Jakarta (ANTARA) - Kegiatan mengunggah cuplikan film bioskop di status media sosial seperti “Instagram Story” atau "Snapchat” bisa dikategorikan sebagai tindakan melanggar hak cipta.
Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Ari Juliano Gema, menjelaskan bahwa unggahan seluruh isi film jelas melanggar hak cipta, sementara unggahan cuplikan tergantung jenisnya.
“Kalau yang dicuplik adalah bagian yang substansial, di mana itulah bagian inti film tersebut, dia bisa dianggap telah melanggar hak cipta karena melanggar kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta,” kata Ari di Jakarta ketika dihubungi Antara, Kamis.
Sementara itu unggahan cuplikan bagian film yang tidak substansial seperti judul atau credit title, tambah Ari, tidak termasuk pelanggaran.
Sanksi bisa dijatuhkan kepada pembuat unggahan jika konten yang dia unggah tersebut terbukti bisa mengakibatkan penurunan jumlah penonton film di bioskop.
Pemegang hak cipta film, yaitu produser, bisa saja mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi atau kompensasi terhadap penurunan penonton.
"Yang kedua, dia bisa dilaporkan ke polisi sebagai tindakan pembajakan karena menyiarkan secara luas (tanpa seizin pemegang hak cipta)," tambah Ari.
Dengan begitu, dalam kasus unggahan yang dianggap sebagai pembajakan, pelakunya bisa dikenai hukuman pidana.
Mengingat fenomena unggahan cuplikan film ini adalah hal yang dekat dengan keseharian masyarakat, Ari mengaku pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan melalui edukasi publik.
Bentuk edukasi publik, menurut Ari, dilakukan baik kepada pihak bioskop agar mengawasi dan mengambil tindakan jika menemukan kasus serupa, maupun kepada masyarakat langsung.
“Kami kampanye bekerja sama dengan beberapa artis dengan membuat film pendek untuk mengedukasi publik dan diputar di beberapa bioskop sebelum film (utama) diputar,” jelas dia.
Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Ari Juliano Gema, menjelaskan bahwa unggahan seluruh isi film jelas melanggar hak cipta, sementara unggahan cuplikan tergantung jenisnya.
“Kalau yang dicuplik adalah bagian yang substansial, di mana itulah bagian inti film tersebut, dia bisa dianggap telah melanggar hak cipta karena melanggar kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta,” kata Ari di Jakarta ketika dihubungi Antara, Kamis.
Sementara itu unggahan cuplikan bagian film yang tidak substansial seperti judul atau credit title, tambah Ari, tidak termasuk pelanggaran.
Sanksi bisa dijatuhkan kepada pembuat unggahan jika konten yang dia unggah tersebut terbukti bisa mengakibatkan penurunan jumlah penonton film di bioskop.
Pemegang hak cipta film, yaitu produser, bisa saja mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi atau kompensasi terhadap penurunan penonton.
"Yang kedua, dia bisa dilaporkan ke polisi sebagai tindakan pembajakan karena menyiarkan secara luas (tanpa seizin pemegang hak cipta)," tambah Ari.
Dengan begitu, dalam kasus unggahan yang dianggap sebagai pembajakan, pelakunya bisa dikenai hukuman pidana.
Mengingat fenomena unggahan cuplikan film ini adalah hal yang dekat dengan keseharian masyarakat, Ari mengaku pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan melalui edukasi publik.
Bentuk edukasi publik, menurut Ari, dilakukan baik kepada pihak bioskop agar mengawasi dan mengambil tindakan jika menemukan kasus serupa, maupun kepada masyarakat langsung.
“Kami kampanye bekerja sama dengan beberapa artis dengan membuat film pendek untuk mengedukasi publik dan diputar di beberapa bioskop sebelum film (utama) diputar,” jelas dia.