Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mendebat dan mencecar eks Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dalam sidang pemeriksaan saksi.
"Terkait perjalanan dinas saya 3 November 2018 itu resmi atau apa?" tanya Imam Nahrawi dari gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Jakarta, Rabu.
"Ya sesuai disposisi resmi Pak karena ada disposisi bapak untuk ikuti kejuaraan paralayang," jawab Mulyana dari lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Mulyana menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Mulyana sendiri sudah divonis 4,5 tahun penjara karena menerima suap berupa satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 senilai total sekitar Rp900 juta.
"Kalau perjalanan dinas luar negeri apa harus izin Presiden atau cukup ke bapak?" tanya Imam.
"Harusnya izin Presiden menurut saya," jawab Mulyana.
"Apakah harus ada surat dari Setneg?" tanya Imam.
"Seperti itu," jawab Mulyana.
"Bapak pernah ke luar negeri?" tanya Imam.
"Iya, tapi suratnya belakangan," jawab Mulyana.
"Mengajukan surat ke Presiden itu PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) atau menteri?" tanya Imam.
"Yang mengajukan Sesmenpora," jawab Mulyana.
"Kalau tidak ada izin Presiden apakah menteri boleh jalan?" tanya Imam.
"Saya tidak tahu," jawab Mulyana.
Acara yang dimaksud Imam adalah perjalanan dinas bersama rombongan Kempora ke Jedah pada 2018 untuk menghadiri undangan dari federasi paralayang dunia. Namun karena kunjungan dilakukan di Arab Saudi, Imam dan rombongannya memanfaatkan waktu untuk menunaikan ibadah umrah.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Mulyana mengaku pernah diminta uang Rp2 miliar oleh asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum untuk umrah yang dilakukan Imam Nahrawi, istrinya Shobibah Rohmah dan sejumlah pejabat dan staf Kemenpora.
"Di BAP saudara disimpulkan bahwa pencairan dana Rp30 miliar itu penyelesaiannya ke kejaksaan, coba jelaskan?" tanya Imam lagi.
"Saya pernah menyampaikan ke Pak Imam bahwa saya ke Kejaksaan dimintai keterangan terkait uang KONI dan saya sudah sampaikan itu ke bapak di rumah, di kantor juga, terkait masalah ada sesuatu dengan Kejaksaaan saya tidak tahu, saya tahunya saat saya sidang ada yang mengatakan 'Blok M, Blok M', jadi saya tidak tahu persis," ungkap Mulyana.
"Apakah bapak juga cek uang Rp400 juta diberikan ke masjid secara cash?" tanya Imam.
"Tidak, cuman Pak Supriyono menyampaikan uang sudah disampaikan ke Pak Ulum," jawab Mulyana.
"Baik nanti akan saya tanyakan ke Ulum apakah benar sudah diterima, karena di rekening saya sampai sekarang belum diterima, di rekening saya belum. Pak Mulyana, status kita sekarang sama Pak," kata Imam.
Dalam dakwaan disebutkan Imam menerima gratifikasi sebesar Rp400 juta dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017-2018 Supriyono.
Pemberian uang itu diawali pada Januari 2018, Imam Nahrawi memanggil Mulyana di lapangan bulu tangkis di kantor Kemenpora. Imam meminta uang honor untuk kegiatan Satlak Prima kepada Mulyana, padahal Satlak Prima telah resmi dibubarkan pada Oktober 2017.
Akhirnya disepakati untuk memberikan uang sejumlah Rp400 juta kepada Imam Nahrawi selaku penanggung jawab Satlak Prima. Penyerahan uang dilakukan Supriyono kepada Miftahul Ulum di areal parkir Menpora di dekat masjid yang ada di kompleks Kemenpora RI tanpa adanya tanda terima yang sah dengan disaksikan Mulyana.
"Saya melihat rekening akhir tahun karena memang tidak ada transfer honor Satlak Prima sehingga saya bertanya setelah itu saya melihat di rekening ternyata sampai sekarang belum ada honor dan saya membuat disposisi adalah kewajiban saya sebagai pimpinan tertinggi di kementerian dan kalau ini dianggap salah maka saya harus sampaikan saya keberatan sekali, karena semua menteri pasti akan ada disposisi setelah itu ada pelimpahan kewenangan ke Kuasa Pengguna Anggaran," ungkap Imam.
Imam juga meminta agar majelis hakim membuka rekaman CCTV masjid Kemenpora.
"Sekiranya Yang Mulia hakim berkenan kiranya CCTV yang ada di depan masjid karena katanya ada pemberian dari Supriyono ke Ulum ini untuk dihadirkan, demikian juga CCTV lain di sisi lapangan yang katanya Pak Hamidy bahas bersama Mulyana tolong juga dihadirkan, demikian juga sadapan pembicaaan Mulyana dengan Ulum dan Pak Supri atau Mulyana terkait uang Rp400 juta mohon dihadirkan agar semua terang benderang demi keadilan," tegas Imam.
"Terkait perjalanan dinas saya 3 November 2018 itu resmi atau apa?" tanya Imam Nahrawi dari gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Jakarta, Rabu.
"Ya sesuai disposisi resmi Pak karena ada disposisi bapak untuk ikuti kejuaraan paralayang," jawab Mulyana dari lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Mulyana menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Mulyana sendiri sudah divonis 4,5 tahun penjara karena menerima suap berupa satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 senilai total sekitar Rp900 juta.
"Kalau perjalanan dinas luar negeri apa harus izin Presiden atau cukup ke bapak?" tanya Imam.
"Harusnya izin Presiden menurut saya," jawab Mulyana.
"Apakah harus ada surat dari Setneg?" tanya Imam.
"Seperti itu," jawab Mulyana.
"Bapak pernah ke luar negeri?" tanya Imam.
"Iya, tapi suratnya belakangan," jawab Mulyana.
"Mengajukan surat ke Presiden itu PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) atau menteri?" tanya Imam.
"Yang mengajukan Sesmenpora," jawab Mulyana.
"Kalau tidak ada izin Presiden apakah menteri boleh jalan?" tanya Imam.
"Saya tidak tahu," jawab Mulyana.
Acara yang dimaksud Imam adalah perjalanan dinas bersama rombongan Kempora ke Jedah pada 2018 untuk menghadiri undangan dari federasi paralayang dunia. Namun karena kunjungan dilakukan di Arab Saudi, Imam dan rombongannya memanfaatkan waktu untuk menunaikan ibadah umrah.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Mulyana mengaku pernah diminta uang Rp2 miliar oleh asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum untuk umrah yang dilakukan Imam Nahrawi, istrinya Shobibah Rohmah dan sejumlah pejabat dan staf Kemenpora.
"Di BAP saudara disimpulkan bahwa pencairan dana Rp30 miliar itu penyelesaiannya ke kejaksaan, coba jelaskan?" tanya Imam lagi.
"Saya pernah menyampaikan ke Pak Imam bahwa saya ke Kejaksaan dimintai keterangan terkait uang KONI dan saya sudah sampaikan itu ke bapak di rumah, di kantor juga, terkait masalah ada sesuatu dengan Kejaksaaan saya tidak tahu, saya tahunya saat saya sidang ada yang mengatakan 'Blok M, Blok M', jadi saya tidak tahu persis," ungkap Mulyana.
"Apakah bapak juga cek uang Rp400 juta diberikan ke masjid secara cash?" tanya Imam.
"Tidak, cuman Pak Supriyono menyampaikan uang sudah disampaikan ke Pak Ulum," jawab Mulyana.
"Baik nanti akan saya tanyakan ke Ulum apakah benar sudah diterima, karena di rekening saya sampai sekarang belum diterima, di rekening saya belum. Pak Mulyana, status kita sekarang sama Pak," kata Imam.
Dalam dakwaan disebutkan Imam menerima gratifikasi sebesar Rp400 juta dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017-2018 Supriyono.
Pemberian uang itu diawali pada Januari 2018, Imam Nahrawi memanggil Mulyana di lapangan bulu tangkis di kantor Kemenpora. Imam meminta uang honor untuk kegiatan Satlak Prima kepada Mulyana, padahal Satlak Prima telah resmi dibubarkan pada Oktober 2017.
Akhirnya disepakati untuk memberikan uang sejumlah Rp400 juta kepada Imam Nahrawi selaku penanggung jawab Satlak Prima. Penyerahan uang dilakukan Supriyono kepada Miftahul Ulum di areal parkir Menpora di dekat masjid yang ada di kompleks Kemenpora RI tanpa adanya tanda terima yang sah dengan disaksikan Mulyana.
"Saya melihat rekening akhir tahun karena memang tidak ada transfer honor Satlak Prima sehingga saya bertanya setelah itu saya melihat di rekening ternyata sampai sekarang belum ada honor dan saya membuat disposisi adalah kewajiban saya sebagai pimpinan tertinggi di kementerian dan kalau ini dianggap salah maka saya harus sampaikan saya keberatan sekali, karena semua menteri pasti akan ada disposisi setelah itu ada pelimpahan kewenangan ke Kuasa Pengguna Anggaran," ungkap Imam.
Imam juga meminta agar majelis hakim membuka rekaman CCTV masjid Kemenpora.
"Sekiranya Yang Mulia hakim berkenan kiranya CCTV yang ada di depan masjid karena katanya ada pemberian dari Supriyono ke Ulum ini untuk dihadirkan, demikian juga CCTV lain di sisi lapangan yang katanya Pak Hamidy bahas bersama Mulyana tolong juga dihadirkan, demikian juga sadapan pembicaaan Mulyana dengan Ulum dan Pak Supri atau Mulyana terkait uang Rp400 juta mohon dihadirkan agar semua terang benderang demi keadilan," tegas Imam.