Jakarta (ANTARA) - Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr Totok Bintoro, M.Pd mengatakan bahwa Republik Indonesia kehilangan tokoh pendidikan inklusif setelah sosok penting kyai besar Nahdlatul Ulama (NU) Ir KH Sholahuddin "Gus Sholah" Wahid meninggal dunia karena sakit jantung.
"Beliau, almarhum Gus Sholah telah memberikan bekal kepada generasi berikutnya menjadi lulusan terbaik untuk bangsa sekaligus menjadi Muslim yang menghormati sesama," katanya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu malam.
Ia menyatakan bahwa Gus Sholah -- adik mantan Presiden KH Abdurrahman "Gus Dur" Wahid itu -- berperan nyata mencerdaskan bangsa baik dari siisi akademis dan juga agama.
“Beliau tidak hanya menyukseskan program wajib belajar di Indonesia tapi juga mencerdaskan dan menjadikan anak didik yang memiliki kekuatan iman dan takwa,” katanya.
Tidak hanya akademis dan agama, kata Totok Bintoro, sumbangsih Gus Sholah berupa pemikiran-pemikiran kepada bangsa juga bernilai untuk kemajuan pendidikan di Tanah Air.
Gus Sholah yang hingga wafatnya merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu menjalani pendididikannya di SMP N 1 Cikini, Jakarta dan SMA N 1 Jakarta.
Setelah itu, Gus Sholah melanjutkan studinya di jurusan arsitektur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1962 hingga lulus.
Ponpes Tebuireng memiliki unit pendidikan seperti madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), hingga Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) yang kini bernama IKAHA.
Gus Sholah berpulang dalam usia 77 tahun di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta setelah dirawat karena sakit jantung pada Minggu (2/2) malam.
"Beliau, almarhum Gus Sholah telah memberikan bekal kepada generasi berikutnya menjadi lulusan terbaik untuk bangsa sekaligus menjadi Muslim yang menghormati sesama," katanya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu malam.
Ia menyatakan bahwa Gus Sholah -- adik mantan Presiden KH Abdurrahman "Gus Dur" Wahid itu -- berperan nyata mencerdaskan bangsa baik dari siisi akademis dan juga agama.
“Beliau tidak hanya menyukseskan program wajib belajar di Indonesia tapi juga mencerdaskan dan menjadikan anak didik yang memiliki kekuatan iman dan takwa,” katanya.
Tidak hanya akademis dan agama, kata Totok Bintoro, sumbangsih Gus Sholah berupa pemikiran-pemikiran kepada bangsa juga bernilai untuk kemajuan pendidikan di Tanah Air.
Gus Sholah yang hingga wafatnya merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu menjalani pendididikannya di SMP N 1 Cikini, Jakarta dan SMA N 1 Jakarta.
Setelah itu, Gus Sholah melanjutkan studinya di jurusan arsitektur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1962 hingga lulus.
Ponpes Tebuireng memiliki unit pendidikan seperti madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), hingga Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) yang kini bernama IKAHA.
Gus Sholah berpulang dalam usia 77 tahun di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta setelah dirawat karena sakit jantung pada Minggu (2/2) malam.