Sampit (ANTARA) - Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rimbun meminta guru mengawasi dan mendampingi jalannya pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
"Kami dari DPRD tidak ingin ada indikasi kegiatan MPLS menjadi ajang perpeloncoan atau sejenisnya, termasuk menggunakan atribut yang nyeleneh dan tidak mendidik," kata Rimbun di Sampit, Kamis.
Pelaksanaan kegiatan MPLS oleh panitia kegiatan wajib mendapatkan pengawasan dan pengawalan dari guru-guru. Harapannya kegiatan itu memang sesuai dengan tujuannya, yakni pengenalan sistem pendidikan dan bukan sebagai ajang perpeloncoan.
Kegiatan MPLS juga harus bebas dari seragam atau atribut aneh yang sama sekali tidak mengandung unsur pendidikan. Jangan ada kegiatan tidak bermanfaat atau malah berisiko selama kegiatan berlangsung.
"Apabila masih ditemukan atau ada laporan peserta didik maka akan ada sanksi dari pemerintah, terutama teguran kepada pihak sekolah," tegasnya.
Kendati demikian, sejak beberapa tahun terakhir ini, Rimbun mengakui tidak lagi melihat atau menerima laporan kegiatan MPLS yang aneh. Hal itu membuktikan jika pihak sekolah mematuhi larangan tersebut dan kondisi kondusif itu harus terus dipertahankan.
Rimbun menyarankan kegiatan MPLS tersebut hendaknya diisi dengan kegiatan positif seperti sosialisasi bahaya narkoba, aturan tentang lalu lintas dan hal lainnya.
Dengan kegiatan yang lebih mendidik diharapkan peserta didik baru yang mengikuti MPLS mendapat ilmu tambahan yang positif serta memberikan kesan yang baik di akhir pelaksanaan MPLS.
"Dua hal itu saya kira penting untuk disampaikan kepada mereka yang masih dalam masa sekolah. Apalagi pelajar sangat rentan menjadi sasaran dari peredaran narkoba dan tindakan merugikan lainnya," ucapnya.
Kesan seram dan menakutkan dalam kegiatan MPLS harus dihapuskan. Diganti dengan kegiatan yang memberikan kesan indah dan menyenangkan untuk diikuti.
"Kami dari DPRD tidak ingin ada indikasi kegiatan MPLS menjadi ajang perpeloncoan atau sejenisnya, termasuk menggunakan atribut yang nyeleneh dan tidak mendidik," kata Rimbun di Sampit, Kamis.
Pelaksanaan kegiatan MPLS oleh panitia kegiatan wajib mendapatkan pengawasan dan pengawalan dari guru-guru. Harapannya kegiatan itu memang sesuai dengan tujuannya, yakni pengenalan sistem pendidikan dan bukan sebagai ajang perpeloncoan.
Kegiatan MPLS juga harus bebas dari seragam atau atribut aneh yang sama sekali tidak mengandung unsur pendidikan. Jangan ada kegiatan tidak bermanfaat atau malah berisiko selama kegiatan berlangsung.
"Apabila masih ditemukan atau ada laporan peserta didik maka akan ada sanksi dari pemerintah, terutama teguran kepada pihak sekolah," tegasnya.
Kendati demikian, sejak beberapa tahun terakhir ini, Rimbun mengakui tidak lagi melihat atau menerima laporan kegiatan MPLS yang aneh. Hal itu membuktikan jika pihak sekolah mematuhi larangan tersebut dan kondisi kondusif itu harus terus dipertahankan.
Rimbun menyarankan kegiatan MPLS tersebut hendaknya diisi dengan kegiatan positif seperti sosialisasi bahaya narkoba, aturan tentang lalu lintas dan hal lainnya.
Dengan kegiatan yang lebih mendidik diharapkan peserta didik baru yang mengikuti MPLS mendapat ilmu tambahan yang positif serta memberikan kesan yang baik di akhir pelaksanaan MPLS.
"Dua hal itu saya kira penting untuk disampaikan kepada mereka yang masih dalam masa sekolah. Apalagi pelajar sangat rentan menjadi sasaran dari peredaran narkoba dan tindakan merugikan lainnya," ucapnya.
Kesan seram dan menakutkan dalam kegiatan MPLS harus dihapuskan. Diganti dengan kegiatan yang memberikan kesan indah dan menyenangkan untuk diikuti.