Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah harus bekerja keras jika ingin mencapai swasembada daging karena populasi sapi saat ini masih sangat sedikit sehingga masih membutuhkan sekitar 23.000 ekor sapi.
"Kalau mau swasembada daging, harus punya sapi dengan populasinya itu sekitar 30.000 ekor, sedangkan sekarang baru ada 7.000 ekor. Bayangkan bayangkan berapa itu kurangnya," kata Kepala Dinas Pertanian Kotawaringin Timur I Made Dikantara di Sampit, Minggu.
Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar, pedagang mendatangkan sapi dari luar daerah seperti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Kalimantan Selatan. Imbasnya, harga daging sapi cukup tinggi berkisar Rp110.000 hingga Rp130.000 /kg
Pencapaian swasembada daging memang bukan hal mustahil, namun membutuhkan waktu. Jika ingin mewujudkannya dalam waktu singkat maka harus ada terobosan yang dilaksanakan secara konsisten.
Menurut Made, jika mengandalkan dana APBD untuk menambah populasi sapi maka akan terasa sangat berat. Namun ada cara yang bisa ditempuh yaitu optimalisasi program integrasi sapi-sawit yang sudah dicanangkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu.
Made menyebutkan, saat ini ada 60 perusahaan besar swasta di Kotawaringin Timur, bahkan 54 perusahaan diantaranya sudah beroperasi. Ini menjadi potensi besar untuk menambah populasi sapi di kabupaten ini melalui program integrasi sapi-sawit.
Saat ini baru sedikit perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melaksanakan program integrasi sapi-sawit, padahal berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah disebutkan bahwa perusahaan diarahkan memelihara sapi dengan rasio dua ekor sapi untuk setiap hektare kebun sawit.
Baca juga: Legislator Kotim prihatin jembatan desa ini rawan ambruk
Program integrasi sapi-sawit menunjukkan hasil menggembirakan. Bahkan Made menilai, hasil sapi akan lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari hasil sawit.
Secara teknis, pelaksanaan integrasi sapi-sawit dinilai berhasil. Enam kelompok peternak dalam program ini yang melaksanakan di Kecamatan Parenggean, belum lama ini bahkan diundang ke Istana Negara menerima penghargaan terbaik kedua atas keberhasilan mengembangkan program tersebut.
"Modalnya sangat murah karena pakannya sudah berlimpah yaitu ampas dan lainnya yang tidak terpakai di perkebunan kelapa sawit. Hasilnya juga bagus karena bobot sapi cepat naik. Ini potensi sangat besar," kata Made.
Made mendorong program integrasi sapi-sawit diperluas dengan partisipasi perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan memberdayakan masyarakat. Perusahaan memiliki modal, sedangkan pemeliharaan sapi-sapinya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat.
Jika program integrasi sapi-sawit berjalan dengan baik, Made yakin dalam satu atau dua tahun Kotawaringin Timur sudah mampu swasembada daging. Untuk itu dia berharap perusahaan besar swasta turut mendukung upaya tersebut.
Baca juga: Safari Imlek Bupati Kotim perkuat persaudaraan
Baca juga: Apresiasi MTQ Baamang, Bupati Kotim siapkan hadiah ini untuk juara
"Kalau mau swasembada daging, harus punya sapi dengan populasinya itu sekitar 30.000 ekor, sedangkan sekarang baru ada 7.000 ekor. Bayangkan bayangkan berapa itu kurangnya," kata Kepala Dinas Pertanian Kotawaringin Timur I Made Dikantara di Sampit, Minggu.
Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar, pedagang mendatangkan sapi dari luar daerah seperti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Kalimantan Selatan. Imbasnya, harga daging sapi cukup tinggi berkisar Rp110.000 hingga Rp130.000 /kg
Pencapaian swasembada daging memang bukan hal mustahil, namun membutuhkan waktu. Jika ingin mewujudkannya dalam waktu singkat maka harus ada terobosan yang dilaksanakan secara konsisten.
Menurut Made, jika mengandalkan dana APBD untuk menambah populasi sapi maka akan terasa sangat berat. Namun ada cara yang bisa ditempuh yaitu optimalisasi program integrasi sapi-sawit yang sudah dicanangkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu.
Made menyebutkan, saat ini ada 60 perusahaan besar swasta di Kotawaringin Timur, bahkan 54 perusahaan diantaranya sudah beroperasi. Ini menjadi potensi besar untuk menambah populasi sapi di kabupaten ini melalui program integrasi sapi-sawit.
Saat ini baru sedikit perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melaksanakan program integrasi sapi-sawit, padahal berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah disebutkan bahwa perusahaan diarahkan memelihara sapi dengan rasio dua ekor sapi untuk setiap hektare kebun sawit.
Baca juga: Legislator Kotim prihatin jembatan desa ini rawan ambruk
Program integrasi sapi-sawit menunjukkan hasil menggembirakan. Bahkan Made menilai, hasil sapi akan lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari hasil sawit.
Secara teknis, pelaksanaan integrasi sapi-sawit dinilai berhasil. Enam kelompok peternak dalam program ini yang melaksanakan di Kecamatan Parenggean, belum lama ini bahkan diundang ke Istana Negara menerima penghargaan terbaik kedua atas keberhasilan mengembangkan program tersebut.
"Modalnya sangat murah karena pakannya sudah berlimpah yaitu ampas dan lainnya yang tidak terpakai di perkebunan kelapa sawit. Hasilnya juga bagus karena bobot sapi cepat naik. Ini potensi sangat besar," kata Made.
Made mendorong program integrasi sapi-sawit diperluas dengan partisipasi perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan memberdayakan masyarakat. Perusahaan memiliki modal, sedangkan pemeliharaan sapi-sapinya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat.
Jika program integrasi sapi-sawit berjalan dengan baik, Made yakin dalam satu atau dua tahun Kotawaringin Timur sudah mampu swasembada daging. Untuk itu dia berharap perusahaan besar swasta turut mendukung upaya tersebut.
Baca juga: Safari Imlek Bupati Kotim perkuat persaudaraan
Baca juga: Apresiasi MTQ Baamang, Bupati Kotim siapkan hadiah ini untuk juara