonan anak Amin, Yosa Octora Santono, yang maju dalam Pilkada Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan mencari dukungan politik dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Rp200 juta diserahkan ke Eka Kamaludin.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Amin 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp2,8 miliar subsider dua tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.

Putusan itu berdasarkan dakwaan pertama ?pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam perkara ini, anggota DPR Komisi IX nonaktif dari Fraksi Demokrat Amin Santono bersama-sama dengan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman, Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo dan konsultan Eka Kamaludin mengupayakan Kabupaten Lampung Tengah mendapat alokasi tambahan anggaran dari APBN 2018 dan Kabupaten Sumedang mendapat alokasi tambahan anggaran yang bersumber dari APBN Perubahan 2018.

Amin meminta "fee" 7 persen dari total anggaran yang diterima pemerintah daerah dengan pembagian kepada Amin Santono sebesar 6 persen dan Eka serta timnya sebesar 1 persen.

Pertama, untuk tambahan anggaran Kabupaten Lampung Tengah, Eka menerima proposal usulan pembahasan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Lampung Tengah TA 2018 sejumlah Rp295,75 miliar guna peningkatan jaringan jalan dan Dana Insentif Daerah (DID) bidang kesehatan sebesar Rp8,5 miliar.

Beberapa hari kemudian uang sebesar Rp1,5 miliar diberikan atas perintah Taufik Rahman kepada Amin melalui Eka Kamaludin di Plaza Atrium Senen.

Uang selanjutnya diberikan pada 10 Desember 2017 dari Aan, Andri dan Supranowo untuk Amin melalui Eka Kamaludin sejumlah Rp675 juta, sehingga total penerimaan uang dari Taufik Rahman adalah Rp3,175 miliar.

Dari jumlah itu Eka Kamaludin memberikan uang kepada Amin Santono sebesar Rp2,8 miliar secara bertahap yaitu Rp750 juta di rumah Amin di Pondok Kelapa Jakarta Timur, Rp1 miliar diberikan kepada anak Amin, Yosa Octora Santono di parkiran gedung DPR, Rp150 juta diberikan di rumahnya di Dusun Wage, Kuningan, Jawa Barat, dan Rp900 juta di Hotel Bintang Wisata Mandiri Jakarta.

Kedua, penerimaan "fee" untuk penambahan anggaran di Kabupaten Sumedang. Ahmad Ghiast selaku penyedia barang dan jasa yang biasa mengerjakan proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang seluruhnya berjumlah Rp25,85 miliar. Eka berjanji untuk mengusahakannya dengan syarat memberikan "fee" kepada Amin sebesar 7 persen dari anggaran yang disetujui melalui Eka Kamaluddin.

Amin meminta uang muka kepada Ghiast melalui Eka sebesar Rp500 juta pada 30 April 2018, Ghiast lalu mengirimkan Rp100 juta pada 4 Mei 2018 ke rekening Eka. Selanjutnya Amin menerima uang sejumlah Rp400 juta secara langsung di restoran Holycow Bandara Halim Perdana Kusuma. Terkait putusan ini, Eka Kamaludin sudah divonis 4 tahun penjara.

Atas putusan itu, baik Amin Santono maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir
 

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024