Jakarta (ANTARA) - DKI Jakarta akan menjadi kota acuan di Indonesia dalam menerapkan transportasi terelektrifikasi yang bakal dimulai dari transportasi umum, misalnya bus Transjakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sudah menghadap Presiden Joko Widodo guna membahas penerapan mobil listrik hingga Formula E di Ibu Kota, menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada pekan lalu yang mendorong DKI Jakarta agar memberikan insentif kepada masyarakat yang ingin membeli kendaraan listrik, termasuk pada armada bus maupun taksi bertenaga listrik.

"Mobil listrik juga dibahas, justru karena obrolin Formula E, kita obrolin mobil listrik dan rencana DKI bahwa semua kendaraan angkutan umum baru di Jakarta, bus-bus itu, akan bertenaga listrik," kata Anies di depan Wisma Negara dalam kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (13/8).

"(Bus listrik) untuk Transjakarta sedang dalam proses, tapi Transjakarta tidak mengadakan bus, kita membeli jasa. Busnya adalah dari perusahaan-perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan itu diharuskan menggunakan bus bertenaga listrik," jelas Anies.

Sebelum memikirkan bagaimana cara Transjakarta bertransformasi menjadi kendaraan listrik, Anda bisa menengok China yang sukses mengoperasikan transportasi massal tanpa mesin bakar itu di kota Shenzhen.

Baca juga: Perpres mobil listrik resmi ditandatangani presiden

Baca juga: Pensiun jadi menteri, Sri Mulyani ingin coba mobil listrik ini

Dilansir City Lab, dari 425.000 layanan bus listrik yang beroperasi di dunia, 99 persen di antaranya berada di China, didorong upaya kota industri Shenzhen untuk mengurangi polusi. Perusahaan dan pabrik di kota itu secara bertahap mengoperasikan bus listrik sebagai armada utama dalam beberapa tahun belakangan.

Dilansir Guardian, Shenzhen yang menyandang gelar Kota Nelayan hingga 1980, menjelma jadi zona industri yang berpolutan, sehingga pemerintah berharap pengoperasian bus listrik dapat memangkas 48 persen emisi CO2 pada 2020. Grup Bus Shenzhen bahkan menaksir mampu menghemat 160.000 ton batubara per tahun dan mengurangi emisi CO2 tahunan hingga 440.000 ton.

Awalnya, pengoperasian bus listrik mencemaskan sejumlah kalangan, misalnya orang tua dengan anak-anak atau lansia, karena bus listrik tanpa mesin bakar -- bergerak dengan motor listrik -- berjalan senyap sehingga berpotensi membahayakan pengguna jalan yang tidak mendengar suara mesin. Apalagi lalulintas di China juga padat.

"Faktanya, kami menerima permintaan untuk membuat suara buatan pada bus sehingga orang dapat mendengarnya. Kami mempertimbangkannya, " kata Joseph Ma, wakil manajer umum Grup Bus Shenzhen, dilansir Guardian

“Dengan bus diesel saya ingat berdiri di halte dan kepanasan, kebisingan, dan emisi yang mereka hasilkan membuatnya tidak tertahankan di musim panas,” kata Ma. "Bus listrik telah membuat perbedaan yang luar biasa."

Baca juga: Ekonom UI: Mobil listrik berpotensi menggantikan kendaraan dengan BBM

Baca juga: Peraturan mobil listrik segera hadir di penghujung Juli

Penerapan bus listrik di Shenzhen juga tidak mudah karena harga armada bus yang mencapai 208.000 euro (Rp3,3 miliar) per unit. Untuk itu, pemerintah menerapkan subsidi kepada pembeli kendaraan listrik.

"Biasanya, lebih dari setengah harga bus disubsidi oleh pemerintah," kata Ma, kemudian menambahkan ada subsidi tambahan apabila bus-bus itu telah beroperasi sejauh 60.000 km.

"Pemerintah memandang angkutan umum begitu penting sebagai dari kesejahteraan sosial," kata dia.

Setelah memberikan subsidi, pemerintah kota kemudian menyediakan titik pengisian daya listrik seantero kota Shenzhen, dengan menggandeng perusahaan pengelola bus. Totalnya ada 180 terminal pengisian dengan terminal Futian menjadi yang terbesar karena dapat mengisi daya 20 bus secara berbarengan.

Setelah ekosistem kendaraan listrik siap, mulai dari kebijakan pemerintah kota, fasilitas, produk hingga subsidi, Kota Shenzhen kemudian mengembangkan pengoperasian kendaraan listrik pada armada taksi, yang kini sudah berjumlah 22.000 unit.

"Untuk armada taksi, kami tidak terlalu memusingkan titik pengisian listrik, karena taksi rutenya tidak tetap dan bisa melintasi semua tempat," kata dia.

Hingga saat ini, setidaknya ada 30 kota di China yang menggunakan angkutan umum terelektrifikasi. Namun sayangnya, pemerintah berencana mengurangi subsidi pembelian kendaraan listrik karena harganya kini semakin mahal.

Baca juga: Mobil listrik Nissan Leaf tak ingin buru-buru masuk ke pasar Indonesia

Baca juga: Pemerintah diminta dorong investor asing gandeng industri lokal

Pewarta : A069
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024