Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah akan menggelar tradisi budaya Mandi Safar di Sungai Mentaya, namun kini muncul kekhawatiran warga karena buaya makin sering muncul di sungai.
"Rencananya Senin kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Didpolairud Polda kalteng dan Polsek KPM untuk membahas masalah ini," kata Komandan Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah Pos Sampit Muriansyah di Sampit, Minggu.
Tradisi Mandi Safar biasanya dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar. Tahun ini rencananya tradisi yang dikemas menjadi event pariwisata itu akan dilaksanakan pada 23 Oktober.
Tradisi dengan acara puncak yaitu beramai-ramai mandi bercebur ke Sungai Mentaya itu biasanya dipusatkan di Dermaga Habaring Hurung. Namun makin seringnya buaya muncul, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat dan sejumlah pihak terkait.
Selama ini masyarakat sudah mendengar buaya sering muncul, bahkan menerkam warga, namun lokasinya di kawasan selatan yang cukup jauh dari pusat kota. Kini buaya muncul di perairan dekat pusat kota, bahkan tidak jauh dari Dermaga Habaring Hurung yang nantinya menjadi pusat kegiatan tradisi Mandi Safar.
Selama September ini, setidaknya sudah dua kali warga Sampit digegerkan dengan kemunculan buaya, bahkan sempat diabadikan menggunakan kamera telepon seluler. Sudah dua kali pula BKSDA turun melakukan observasi di lokasi tempat buaya muncul.
Sabtu (28/9), Muriansyah dan timnya mendatangi lokasi tempat seekor buaya sepanjang dua meter terlihat muncul. Muriansyah bertemu dengan Joko, warga yang melihat kemunculan buaya, bahkan sempat merekam video satwa liar tersebut.
Buaya muncul di perairan sekitar Jalan Iskandar 29 Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Buaya muncul dua kali di perairan berjarak sekitar sekitar 60 meter dari tepi sungai.
"Oktober ini ada event rutin Disbudpar yaitu Mandi Safar. Tradisinya yaitu warga bersama-sama dalam jumlah ratusan, bahkan ribuan orang berenang di Sungai Mentaya. Ini yang perlu diantisipasi," ujar Muriansyah.
Antisipasi sangat diperlukan karena buaya merupakan satwa liar yang rawan memangsa manusia. Jika pun tradisi Mandi Safar dilaksanakan, diharapkan tidak sampai ada warga yang diserang buaya saat puncak tradisi tersebut.
"Rencananya Senin kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Didpolairud Polda kalteng dan Polsek KPM untuk membahas masalah ini," kata Komandan Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah Pos Sampit Muriansyah di Sampit, Minggu.
Tradisi Mandi Safar biasanya dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar. Tahun ini rencananya tradisi yang dikemas menjadi event pariwisata itu akan dilaksanakan pada 23 Oktober.
Tradisi dengan acara puncak yaitu beramai-ramai mandi bercebur ke Sungai Mentaya itu biasanya dipusatkan di Dermaga Habaring Hurung. Namun makin seringnya buaya muncul, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat dan sejumlah pihak terkait.
Selama ini masyarakat sudah mendengar buaya sering muncul, bahkan menerkam warga, namun lokasinya di kawasan selatan yang cukup jauh dari pusat kota. Kini buaya muncul di perairan dekat pusat kota, bahkan tidak jauh dari Dermaga Habaring Hurung yang nantinya menjadi pusat kegiatan tradisi Mandi Safar.
Selama September ini, setidaknya sudah dua kali warga Sampit digegerkan dengan kemunculan buaya, bahkan sempat diabadikan menggunakan kamera telepon seluler. Sudah dua kali pula BKSDA turun melakukan observasi di lokasi tempat buaya muncul.
Sabtu (28/9), Muriansyah dan timnya mendatangi lokasi tempat seekor buaya sepanjang dua meter terlihat muncul. Muriansyah bertemu dengan Joko, warga yang melihat kemunculan buaya, bahkan sempat merekam video satwa liar tersebut.
Buaya muncul di perairan sekitar Jalan Iskandar 29 Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Buaya muncul dua kali di perairan berjarak sekitar sekitar 60 meter dari tepi sungai.
"Oktober ini ada event rutin Disbudpar yaitu Mandi Safar. Tradisinya yaitu warga bersama-sama dalam jumlah ratusan, bahkan ribuan orang berenang di Sungai Mentaya. Ini yang perlu diantisipasi," ujar Muriansyah.
Antisipasi sangat diperlukan karena buaya merupakan satwa liar yang rawan memangsa manusia. Jika pun tradisi Mandi Safar dilaksanakan, diharapkan tidak sampai ada warga yang diserang buaya saat puncak tradisi tersebut.