Jakarta (ANTARA) - Mereka yang makan makanan tinggi lemak jenuh memiliki kinerja yang lebih buruk pada tes kinerja berkelanjutan dibandingkan orang dengan konsumsi makanan mengandung lemak jenuh lebih rendah, ungkap sebuah studi.
Dengan kata lain, menurut studi yang dipublikasikan dalam The American Journal of Clinical Nutrition itu, hidangan tinggi lemak jenuh bisa mengurangi konsentrasi seseorang.
Untuk sampai pada temuan ini, para peneliti menggunakan data dari para peneliti sebelumnya yang mengeksplorasi efek makanan tinggi lemak jenuh terhadap peradangan dan kelelahan di kalangan wanita yang menderita kanker.
Baca juga: Stres? Coba konsumsi lima makanan ini
Pada hari penilaian, masing-masing dari 51 peserta menjalani tes kinerja berkelanjutan untuk mengukur konsentrasi, perhatian berkelanjutan, dan waktu reaksi.
Mereka kemudian makan satu dari makanan-makanan yakni sosis kalkun, telur, biskuit, dan saus. Makanan ini mengandung 60 gram lemak.
Setelah lima jam, para peserta mengambil tes kinerja berkelanjutan lainnya.
Satu dan empat minggu kemudian, para peserta kembali untuk mengambil tes lagi, tetapi mereka mengganti makanan yang mereka santap.
"Karena makanan-makanan itu berlemak tinggi dan berpotensi bermasalah (untuk tubuh), efek kognitif makanan berlemak tinggi-jenuh bisa lebih besar jika dibandingkan dengan makanan yang lebih rendah lemak," kata Annelise Madison, penulis utama studi ini dan mahasiswa pascasarjana dalam psikologi klinis di The Ohio State University.
Baca juga: Selesai berpuasa, jangan lupa perbanyak asupan saat santap siang
Meskipun penelitian ini tidak menjelaskan alasan makanan tinggi lemak jenuh dapat mempengaruhi fungsi kognitif seseorang, Madison mencatat ada peningkatan peradangan yang juga dapat mempengaruhi otak seseorang.
Para pakar kesehatan menyarankan orang-orang membatasi jumlah lemak jenuh yang mereka konsumsi dari sumber hewani, seperti daging, unggas, dan susu.
Menurut sebuah artikel pada tahun 2018 di BMJ, banyak bukti menunjukkan risiko penyakit jantung koroner berkurang dengan mengganti lemak jenuh dengan lemak tak jenuh ganda (termasuk minyak nabati), demikian seperti dilansir Medical News Today.
Baca juga: Benarkah memanaskan opor bisa picu penyakit?
Baca juga: Batas toleransi tubuh pada makanan bersantan
Baca juga: Usia 50 tahun ke atas lebih baik konsumsi makanan ini
Dengan kata lain, menurut studi yang dipublikasikan dalam The American Journal of Clinical Nutrition itu, hidangan tinggi lemak jenuh bisa mengurangi konsentrasi seseorang.
Untuk sampai pada temuan ini, para peneliti menggunakan data dari para peneliti sebelumnya yang mengeksplorasi efek makanan tinggi lemak jenuh terhadap peradangan dan kelelahan di kalangan wanita yang menderita kanker.
Baca juga: Stres? Coba konsumsi lima makanan ini
Pada hari penilaian, masing-masing dari 51 peserta menjalani tes kinerja berkelanjutan untuk mengukur konsentrasi, perhatian berkelanjutan, dan waktu reaksi.
Mereka kemudian makan satu dari makanan-makanan yakni sosis kalkun, telur, biskuit, dan saus. Makanan ini mengandung 60 gram lemak.
Setelah lima jam, para peserta mengambil tes kinerja berkelanjutan lainnya.
Satu dan empat minggu kemudian, para peserta kembali untuk mengambil tes lagi, tetapi mereka mengganti makanan yang mereka santap.
"Karena makanan-makanan itu berlemak tinggi dan berpotensi bermasalah (untuk tubuh), efek kognitif makanan berlemak tinggi-jenuh bisa lebih besar jika dibandingkan dengan makanan yang lebih rendah lemak," kata Annelise Madison, penulis utama studi ini dan mahasiswa pascasarjana dalam psikologi klinis di The Ohio State University.
Baca juga: Selesai berpuasa, jangan lupa perbanyak asupan saat santap siang
Meskipun penelitian ini tidak menjelaskan alasan makanan tinggi lemak jenuh dapat mempengaruhi fungsi kognitif seseorang, Madison mencatat ada peningkatan peradangan yang juga dapat mempengaruhi otak seseorang.
Para pakar kesehatan menyarankan orang-orang membatasi jumlah lemak jenuh yang mereka konsumsi dari sumber hewani, seperti daging, unggas, dan susu.
Menurut sebuah artikel pada tahun 2018 di BMJ, banyak bukti menunjukkan risiko penyakit jantung koroner berkurang dengan mengganti lemak jenuh dengan lemak tak jenuh ganda (termasuk minyak nabati), demikian seperti dilansir Medical News Today.
Baca juga: Benarkah memanaskan opor bisa picu penyakit?
Baca juga: Batas toleransi tubuh pada makanan bersantan
Baca juga: Usia 50 tahun ke atas lebih baik konsumsi makanan ini