Jakarta (ANTARA) - Mendengkur sering ditanggapi santai. Padahal berbagai penyakit mengintai.
Mendengkur dianggap gangguan akustik sebelum era tahun 1970. Seiring kemajuan teknologi kedokteran, maka riset dan evaluasi objektif tentang mendengkur semakin ekstensif dan masif dilakukan. Terlebih lagi saat polysomnography telah dikenal masyarakat.
Tahun 1990-an diketahui bahwa penderita mendengkur mengalami arousal respirasi dan fragmentasi tidur yang sering. Terminologi upper airways resistance syndrome (UARS) tepat untuk menggambarkan kondisi ini.
Mendengkur (mengorok) adalah suara yang dihasilkan oleh vibrasi jaringan-jaringan lunak saluran pernapasan atas selama tidur. Biasanya terjadi selama fase inspirasi (mengambil udara sat bernapas), namun dapat juga terjadi selama fase ekspirasi (menghembuskan udara pernapasan).
Kejadian mendengkur lebih banyak dijumpai daripada yang selama ini dipercayai. Sekitar 45 persen orang dewasa terkadang mendengkur, sedangkan 25 persen memiliki kebiasaan mendengkur (habitual snorers). Faktanya, mendengkur dijumpai pada 5-86 persen pria dan 2-57 persen wanita, yang berusia antara 30-60 tahun. Mayoritas orang berusia lebih dari 65 tahun mendengkur. Mendengkur dijumpai tiga kali lebih banyak pada penderita obesitas.
Faktor hormonal memengaruhi kejadian mendengkur. Efek stimulan pada respirasi dari hormon progestasional dapat menjelaskan rendahnya prevalensi mendengkur dan OSA pada kaum hawa. Prevalensi mendengkur dan OSA yang dominan pada pria dihubungkan para ahli dengan efek testosteron pada ventilasi dan kemosensitivitas.
Hormon memengaruhi mendengkur melalui perubahan anatomi saluran udara bagian atas dan struktur muskuloskeletal (otot dan rangka) secara umum. Gangguan hormon endokrin terkait kejadian mendengkur adalah hipotiroidisme, yang menginduksi perubahan struktur myxedematous, mengubah kontraktilitas otot, serta terkait erat dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan), makroglosia (pembesaran lidah), penebalan mukosa faring, perubahan tulang rawan (kartilago) wajah serta perubahan tulang.
Faktor hormonal terbukti memengaruhi tekanan (tonus) saluran pernafasan atas. Perbedaan bentuk (anatomi) dan fungsi (fisiologi) orofaring diduga juga menyebabkan terjadinya mendengkur. Beberapa model teoretis telah dipostulasikan, seperti: efek compliance dinding jalan napas, densitas gas, dimensi saluran pernapasan pada hubungan aliran-tekanan di jalan napas atas.
Para ahli mengemukakan bahwa sesuai kepadatan (densitas) gas serta fungsi mekanis faring yang mengalir melaluinya, dinding jalan napas atas dapat stabil (kondisi bernafas normal), vibrasi atau getaran (terjadi mendengkur), juga mengalami kolaps atau menyempit sepenuhnya (dinamakan kondisi apnea atau hipopnea obstruktif).
Saat seseorang mendengkur, merupakan pertanda terjadi sesuatu di saluran pernapasan atas. Misalnya saja terdapat gangguan tidur, yang dinamakan obstructive sleep apnea (OSA). Di dunia kedokteran, OSA bersinonim dengan HSD (heavy snorers disease).
Mendengkur juga berpotensi terkait erat berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, misalnya: kegemukan, diabetes melitus tipe 2, kongesti nasal (hidung tersumbat), hipotiroidisme (kekurangan hormon tiroid), abnormalitas kepala dan wajah, akromegali (pembesaran organ-organ tubuh), hipertrofi adenotonsil (amandel bengkak), aterosklerosis arteri karotid, hipertensi (tekanan darah tinggi), penyakit jantung iskemik, macroglossia (pembesaran lidah), retrognathia (kelainan rahang), akondroplasia (kerdil akibat kelainan gen pertumbuhan tulang), sindrom Down (trisomi 21), fusi tulang leher (sindrom Klippel-Feil), sindrom Pierre Robin. Berbagai kondisi ini dapat kausatif; maksudnya, mendengkur tanpa OSA, atau mendengkur yang terjadi sebagai salah satu gejala OSA. Menopause, konsumsi obat-obatan sedatif, alkohol juga merupakan faktor risiko atau pencetus mendengkur.
Studi tidur terkini berhasil menghubungkan kejadian mendengkur dengan hipertensi sistemik dan pulmoner, gagal jantung kanan, cor pulmonale (pembesaran jantung kanan akibat penyakit paru-paru), polisitemia sekunder, dan aritmia jantung. Selama tidur, penderita mendengkur stadium berat boleh jadi mengalami apnea, desaturasi oksigen, retensi karbondioksida, serta hipertensi sistemik dan pulmoner nokturnal.
Pemeriksaan Dokter
Saat memeriksa seseorang dengan keluhan mendengkur, dokter akan bertanya semua hal tentang mendengkur (frekuensi, intensitas, kenyaringan), posisi tidur, onset usia, dan menentukan apakah ini terkait dengan berbagai kondisi yang mendasari munculnya mendengkur. Dokter juga mengobservasi tekanan darah, indeks massa tubuh, ada tidaknya gejala-gejala kongesti nasal, cedera/trauma hidung, tonsilitis (radang amandel) berulang, dimensi orofaring, skor Mallampati (nilai numerik berdasarkan ukuran-posisi lidah).
Kuesioner yang digunakan klinisi untuk menilai gangguan tidur dan gangguan kardiovaskuler terkait mendengkur antara lain: ESS (Epworth Sleepiness Scale), RDI (Respiratory Disturbance Index), dan AHI (apnea–hypopnea index), dan ANC (adjusted neck circumstances).
Amatlah penting untuk mengenali beragam potret klinis serta diagnosis banding yang relevan dengan mendengkur, agar dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan penunjang yang tepat dan memilihkan tatalaksana yang sesuai.
Komplikasi
Jika mendengkur terkait dengan OSA, maka berakibat komplikasi. Misalnya, sering marah-marah, merasa stres atau frustasi, sulit berkonsentrasi, rasa mengantuk di siang hari. Berisiko lebih tinggi terkena stroke, gangguan jantung, atau menderita hipertensi. Peningkatan risiko kecelakaan kendaraan bermotor karena kurang tidur. Pada anak-anak dengan OSA, berpotensi terjadi komplikasi berupa gangguan perilaku, agresi, atau problematika belajar.
Solusi
Untuk mengatasi mendengkur, dokter dapat memberikan dekongestan, terapi CPAP (continuous positive airway pressure). Bila diketahui kongesti nasal kronis, maka dokter meresepkan glukokortikoid intranasal. Pendekatan mekanis dengan OA (oral appliances) meningkatkan ukuran jalan napas atas selama tidur dan menurunkan kejadian mendengkur.
Adapun pemberian lubrikasi dengan nasal sprays (semprot hidung), homeopati, bernyanyi, terapi musik belum terbukti efektif menghilangkan mendengkur. Dokter spesialis THT dapat merekomendasikan prosedur pembedahan bernama palatofaringoplasti atau faringopalatektomi parsial bagi pendengkur berat.
Beberapa anjuran yang dirasakan tepat untuk mencegah sekaligus mengatasi mendengkur adalah: posisi tidur lateral (miring ke kanan), berhenti merokok, hindari terpapar polusi udara, stop konsumsi alkohol, berpola hidup sehat-seimbang sehingga tidak menderita hipertensi dan obesitas.
*)Dosen tetap Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (FKIK Unismuh) Makassar, kepala LP3I ADPERTISI, Director Networking IMA Chapter Makassar, alumnus S-2 IKD Biomedis FK UGM Yogyakarta, dokter literasi digital, pegiat literasi Forum Lingkar Pena Makassar Sulawesi Selatan, serta penulis puluhan buku
Mendengkur dianggap gangguan akustik sebelum era tahun 1970. Seiring kemajuan teknologi kedokteran, maka riset dan evaluasi objektif tentang mendengkur semakin ekstensif dan masif dilakukan. Terlebih lagi saat polysomnography telah dikenal masyarakat.
Tahun 1990-an diketahui bahwa penderita mendengkur mengalami arousal respirasi dan fragmentasi tidur yang sering. Terminologi upper airways resistance syndrome (UARS) tepat untuk menggambarkan kondisi ini.
Mendengkur (mengorok) adalah suara yang dihasilkan oleh vibrasi jaringan-jaringan lunak saluran pernapasan atas selama tidur. Biasanya terjadi selama fase inspirasi (mengambil udara sat bernapas), namun dapat juga terjadi selama fase ekspirasi (menghembuskan udara pernapasan).
Kejadian mendengkur lebih banyak dijumpai daripada yang selama ini dipercayai. Sekitar 45 persen orang dewasa terkadang mendengkur, sedangkan 25 persen memiliki kebiasaan mendengkur (habitual snorers). Faktanya, mendengkur dijumpai pada 5-86 persen pria dan 2-57 persen wanita, yang berusia antara 30-60 tahun. Mayoritas orang berusia lebih dari 65 tahun mendengkur. Mendengkur dijumpai tiga kali lebih banyak pada penderita obesitas.
Faktor hormonal memengaruhi kejadian mendengkur. Efek stimulan pada respirasi dari hormon progestasional dapat menjelaskan rendahnya prevalensi mendengkur dan OSA pada kaum hawa. Prevalensi mendengkur dan OSA yang dominan pada pria dihubungkan para ahli dengan efek testosteron pada ventilasi dan kemosensitivitas.
Hormon memengaruhi mendengkur melalui perubahan anatomi saluran udara bagian atas dan struktur muskuloskeletal (otot dan rangka) secara umum. Gangguan hormon endokrin terkait kejadian mendengkur adalah hipotiroidisme, yang menginduksi perubahan struktur myxedematous, mengubah kontraktilitas otot, serta terkait erat dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan), makroglosia (pembesaran lidah), penebalan mukosa faring, perubahan tulang rawan (kartilago) wajah serta perubahan tulang.
Faktor hormonal terbukti memengaruhi tekanan (tonus) saluran pernafasan atas. Perbedaan bentuk (anatomi) dan fungsi (fisiologi) orofaring diduga juga menyebabkan terjadinya mendengkur. Beberapa model teoretis telah dipostulasikan, seperti: efek compliance dinding jalan napas, densitas gas, dimensi saluran pernapasan pada hubungan aliran-tekanan di jalan napas atas.
Para ahli mengemukakan bahwa sesuai kepadatan (densitas) gas serta fungsi mekanis faring yang mengalir melaluinya, dinding jalan napas atas dapat stabil (kondisi bernafas normal), vibrasi atau getaran (terjadi mendengkur), juga mengalami kolaps atau menyempit sepenuhnya (dinamakan kondisi apnea atau hipopnea obstruktif).
Saat seseorang mendengkur, merupakan pertanda terjadi sesuatu di saluran pernapasan atas. Misalnya saja terdapat gangguan tidur, yang dinamakan obstructive sleep apnea (OSA). Di dunia kedokteran, OSA bersinonim dengan HSD (heavy snorers disease).
Mendengkur juga berpotensi terkait erat berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, misalnya: kegemukan, diabetes melitus tipe 2, kongesti nasal (hidung tersumbat), hipotiroidisme (kekurangan hormon tiroid), abnormalitas kepala dan wajah, akromegali (pembesaran organ-organ tubuh), hipertrofi adenotonsil (amandel bengkak), aterosklerosis arteri karotid, hipertensi (tekanan darah tinggi), penyakit jantung iskemik, macroglossia (pembesaran lidah), retrognathia (kelainan rahang), akondroplasia (kerdil akibat kelainan gen pertumbuhan tulang), sindrom Down (trisomi 21), fusi tulang leher (sindrom Klippel-Feil), sindrom Pierre Robin. Berbagai kondisi ini dapat kausatif; maksudnya, mendengkur tanpa OSA, atau mendengkur yang terjadi sebagai salah satu gejala OSA. Menopause, konsumsi obat-obatan sedatif, alkohol juga merupakan faktor risiko atau pencetus mendengkur.
Studi tidur terkini berhasil menghubungkan kejadian mendengkur dengan hipertensi sistemik dan pulmoner, gagal jantung kanan, cor pulmonale (pembesaran jantung kanan akibat penyakit paru-paru), polisitemia sekunder, dan aritmia jantung. Selama tidur, penderita mendengkur stadium berat boleh jadi mengalami apnea, desaturasi oksigen, retensi karbondioksida, serta hipertensi sistemik dan pulmoner nokturnal.
Pemeriksaan Dokter
Saat memeriksa seseorang dengan keluhan mendengkur, dokter akan bertanya semua hal tentang mendengkur (frekuensi, intensitas, kenyaringan), posisi tidur, onset usia, dan menentukan apakah ini terkait dengan berbagai kondisi yang mendasari munculnya mendengkur. Dokter juga mengobservasi tekanan darah, indeks massa tubuh, ada tidaknya gejala-gejala kongesti nasal, cedera/trauma hidung, tonsilitis (radang amandel) berulang, dimensi orofaring, skor Mallampati (nilai numerik berdasarkan ukuran-posisi lidah).
Kuesioner yang digunakan klinisi untuk menilai gangguan tidur dan gangguan kardiovaskuler terkait mendengkur antara lain: ESS (Epworth Sleepiness Scale), RDI (Respiratory Disturbance Index), dan AHI (apnea–hypopnea index), dan ANC (adjusted neck circumstances).
Amatlah penting untuk mengenali beragam potret klinis serta diagnosis banding yang relevan dengan mendengkur, agar dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan penunjang yang tepat dan memilihkan tatalaksana yang sesuai.
Komplikasi
Jika mendengkur terkait dengan OSA, maka berakibat komplikasi. Misalnya, sering marah-marah, merasa stres atau frustasi, sulit berkonsentrasi, rasa mengantuk di siang hari. Berisiko lebih tinggi terkena stroke, gangguan jantung, atau menderita hipertensi. Peningkatan risiko kecelakaan kendaraan bermotor karena kurang tidur. Pada anak-anak dengan OSA, berpotensi terjadi komplikasi berupa gangguan perilaku, agresi, atau problematika belajar.
Solusi
Untuk mengatasi mendengkur, dokter dapat memberikan dekongestan, terapi CPAP (continuous positive airway pressure). Bila diketahui kongesti nasal kronis, maka dokter meresepkan glukokortikoid intranasal. Pendekatan mekanis dengan OA (oral appliances) meningkatkan ukuran jalan napas atas selama tidur dan menurunkan kejadian mendengkur.
Adapun pemberian lubrikasi dengan nasal sprays (semprot hidung), homeopati, bernyanyi, terapi musik belum terbukti efektif menghilangkan mendengkur. Dokter spesialis THT dapat merekomendasikan prosedur pembedahan bernama palatofaringoplasti atau faringopalatektomi parsial bagi pendengkur berat.
Beberapa anjuran yang dirasakan tepat untuk mencegah sekaligus mengatasi mendengkur adalah: posisi tidur lateral (miring ke kanan), berhenti merokok, hindari terpapar polusi udara, stop konsumsi alkohol, berpola hidup sehat-seimbang sehingga tidak menderita hipertensi dan obesitas.
*)Dosen tetap Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (FKIK Unismuh) Makassar, kepala LP3I ADPERTISI, Director Networking IMA Chapter Makassar, alumnus S-2 IKD Biomedis FK UGM Yogyakarta, dokter literasi digital, pegiat literasi Forum Lingkar Pena Makassar Sulawesi Selatan, serta penulis puluhan buku