Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Ikatan Kepala Desa Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, Franz Seno menyatakan bahwa sekarang ini hampir semua kepala desa mengeluhkan proses dan kebijakan dalam penyaluran bantuan sosial selama pandemi virus corona atau COVID-19.
"Ibaratnya itu, Kepala Desa 'bagai makan buah simalakama'. Ketika kita beri kepada yang tidak mampu, sekarang hampir semua masyarakat mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19 ini," kata Seno saat mengikuti reses secara daring yang dilaksanakan Ketua Komite 1 DPD RI Agustin Teras Narang, Palangka Raya, Rabu.
Selain 'bagai makan buah simalakama', menurut dia ada lagi kendala paling pahit yang dialami di tingkat desa. Di mana kepala desa masih kebingungan mengikuti salah satu aplikasi yang diwajibkan, ada lagi program lain dan wajib pula untuk diikuti. Sementara, tidak semua desa di Kabupaten Barito Selatan, dan mungkin di provinsi Kalteng termasuk Indonesia secara umum, masih ada yang tidak memiliki jaringan internet.
"Itu baru berkaitan dengan jaringan internet, belum lagi tingkat sumber daya manusia (SDM) di setiap wilayah berbeda-beda. Ini juga kan sangat menyulitkan kepala desa," kata Seno.
Dia mengatakan kendala lainnya, ketika musyawarah desa dan pendataan kepada masyarakat yang menerima bansos sudah dilaksanakan, tiba-tiba ada lagi regulasi atau kebijakan baru. Alhasil, hasil musyarawah dan pendataan yang sudah dilaksanakan harus ditangguhkan.
"Saya bersama seluruh Kepala Desa di Kabupaten Barito Selatan, sangat mengharapkan adanya sistem yang lebih sederhana dan tidak membuat kebingungan serta kesulitan di lapangan," kata Seno.
Baca juga: Kebijakan berubah-ubah jadi penyebab lambatnya penyaluran bansos
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) Kalteng Ferly H Sangen. Dia mengatakan hampir seluruh desa mengalami kesulitan penyaluran bansos akibat perubahan regulasi. Perubahan itu pun berdampak pada validasi data.
Dia mengatakan pemerintah pusat harus membuat perbedaan kebijakan antara di Pula Jawa dan luar Jawa terkait BLTDD yang lewat rekening. Sebab, sekarang bagi orang yang sudah tua atau Jompo. Selain itu, jarak bank yang jauh dengan transportasi umum, terkadang tidak sesuai dengan biaya dengan bantuan yang diterima.
"Kami berharap, kedepan Undang-undang desa yang ada harus dilakukan revisi, pendataan masyarakat miskin harus melibatkan desa. Kewenangan di Dinas, baiknya dilimpahkan sebagian ke desa. Dan, kalau bisa, untuk mengurus masalah desa ini dibuat khusus saja satu Kementerian," demikian Ferly.
Reses daring yang dilaksanakan senator Kalteng Agustin Teras Narang itu diikuti BPMDes Kalteng, Dinas Sosial Kalteng, P3MD Kabupaten Barito Selatan, sejumlah Camat dan Kepala Desa, Ketua Apdesi Kalteng, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya.
Baca juga: Perbaiki UU pilkada, Teras Narang kumpulkan KPU-Bawaslu di Kalteng
Baca juga: Teras nilai pemerintah terlalu berani lanjutkan pilkada Juni
Baca juga: Dongkrak ekonomi, Teras Narang usul pemerintah pusat anut program Geber MLT
"Ibaratnya itu, Kepala Desa 'bagai makan buah simalakama'. Ketika kita beri kepada yang tidak mampu, sekarang hampir semua masyarakat mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19 ini," kata Seno saat mengikuti reses secara daring yang dilaksanakan Ketua Komite 1 DPD RI Agustin Teras Narang, Palangka Raya, Rabu.
Selain 'bagai makan buah simalakama', menurut dia ada lagi kendala paling pahit yang dialami di tingkat desa. Di mana kepala desa masih kebingungan mengikuti salah satu aplikasi yang diwajibkan, ada lagi program lain dan wajib pula untuk diikuti. Sementara, tidak semua desa di Kabupaten Barito Selatan, dan mungkin di provinsi Kalteng termasuk Indonesia secara umum, masih ada yang tidak memiliki jaringan internet.
"Itu baru berkaitan dengan jaringan internet, belum lagi tingkat sumber daya manusia (SDM) di setiap wilayah berbeda-beda. Ini juga kan sangat menyulitkan kepala desa," kata Seno.
Dia mengatakan kendala lainnya, ketika musyawarah desa dan pendataan kepada masyarakat yang menerima bansos sudah dilaksanakan, tiba-tiba ada lagi regulasi atau kebijakan baru. Alhasil, hasil musyarawah dan pendataan yang sudah dilaksanakan harus ditangguhkan.
"Saya bersama seluruh Kepala Desa di Kabupaten Barito Selatan, sangat mengharapkan adanya sistem yang lebih sederhana dan tidak membuat kebingungan serta kesulitan di lapangan," kata Seno.
Baca juga: Kebijakan berubah-ubah jadi penyebab lambatnya penyaluran bansos
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) Kalteng Ferly H Sangen. Dia mengatakan hampir seluruh desa mengalami kesulitan penyaluran bansos akibat perubahan regulasi. Perubahan itu pun berdampak pada validasi data.
Dia mengatakan pemerintah pusat harus membuat perbedaan kebijakan antara di Pula Jawa dan luar Jawa terkait BLTDD yang lewat rekening. Sebab, sekarang bagi orang yang sudah tua atau Jompo. Selain itu, jarak bank yang jauh dengan transportasi umum, terkadang tidak sesuai dengan biaya dengan bantuan yang diterima.
"Kami berharap, kedepan Undang-undang desa yang ada harus dilakukan revisi, pendataan masyarakat miskin harus melibatkan desa. Kewenangan di Dinas, baiknya dilimpahkan sebagian ke desa. Dan, kalau bisa, untuk mengurus masalah desa ini dibuat khusus saja satu Kementerian," demikian Ferly.
Reses daring yang dilaksanakan senator Kalteng Agustin Teras Narang itu diikuti BPMDes Kalteng, Dinas Sosial Kalteng, P3MD Kabupaten Barito Selatan, sejumlah Camat dan Kepala Desa, Ketua Apdesi Kalteng, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya.
Baca juga: Perbaiki UU pilkada, Teras Narang kumpulkan KPU-Bawaslu di Kalteng
Baca juga: Teras nilai pemerintah terlalu berani lanjutkan pilkada Juni
Baca juga: Dongkrak ekonomi, Teras Narang usul pemerintah pusat anut program Geber MLT