Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah H Supian Hadi memerintahkan seluruh camat dan kepala desa mencegah kebakaran hutan dan lahan karena potensinya mulai meningkat seiring akan memasuki masa peralihan ke musim kemarau.
"Kita sudah harus waspada, apalagi sudah ada terjadi kebakaran lahan. Kita cegah, mumpung masih bisa kita cegah," kata Supian di Sampit, Rabu.
Kewaspadaan tinggi menjadi keharusan karena Kotawaringin Timur termasuk daerah yang sangat rawan kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya sebagian tanah gambut membuat potensi kebakaran cukup tinggi karena gambut yang kering sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
Kebakaran lahan gambut terjadi hingga ke dalam tanah sehingga pemadaman harus dilakukan berulang-ulang sampai tanah benar-benar basah dan api padam. Jika tidak, api bisa muncul lagi meski di permukaan tanah terlihat sudah padam.
Pencegahan dan penanganan karhutla tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah karena kemampuan yang dimiliki terbatas. Semua pihak harus peduli mencegah agar bencana kabut asap yang terjadi beberapa tahun lalu tidak sampai terulang karena dampaknya akan merugikan semua pihak.
Dia mengapresiasi apel gabungan kesiapsiagaan penanganan karhutla yang digagas Polres Kotawaringin Timur. Peran Polri dan TNI sangat penting membantu pemerintah mengatasi ancaman musibah tahunan itu.
Diakui Supian, sudah ada laporan pantauan titik panas di kawasan selatan. Kawasan yang meliputi Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut itu memang sering menjadi langganan kebakaran lahan karena terdapat banyak tanah gambut.
Meski begitu, Supian mengingatkan masyarakat di kawasan utara juga tidak lengah. Kewaspadaan tinggi harus selalu dilakukan agar kebakaran lahan dan hutan tidak sampai terjadi di wilayah utara.
Baca juga: Pemkab Kotim akan membeli alat tes swab
"Alhamdulillah beberapa tahun ini di utara, masyarakatnya sudah sadar untuk tidak membakar lahan. Sanksi tegas akan diberlakukan terhadap pembakar lahan, sesuai instruksi presiden. Kebakaran yang menimbulkan asap juga menyangkut nama baik negara kita. Kita berdoa semoga kemarau basah sehingga karhutla tidak terjadi," harap Supian Hadi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Haji Asan Sampit mengingatkan semua pihak mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan meski kemarau tahun ini diprediksi kemarau basah atau masih ada potensi hujan.
"Kemarau tahun ini bisa dikatakan kemarau basah, tapi potensi hujannya tidak setinggi tahun 2016 dan 2017 lalu. Yang perlu diwaspadai, tingkat kekeringan masih sama sehingga potensi kebakaran lahan tentu harus tetap diwaspadai," kata Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit, Nur Setiawan.
Nur Setiawan menjelaskan, Kotawaringin Timur diperkirakan memasuki kemarau pada dasarian kedua Juli nanti. Kemarau diperkirakan terjadi hingga September nanti.
Jika dibanding 2019 lalu, kemarau tahun ini diperkirakan lebih singkat. Tahun lalu kemarau terjadi mulai Juli hingga Oktober, namun potensi kebakaran lahan tahun ini perlu diwaspadai karena potensi hujannya tidak setinggi tahun lalu.
Baca juga: Pemerintah desa di Kotim didorong optimalkan penyerapan anggaran pembangunan
Baca juga: Bayi tiga bulan di Kotim terjangkit COVID-19 dari sang ibu
Baca juga: Wisata kuliner kembali menggeliat di tengah pandemi COVID-19
"Kita sudah harus waspada, apalagi sudah ada terjadi kebakaran lahan. Kita cegah, mumpung masih bisa kita cegah," kata Supian di Sampit, Rabu.
Kewaspadaan tinggi menjadi keharusan karena Kotawaringin Timur termasuk daerah yang sangat rawan kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya sebagian tanah gambut membuat potensi kebakaran cukup tinggi karena gambut yang kering sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
Kebakaran lahan gambut terjadi hingga ke dalam tanah sehingga pemadaman harus dilakukan berulang-ulang sampai tanah benar-benar basah dan api padam. Jika tidak, api bisa muncul lagi meski di permukaan tanah terlihat sudah padam.
Pencegahan dan penanganan karhutla tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah karena kemampuan yang dimiliki terbatas. Semua pihak harus peduli mencegah agar bencana kabut asap yang terjadi beberapa tahun lalu tidak sampai terulang karena dampaknya akan merugikan semua pihak.
Dia mengapresiasi apel gabungan kesiapsiagaan penanganan karhutla yang digagas Polres Kotawaringin Timur. Peran Polri dan TNI sangat penting membantu pemerintah mengatasi ancaman musibah tahunan itu.
Diakui Supian, sudah ada laporan pantauan titik panas di kawasan selatan. Kawasan yang meliputi Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut itu memang sering menjadi langganan kebakaran lahan karena terdapat banyak tanah gambut.
Meski begitu, Supian mengingatkan masyarakat di kawasan utara juga tidak lengah. Kewaspadaan tinggi harus selalu dilakukan agar kebakaran lahan dan hutan tidak sampai terjadi di wilayah utara.
Baca juga: Pemkab Kotim akan membeli alat tes swab
"Alhamdulillah beberapa tahun ini di utara, masyarakatnya sudah sadar untuk tidak membakar lahan. Sanksi tegas akan diberlakukan terhadap pembakar lahan, sesuai instruksi presiden. Kebakaran yang menimbulkan asap juga menyangkut nama baik negara kita. Kita berdoa semoga kemarau basah sehingga karhutla tidak terjadi," harap Supian Hadi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Haji Asan Sampit mengingatkan semua pihak mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan meski kemarau tahun ini diprediksi kemarau basah atau masih ada potensi hujan.
"Kemarau tahun ini bisa dikatakan kemarau basah, tapi potensi hujannya tidak setinggi tahun 2016 dan 2017 lalu. Yang perlu diwaspadai, tingkat kekeringan masih sama sehingga potensi kebakaran lahan tentu harus tetap diwaspadai," kata Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit, Nur Setiawan.
Nur Setiawan menjelaskan, Kotawaringin Timur diperkirakan memasuki kemarau pada dasarian kedua Juli nanti. Kemarau diperkirakan terjadi hingga September nanti.
Jika dibanding 2019 lalu, kemarau tahun ini diperkirakan lebih singkat. Tahun lalu kemarau terjadi mulai Juli hingga Oktober, namun potensi kebakaran lahan tahun ini perlu diwaspadai karena potensi hujannya tidak setinggi tahun lalu.
Baca juga: Pemerintah desa di Kotim didorong optimalkan penyerapan anggaran pembangunan
Baca juga: Bayi tiga bulan di Kotim terjangkit COVID-19 dari sang ibu
Baca juga: Wisata kuliner kembali menggeliat di tengah pandemi COVID-19