Jakarta (ANTARA) - Penyidik Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang pria berinisial TR (25 tahun) yang menjadi pelaku kasus eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur melalui dunia maya.
Tersangka TR diketahui merupakan napi di sebuah lapas di Jawa Timur. Ia dipenjara atas kasus pencabulan anak dibawah umur dengan vonis tujuh tahun enam bulan penjara.
"Dia baru menjalani masa hukuman dua tahun. Dulunya dia guru mengaji, pengakuannya begitu," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Asep Safrudin di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Selama di dalam lembaga pemasyarakatan, tersangka kembali melakukan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya, dengan cara menyamar sebagai guru yang berpura-pura memberikan nilai terhadap murid yang berhasil membuat foto dan video adegan pornografi.
Asep menyebut, tersangka semula mengelak telah melakukan kejahatannya terhadap beberapa anak korban, namun setelah penyidik menemukan barang bukti hasil pemeriksaan forensik digital berupa 1.307 foto dan video para korban yang tersimpan di ponsel dan di beberapa surat elektronik tersangka, akhirnya tersangka mengaku perbuatannya kepada penyidik.
Korbannya diduga hampir 50 orang anak.
Diketahui rata-rata korban masih duduk di bangku kelas 5 SD sampai dengan kelas 3 SMA yang usianya sekitar 11 - 17 tahun.
"Belum diketahui seluruh identitas dan alamat korban," katanya.
Dalam menjalankan aksinya, tersangka TR membuat beberapa akun Instagram palsu dengan mencatut nama dan foto akun Instagram beberapa guru sekolah yang diperolehnya secara acak.
Ia kemudian mengikuti akun-akun Instagram yang diduga milik murid-murid guru yang dicatut namanya dan merayunya via pesan langsung (direct message) serta meminta nomor ponsel para murid.
Melalui pesan WhatsApp, tersangka yang seolah-olah bertindak sebagai ibu guru korban membujuk korban agar mengirimkan foto dan video telanjang dengan dalih akan memberikan nilai jelek jika korban menolak.
"Dalam komunikasi di WhatsApp, tersangka memerintahkan para korban untuk melakukan perbuatan tak senonoh untuk difoto dan divideo. Dan meminta mereka untuk mengirimkan foto dan video tersebut ke WA tersangka," katanya.
Dari hasil penyidikan, aksi tersangka dipicu dorongan memenuhi hasrat pribadi dengan memandangi foto dan video porno anak tersebut.
Tersangka menjalankan aksinya selama dua tahun.
"Kami masih mendalami apakah tersangka terlibat sindikat pedofil atau hanya seorang diri," katanya.
Atas perbuatan tersebut, tersangka TR dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76 E dan/atau Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.
Tersangka TR diketahui merupakan napi di sebuah lapas di Jawa Timur. Ia dipenjara atas kasus pencabulan anak dibawah umur dengan vonis tujuh tahun enam bulan penjara.
"Dia baru menjalani masa hukuman dua tahun. Dulunya dia guru mengaji, pengakuannya begitu," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Asep Safrudin di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Selama di dalam lembaga pemasyarakatan, tersangka kembali melakukan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya, dengan cara menyamar sebagai guru yang berpura-pura memberikan nilai terhadap murid yang berhasil membuat foto dan video adegan pornografi.
Asep menyebut, tersangka semula mengelak telah melakukan kejahatannya terhadap beberapa anak korban, namun setelah penyidik menemukan barang bukti hasil pemeriksaan forensik digital berupa 1.307 foto dan video para korban yang tersimpan di ponsel dan di beberapa surat elektronik tersangka, akhirnya tersangka mengaku perbuatannya kepada penyidik.
Korbannya diduga hampir 50 orang anak.
Diketahui rata-rata korban masih duduk di bangku kelas 5 SD sampai dengan kelas 3 SMA yang usianya sekitar 11 - 17 tahun.
"Belum diketahui seluruh identitas dan alamat korban," katanya.
Dalam menjalankan aksinya, tersangka TR membuat beberapa akun Instagram palsu dengan mencatut nama dan foto akun Instagram beberapa guru sekolah yang diperolehnya secara acak.
Ia kemudian mengikuti akun-akun Instagram yang diduga milik murid-murid guru yang dicatut namanya dan merayunya via pesan langsung (direct message) serta meminta nomor ponsel para murid.
Melalui pesan WhatsApp, tersangka yang seolah-olah bertindak sebagai ibu guru korban membujuk korban agar mengirimkan foto dan video telanjang dengan dalih akan memberikan nilai jelek jika korban menolak.
"Dalam komunikasi di WhatsApp, tersangka memerintahkan para korban untuk melakukan perbuatan tak senonoh untuk difoto dan divideo. Dan meminta mereka untuk mengirimkan foto dan video tersebut ke WA tersangka," katanya.
Dari hasil penyidikan, aksi tersangka dipicu dorongan memenuhi hasrat pribadi dengan memandangi foto dan video porno anak tersebut.
Tersangka menjalankan aksinya selama dua tahun.
"Kami masih mendalami apakah tersangka terlibat sindikat pedofil atau hanya seorang diri," katanya.
Atas perbuatan tersebut, tersangka TR dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76 E dan/atau Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.