Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah Lohing Simon mengingatkan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota se-Kalteng, agar dalam menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu terkait perizinan harus konsisten dan sesuai aturan.
Keberadaan PTSP merupakan upaya pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah dalam memudahkan serta menyederhanakan proses pengurusan perizinan, kata Lohing di ruang komisi II DPRD Kalteng, Jumat.
"Jadi, saya sepakat saja dengan program PTSP itu, dan harapannya dilaksanakan secara serius, konsisten dan tetap memperhatikan berabagai aturan," tambahnya.
Meski begitu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyoroti masalah ketepatan waktu dalam pengurusan izin. Sebab, pengusaha selalu memperhitungkan ketepatan waktu dalam berbagai hal.
Dia mengatakan dalam segala pengurusan izin, dipastikan ada ketentuan waktunya. Apalagi ketika persyaratannya sudah lengkap dan tidak dibuat-buat, maka prosesnya juga selesai sesuai ketentuan yang ada.
Baca juga: DPRD bangga perwakilan Dayak dari Kalteng ada di Kabinet Indonesia Maju
"Ada satu masalah izin yang perlu mendapat perhatian karena dianggap sejumlah kalangan menyulitkan masyarakat. Masalah perizinan bebatuan, atau dulu kita kenal namanya galian C," kata Lohing.
Wakil rakyat Kalteng dari daerah pemilihan I meliputi Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan dan Gunung Mas itu menyebut, adanya aturan baru terkait pertambangan, yang menjadi wewenang provinsi saat ini, cukup berdampak bagi masyarakat.
Dia mengatakan sebelumnya pemerintah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk menerbitkan izin Galian C. Bahkan, sejumlah kabupaten/kota telah menerbitkan peraturan daerah terkait batu-batuan, pasir/tanah dan lainnya dalam hal pungutan.
"Tapi, sejak adanya perubahan aturan tambang, maka izin batu-batuan dan pasir serta tanah dilimpahkan semuanya ke provinsi. Persyaratan izinnya pun nyaris sama standarnya dengan batu bara, dan lainya," beber Lohing.
Dia mengatakan pengalihan tersebut sebenarnya tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga pemerintah kabupaten/kota. Sebab, pendapatan asli daerah (PAD) dari galian C tersebut menjadi tidak ada.
Dirinya berharap ke depan ada aturan, yang mampu meninjau kembali, agar masyarakat tidak kesulitan dan daerah mampu mendulang PAD, secara maksimal.
"Kondisi itu berdampak pada terkendalanya masyarakat kecil, untuk menggali ataupun memanfaatkan galian c demi kepentingan umum," demikian Lohing.
Baca juga: DPRD apresiasi keseriusan pemda se-Kalteng realisasikan PTSP
Baca juga: Manfaatkan 'huma betang' dalam menghadapi revolusi industri 4.0
Keberadaan PTSP merupakan upaya pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah dalam memudahkan serta menyederhanakan proses pengurusan perizinan, kata Lohing di ruang komisi II DPRD Kalteng, Jumat.
"Jadi, saya sepakat saja dengan program PTSP itu, dan harapannya dilaksanakan secara serius, konsisten dan tetap memperhatikan berabagai aturan," tambahnya.
Meski begitu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyoroti masalah ketepatan waktu dalam pengurusan izin. Sebab, pengusaha selalu memperhitungkan ketepatan waktu dalam berbagai hal.
Dia mengatakan dalam segala pengurusan izin, dipastikan ada ketentuan waktunya. Apalagi ketika persyaratannya sudah lengkap dan tidak dibuat-buat, maka prosesnya juga selesai sesuai ketentuan yang ada.
Baca juga: DPRD bangga perwakilan Dayak dari Kalteng ada di Kabinet Indonesia Maju
"Ada satu masalah izin yang perlu mendapat perhatian karena dianggap sejumlah kalangan menyulitkan masyarakat. Masalah perizinan bebatuan, atau dulu kita kenal namanya galian C," kata Lohing.
Wakil rakyat Kalteng dari daerah pemilihan I meliputi Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan dan Gunung Mas itu menyebut, adanya aturan baru terkait pertambangan, yang menjadi wewenang provinsi saat ini, cukup berdampak bagi masyarakat.
Dia mengatakan sebelumnya pemerintah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk menerbitkan izin Galian C. Bahkan, sejumlah kabupaten/kota telah menerbitkan peraturan daerah terkait batu-batuan, pasir/tanah dan lainnya dalam hal pungutan.
"Tapi, sejak adanya perubahan aturan tambang, maka izin batu-batuan dan pasir serta tanah dilimpahkan semuanya ke provinsi. Persyaratan izinnya pun nyaris sama standarnya dengan batu bara, dan lainya," beber Lohing.
Dia mengatakan pengalihan tersebut sebenarnya tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga pemerintah kabupaten/kota. Sebab, pendapatan asli daerah (PAD) dari galian C tersebut menjadi tidak ada.
Dirinya berharap ke depan ada aturan, yang mampu meninjau kembali, agar masyarakat tidak kesulitan dan daerah mampu mendulang PAD, secara maksimal.
"Kondisi itu berdampak pada terkendalanya masyarakat kecil, untuk menggali ataupun memanfaatkan galian c demi kepentingan umum," demikian Lohing.
Baca juga: DPRD apresiasi keseriusan pemda se-Kalteng realisasikan PTSP
Baca juga: Manfaatkan 'huma betang' dalam menghadapi revolusi industri 4.0