Cianjur (ANTARA) - Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat mencatat faktor ekonomi menjadi penyebab utama tingginya angka perceraian di wilayah ini, setiap tahun mengalami peningkatan terutama gugat cerai dari perempuan atau istri terhadap suami.
"Sebagian besar gugatan dari perempuan dibandingkan cerai talak yang angkanya lebih rendah. Rata-rata faktor ekonomi yang menjadi alasan gugatan tersebut," kata Humas Pengadilan Agama Cianjur, Asep, di Cianjur Selasa.
Ia menjelaskan sepanjang tahun 2018 ada 3.961 kasus perceraian yang ditangani, terdiri dari 3.394 cerai gugat dan 567 cerai talak. Tahun 2019 angka perceraian mengalami peningkatan menjadi 4.415, terdiri dari 3.370 cerai gugat dan 645 cerai talak.
Sedangkan awal tahun 2020 hingga Februari terdapat 497 permohonan cerai gugat sudah masuk ke Pengadilan Agama, dan 83 cerai talak.
Sejak tiga tahun terakhir cerai gugat yang diajukan pasangan perempuan angkanya terus meningkat.
"Angka kasus cerai gugat dari pasangan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan kasus cerai talak, dan kembali faktor ekonomi sebagai penyebab utama gugat cerai karena penghasilan suami lebih kecil atau suami tidak bekerja," katanya pula.
Menurut dia, banyak perempuan yang menggugat cerai, karena merasa selama ini bekerja untuk menafkahi keluarga, sedangkan suami hanya berpangku tangan di rumah alias tidak bekerja.
"Ini harus menjadi pemikiran bersama termasuk pemerintah dan swasta untuk membuka lowongan pekerjaan lebih banyak bagi pria, karena perempuan yang menggugat cerai akibat suami tidak memiliki penghasilan atau penghasilannya lebih kecil," katanya lagi.
"Sebagian besar gugatan dari perempuan dibandingkan cerai talak yang angkanya lebih rendah. Rata-rata faktor ekonomi yang menjadi alasan gugatan tersebut," kata Humas Pengadilan Agama Cianjur, Asep, di Cianjur Selasa.
Ia menjelaskan sepanjang tahun 2018 ada 3.961 kasus perceraian yang ditangani, terdiri dari 3.394 cerai gugat dan 567 cerai talak. Tahun 2019 angka perceraian mengalami peningkatan menjadi 4.415, terdiri dari 3.370 cerai gugat dan 645 cerai talak.
Sedangkan awal tahun 2020 hingga Februari terdapat 497 permohonan cerai gugat sudah masuk ke Pengadilan Agama, dan 83 cerai talak.
Sejak tiga tahun terakhir cerai gugat yang diajukan pasangan perempuan angkanya terus meningkat.
"Angka kasus cerai gugat dari pasangan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan kasus cerai talak, dan kembali faktor ekonomi sebagai penyebab utama gugat cerai karena penghasilan suami lebih kecil atau suami tidak bekerja," katanya pula.
Menurut dia, banyak perempuan yang menggugat cerai, karena merasa selama ini bekerja untuk menafkahi keluarga, sedangkan suami hanya berpangku tangan di rumah alias tidak bekerja.
"Ini harus menjadi pemikiran bersama termasuk pemerintah dan swasta untuk membuka lowongan pekerjaan lebih banyak bagi pria, karena perempuan yang menggugat cerai akibat suami tidak memiliki penghasilan atau penghasilannya lebih kecil," katanya lagi.