Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat saat bekerja di lembaga penegakan hukum tersebut.

"Pimpinan telah menerima laporan hasil pemeriksaan direktorat pengawasan internal KPK sebagaimana yang disampaikan Deputi bidang PIPM (Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat) tertanggal 23 Januari 2019. Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Konferensi pers tersebut juga dihadiri oleh Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Firli menjadi Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018 dan kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.

Menurut KPK, Firli melakukan dua kali pertemuan dengan gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi 12 dan 13 Mei 2018 padahal pada sejak 2 Mei 2018 KPK melakukan penyelidikan dugaan TPK terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT NNT pada tahun 2009-2016.

"Pada 12 Mei 2018 dalam acara Harlah GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100 ribu hektare di Bonder Lombok Tengah. Dalam pertemuan itu terlihat saudara F bicara dengan MZM (Muhammad Zainul Majdi)," kata Tsani.

Selanjutnya pada 13 Mei 2018 dalam acara farewell and welcome game tenis danrem 162/WB di lapangan Tenis Wira Bhakti. Dalam pertemuan itu Firli duduk berdampingan dan bicara dengan Tuan Guru Badjang.

Pada 18 September 2018 kami menerima pengaduan masyarakat dan selanjutnya pada 21 September-31 Desember 2018 dilakukan proses pemeriksaan dilakukan Direktorat Pengawasan Internal. Dalam proses ini terdapat sejumlah temuan.

"Deputi PIPM melaporkan ke dewan pertimbangan pegawai dan di situ kami melakukan musyawarah dewan pertimbangan pegawai, dan hasilnya kami dengan suara bulat disepakati ditemukan cukup bukti ada pelanggaran berat, dan pelanggaran berat itu kemudian disepakati yang lalu diteruskan kepada pimpinan untuk mendapatkan tindak lanjut karena pertimbangannya hanya memberikan pertimbangan," ungkap Tsani.

Pertemuan selanjutnya terkait kasus berbeda yaitu kasus suap terkait dana perimbangan daerah dengan tersangka Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

"Pertemuan lain terkait kasus yang berbeda. Pada 8 Agustus 2018, penyidik KPK memanggil saudara BA (Bahrullah Akbar), pejabat BPK sebagai saksi untuk tersangka YP (Yaya Purnomo) dalam kasus suap terkait dana perimbangan daerah. Namun karena tidak dapat hadir maka pemeriksaan dijadwalkan ulang," ungkap Tsani.

Firli lalu bertemu Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar di ruangan di KPK selama sekitar 30 menit sebelum Bahrullah Akbar diperiksa oleh penyidik.

Pertemuan selanjutnya juga terkait kasus lain yaitu pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta yaitu Firli bertemu dengan seorang pimpinan partai politik.

"Pertemuan-pertemuan tersebut tidak ada hubungannya dengan tugas F sebagai Deputi Penindakan KPK. Sebagai Deputi Penindakan KPK, F juga tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi dan tidak melaporkan seluruh pertemuan-pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK," ungkap Tsani.

Dalam proses pemeriksaan, KPK telah memeriksa Firli, saksi-saksi, pihak terkait, ahli hukum dan ahli etik untuk membutkikan terjadinya dugaan pelanggaran
yang lakukan Firli.

Bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan antara lain meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, rekaman CCTV, video dan dokumen-dokumen terkait penanganan perkara TPK yang ditangani KPK.

"KPK telah mengundang ahli untuk memberikan pendapat seperti Artidjo Alkostar yang berpendapat bahwa 'Independensi KPK sebagai lembaga negara merupakan mahkota bagi KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Oleh karena itu setiap insan KPK harus dapat membuat garis pemisah dan batas yang jelas antara urusan pribadi dan jabatan sebagai insan KPK. Sehingga kepercayaan dan harapan publik terhadap KPK harus selalu diperhatikan dan dijaga oleh setiap insan KPK demi menjaga marwah institusi KPK," tambah Tsani.

"Selain itu dari pendapat ahli hukum dan etik yang dimintakan KPK, pertemuan tersebut termasuk pertemuan yang dilarang bagi pegawai KPK," tegas Saut.

Firli saat ini juga menjadi calon pimpinan KPK dan akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR pada Kamis (12/9).
 

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024