Jakarta (ANTARA) - Jajaran kepolisian di wilayah hukum Jakarta Barat mengungkap jalur distribusi narkoba menuju sejumlah kampus perguruan tinggi yang kerap melibatkan jaringan oknum alumni maupun mahasiswa aktif.
"Ganja adalah jenis narkoba yang mendominasi di pasar kampus. Bandar besar biasanya memanfaatkan mahasiswa atau alumni sebagai bandar kecil," kata Kanit 3 Satuan Reserse Narkoba Polrestro Jakarta Barat, AKP Ahmad Ardhi, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Edukasi bahaya narkoba dapat dimulai dari lingkungan keluarga
Baca juga: Mantan pecandu sebut dampak buruk narkoba
Baca juga: Rasa penasaran jadi faktor utama mahasiswa konsumsi narkoba
Ardhi menyebut kriteria bandar diklasifikasikan sesuai kepemilikan barang bukti.
Bandar besar biasanya menyimpan ganja di atas 5 kilogram, sementara bandar kecil hanya memiliki ganja dalam satuan gram. "Bandar kecil paling mainnya 20-30 paket dalam satuan gram," katanya.
Barang haram itu umumnya dipasok dari Provinsi Aceh menuju Jakarta melalui jalur darat dengan beragam modus yang selalu dikembangkan untuk mengelabui perhatian petugas penegak hukum.
"Ganja tidak mungkin diimpor dari luar negeri, karena ongkos kirimnya juga pasti mahal," ujar Ardhi.
Pada kurun 2018, jajaran Satres Narkoba Polrestro Jakarta Barat berhasil menyita 1,3 ton ganja kering yang diselundupkan dari Aceh menuju Jakarta menggunakan kendaraan jenis truk.
Saat dilakukan penangkapan di kawasan Cilegon, Banten, polisi menemukan barang bukti ganja seberat 1,3 ton terselip di antara tumpukan barang pada bagian bak truk serta terselip hingga ke bagian dalam ban cadangan.
Dikatakan Ardhi dibutuhkan kejelian aparat di lapangan dalam mengungkap alur distribusi narkoba, mengingat jenis mariyuana merupakan komponen barang berdimensi kecil.
Saat barang tersebut lolos dari pengawasan hingga sampai ke tangan bandar besar, kata dia, ganja kiriman selanjutnya dipilah berdasarkan kualitas untuk dikemas ke dalam bentuk paket.
"Biasanya yang umum di kalangan mahasiswa adalah bentuk paket hemat (pahe) dengan kisaran harga Rp250.000 hingga Rp300.000 per satu gram," katanya.
Paket itu selanjutnya didistribusikan melalui jaringan komunitas alumni maupun mahasiswa aktif di kampus.
Alumni yang disasar sebagai bandar kecil di lingkungan kampus, umumnya pengangguran. Mereka tergiur dengan keuntungan hingga tiga kali lipat dari modal.
"Ciri pemakai ganja dari kalangan pemula biasanya dioplos menggunakan tembakau, tapi kalau yang sudah ketergantungan biasa mengonsumsi secara murni," katanya.
"Ganja adalah jenis narkoba yang mendominasi di pasar kampus. Bandar besar biasanya memanfaatkan mahasiswa atau alumni sebagai bandar kecil," kata Kanit 3 Satuan Reserse Narkoba Polrestro Jakarta Barat, AKP Ahmad Ardhi, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Edukasi bahaya narkoba dapat dimulai dari lingkungan keluarga
Baca juga: Mantan pecandu sebut dampak buruk narkoba
Baca juga: Rasa penasaran jadi faktor utama mahasiswa konsumsi narkoba
Ardhi menyebut kriteria bandar diklasifikasikan sesuai kepemilikan barang bukti.
Bandar besar biasanya menyimpan ganja di atas 5 kilogram, sementara bandar kecil hanya memiliki ganja dalam satuan gram. "Bandar kecil paling mainnya 20-30 paket dalam satuan gram," katanya.
Barang haram itu umumnya dipasok dari Provinsi Aceh menuju Jakarta melalui jalur darat dengan beragam modus yang selalu dikembangkan untuk mengelabui perhatian petugas penegak hukum.
"Ganja tidak mungkin diimpor dari luar negeri, karena ongkos kirimnya juga pasti mahal," ujar Ardhi.
Pada kurun 2018, jajaran Satres Narkoba Polrestro Jakarta Barat berhasil menyita 1,3 ton ganja kering yang diselundupkan dari Aceh menuju Jakarta menggunakan kendaraan jenis truk.
Saat dilakukan penangkapan di kawasan Cilegon, Banten, polisi menemukan barang bukti ganja seberat 1,3 ton terselip di antara tumpukan barang pada bagian bak truk serta terselip hingga ke bagian dalam ban cadangan.
Dikatakan Ardhi dibutuhkan kejelian aparat di lapangan dalam mengungkap alur distribusi narkoba, mengingat jenis mariyuana merupakan komponen barang berdimensi kecil.
Saat barang tersebut lolos dari pengawasan hingga sampai ke tangan bandar besar, kata dia, ganja kiriman selanjutnya dipilah berdasarkan kualitas untuk dikemas ke dalam bentuk paket.
"Biasanya yang umum di kalangan mahasiswa adalah bentuk paket hemat (pahe) dengan kisaran harga Rp250.000 hingga Rp300.000 per satu gram," katanya.
Paket itu selanjutnya didistribusikan melalui jaringan komunitas alumni maupun mahasiswa aktif di kampus.
Alumni yang disasar sebagai bandar kecil di lingkungan kampus, umumnya pengangguran. Mereka tergiur dengan keuntungan hingga tiga kali lipat dari modal.
"Ciri pemakai ganja dari kalangan pemula biasanya dioplos menggunakan tembakau, tapi kalau yang sudah ketergantungan biasa mengonsumsi secara murni," katanya.