Tamiang Layang (ANTARA) - Salah seorang pengamat hukum di Indonesia Hendry Yosodiningrat berpendapat, perbuatan menutup jalan eks pertamina di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, yang dilakukan PT Pertamina (Persero) melalui PT Patra Jasa merupakan perbuatan pidana dan setidaknya kejahatan serta diancam pidana penjara.
"Perbuatan tersebut apabila dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, yaitu tindak pidana di bidang pertambangan dan jalan," kata Hendry kepada Antara, Selasa.
Dikatakan, berdasarkan ketentuan pasal 162 Undang Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, jelas tertera setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK, yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 136 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara di ketentuan pasal 63 ayat 1 Undang Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.
"Penutupan jalan yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Patra Jasa telah mengakibatkan aktifitas para penambang batu bara terhenti atau setidaknya mengganggu," kata dia.
Menurut Hendry penutupan jalan yang dilakukan PT Pertamina (Persero), tidak dapat dibenarkan secara hukum. Bahkan dirinya menganggap langkah tersebut perbuatan melawan hukum yang dapat diajukan tuntutan ganti rugi melalui Pengadilan.
Dia mengatakan perbuatan PT Pertamina (Persero) tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, dalam hal ini juga dikenal dengan istilah onrechtmatige overheidsdaad atau detournement de pouvoir, yang dapat dituntut melalui pengadilan disertai tuntutan ganti rugi bagi pihak yang dirugikan sebagai akibat dari penutupan jalan dimaksud.
Baca juga: Cegah konflik, Polda Kalteng kirim 100 personel ke Bartim
Fakta di lapangan, bahwa jalan eks pertamina selama hampir 50 tahun lamanya atau sejak ditelantarkan oleh PT Pertamina pada tahun 1970, saat ini jalan tersebut dipergunakan sebagai jalan baik bagi masyarakat umum maupun bagi Asosiasi Angkutan Batu bara Barito Timur untuk mengangkut batu bara, khususnya untuk kepentingan suplai ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rimau Electric guna memperkuat jaringan dan menjaga ketersediaan listrik dengan sistem isolated agar tidak terjadi pemadaman listrik di Barito Timur.
"Jalan tersebut juga sudah dipergunakan sebagai jalan untuk mengangkut kelapa sawit dan juga dipergunakan bagi kepentingan masyarakat secara umum," kata Hendry.
Dengan ditutupnya jalan itu oleh PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya (PT Patra Jasa), maka baik langsung maupun tidak langsung telah mengganggu kepentingan umum termasuk dan tidak terkecuali terganggunya suplai batubara ke PLTU Rimau Electric, sehingga terjadi pelemahan jaringan listrik untuk masyarakat Kabupaten Barito Timur dan mengurangi ketersediaan listrik dengan sistem isolated yang mengakibat terjadi pemadaman listrik di Barito Timur.
Penutupan jalan dimaksud juga menciptakan pengangguran bagi ribuan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya bekerja baik sebagai buruh tambang batubara maupun sebagai pengangkut batu bara (khususnya yang berasal dari tambang PT Senamas Energindo Mineral).
Baca juga: DPRD Barito Timur serap informasi terkait polemik jalan eks Pertamina
Baca juga: DPRD Barito Timur upayakan solusi polemik jalan eks Pertamina
"Perbuatan tersebut apabila dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, yaitu tindak pidana di bidang pertambangan dan jalan," kata Hendry kepada Antara, Selasa.
Dikatakan, berdasarkan ketentuan pasal 162 Undang Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, jelas tertera setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK, yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 136 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara di ketentuan pasal 63 ayat 1 Undang Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.
"Penutupan jalan yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Patra Jasa telah mengakibatkan aktifitas para penambang batu bara terhenti atau setidaknya mengganggu," kata dia.
Menurut Hendry penutupan jalan yang dilakukan PT Pertamina (Persero), tidak dapat dibenarkan secara hukum. Bahkan dirinya menganggap langkah tersebut perbuatan melawan hukum yang dapat diajukan tuntutan ganti rugi melalui Pengadilan.
Dia mengatakan perbuatan PT Pertamina (Persero) tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, dalam hal ini juga dikenal dengan istilah onrechtmatige overheidsdaad atau detournement de pouvoir, yang dapat dituntut melalui pengadilan disertai tuntutan ganti rugi bagi pihak yang dirugikan sebagai akibat dari penutupan jalan dimaksud.
Baca juga: Cegah konflik, Polda Kalteng kirim 100 personel ke Bartim
Fakta di lapangan, bahwa jalan eks pertamina selama hampir 50 tahun lamanya atau sejak ditelantarkan oleh PT Pertamina pada tahun 1970, saat ini jalan tersebut dipergunakan sebagai jalan baik bagi masyarakat umum maupun bagi Asosiasi Angkutan Batu bara Barito Timur untuk mengangkut batu bara, khususnya untuk kepentingan suplai ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rimau Electric guna memperkuat jaringan dan menjaga ketersediaan listrik dengan sistem isolated agar tidak terjadi pemadaman listrik di Barito Timur.
"Jalan tersebut juga sudah dipergunakan sebagai jalan untuk mengangkut kelapa sawit dan juga dipergunakan bagi kepentingan masyarakat secara umum," kata Hendry.
Dengan ditutupnya jalan itu oleh PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya (PT Patra Jasa), maka baik langsung maupun tidak langsung telah mengganggu kepentingan umum termasuk dan tidak terkecuali terganggunya suplai batubara ke PLTU Rimau Electric, sehingga terjadi pelemahan jaringan listrik untuk masyarakat Kabupaten Barito Timur dan mengurangi ketersediaan listrik dengan sistem isolated yang mengakibat terjadi pemadaman listrik di Barito Timur.
Penutupan jalan dimaksud juga menciptakan pengangguran bagi ribuan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya bekerja baik sebagai buruh tambang batubara maupun sebagai pengangkut batu bara (khususnya yang berasal dari tambang PT Senamas Energindo Mineral).
Baca juga: DPRD Barito Timur serap informasi terkait polemik jalan eks Pertamina
Baca juga: DPRD Barito Timur upayakan solusi polemik jalan eks Pertamina