Sampit (ANTARA) - Pandemi COVID-19 diduga membuat sebagian ibu hamil enggan memeriksakan kesehatan ke RSUD dr Murjani Sampit karena beranggapan atau ada kekhawatiran tertular virus mematikan tersebut, padahal pasien COVID-19 ditangani di ruang isolasi khusus.
"Mungkin ada persepsi di tengah masyarakat bahwa rumah sakit tempatnya isolasi COVID-19 sehingga khawatir tertular. Jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri ke rumah sakit ini menurun dibanding sebelumnya," kata dr Elfa Yonatan, dokter spesialis kebidanan di RSUD dr Murjani Sampit, Rabu.
Kondisi ini sangat disayangkan karena memeriksakan kesehatan secara rutin sangat penting bagi ibu hamil. Tujuannya agar diketahui kondisi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Pemeriksaan rutin juga untuk mengantisipasi hal tidak diinginkan terhadap ibu hamil yang dinilai berisiko, seperti karena ada riwayat tekanan darah tinggi, pendarahan, keguguran dan potensi risiko lainnya. Dengan diperiksa secara rutin, dokter bisa memutuskan lebih baik terkait langkah apa yang harus dilakukan untuk menanganinya.
Tidak ada larangan bagi ibu hamil melahirkan di rumah sakit. Justru, ibu hamil disarankan melahirkan di fasilitas kesehatan yang disiapkan serta ditangani oleh petugas medis atau tenaga kesehatan yang memang ditugaskan membantu masyarakat.
Baca juga: DPRD Kotim dukung perbaikan data kependudukan untuk pilkada berkualitas
Jangan sampai ibu hamil baru datang memeriksakan kondisinya ketika hendak melahirkan atau saat terjadi masalah. Selama April lalu jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri mengalami penurunan, sedangkan pada Mei hingga Juni ini mulai meningkat, namun umumnya ibu hamil dengan kondisi berisiko.
"Pekan ini saja ada tiga pasien dengan kondisi kejang-kejang. Kami tanya, ternyata selama ini mereka jarang memeriksakan kondisi kesehatan mereka. Jangan ketika kondisi berisiko seperti ini, baru dibawa untuk ditangani. Kasihan, karena ini menyangkut keselamatan ibu dan calon bayinya juga," jelas Elfa.
Sementara itu, terkait pencegahan COVID-19, ibu hamil yang akan melahirkan dilakukan skrining dengan memeriksa suhu tubuh, gejala batuk, pilek, nyeri tenggorokan, gejala ISPA dan lainnya. Jika hasil skrining lebih dari 3 atau sama dengan 3 skornya, maka pasien wajib melakukan tes cepat atau "rapid test".
Elfa menambahkan, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga tidak mewajibkan ibu hamil yang akan melahirkan untuk dilakukan tes cepat COVID-19. Hal itu mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat karena biaya tes cepat COVID-19 cukup mahal.
Baca juga: Pengawasan peredaran rokok ilegal di Kotim perlu ditingkatkan
Baca juga: Peningkatan curah hujan kembali picu banjir di Kotim
"Mungkin ada persepsi di tengah masyarakat bahwa rumah sakit tempatnya isolasi COVID-19 sehingga khawatir tertular. Jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri ke rumah sakit ini menurun dibanding sebelumnya," kata dr Elfa Yonatan, dokter spesialis kebidanan di RSUD dr Murjani Sampit, Rabu.
Kondisi ini sangat disayangkan karena memeriksakan kesehatan secara rutin sangat penting bagi ibu hamil. Tujuannya agar diketahui kondisi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Pemeriksaan rutin juga untuk mengantisipasi hal tidak diinginkan terhadap ibu hamil yang dinilai berisiko, seperti karena ada riwayat tekanan darah tinggi, pendarahan, keguguran dan potensi risiko lainnya. Dengan diperiksa secara rutin, dokter bisa memutuskan lebih baik terkait langkah apa yang harus dilakukan untuk menanganinya.
Tidak ada larangan bagi ibu hamil melahirkan di rumah sakit. Justru, ibu hamil disarankan melahirkan di fasilitas kesehatan yang disiapkan serta ditangani oleh petugas medis atau tenaga kesehatan yang memang ditugaskan membantu masyarakat.
Baca juga: DPRD Kotim dukung perbaikan data kependudukan untuk pilkada berkualitas
Jangan sampai ibu hamil baru datang memeriksakan kondisinya ketika hendak melahirkan atau saat terjadi masalah. Selama April lalu jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri mengalami penurunan, sedangkan pada Mei hingga Juni ini mulai meningkat, namun umumnya ibu hamil dengan kondisi berisiko.
"Pekan ini saja ada tiga pasien dengan kondisi kejang-kejang. Kami tanya, ternyata selama ini mereka jarang memeriksakan kondisi kesehatan mereka. Jangan ketika kondisi berisiko seperti ini, baru dibawa untuk ditangani. Kasihan, karena ini menyangkut keselamatan ibu dan calon bayinya juga," jelas Elfa.
Sementara itu, terkait pencegahan COVID-19, ibu hamil yang akan melahirkan dilakukan skrining dengan memeriksa suhu tubuh, gejala batuk, pilek, nyeri tenggorokan, gejala ISPA dan lainnya. Jika hasil skrining lebih dari 3 atau sama dengan 3 skornya, maka pasien wajib melakukan tes cepat atau "rapid test".
Elfa menambahkan, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga tidak mewajibkan ibu hamil yang akan melahirkan untuk dilakukan tes cepat COVID-19. Hal itu mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat karena biaya tes cepat COVID-19 cukup mahal.
Baca juga: Pengawasan peredaran rokok ilegal di Kotim perlu ditingkatkan
Baca juga: Peningkatan curah hujan kembali picu banjir di Kotim